Mohon tunggu...
Regita Pramesti Adiningsih
Regita Pramesti Adiningsih Mohon Tunggu... Mahasiswa - Never give up to be better

instagram: @regitaadiningsih

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Hukum Bermakmum Bagi yang Tidak Berqunut

2 Mei 2021   12:19 Diperbarui: 2 Mei 2021   12:21 1537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akan tetapi sebagian ulama berpendapat bahwa qunut hukumnya mansukh (telah dihapuskan) dikarenakan terdapat hadist yang menguatkan bahwa tidak adanya qunut subuh. Perbedaan pendapat tersebut bergantung pada mazhab yang dianut oleh seseorang. Perbedaan mazhab bukan menjadi halangan untuk saling menghormati. Maka yang terpenting adalah berpendapat dengan bersumber dari Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah (Fahmi, 2008).

Dari judul yang telah disuguhkan mendapatkan jawaban yang agak dilematis. Keyakinan perihal qunut seorang imam yang meyakini hukumnya adalah Sunnah abd'adl yaitu disunnahkan dalam shalat dan ketika ditinggalkan baik sengaja maupun tidak maka disunnahkan untuk melakukan sujud sahwi yang menjadikan sebagai pengganti qunut. Namun di sisi lain, terdapat makmum yang tidak meyakini qunut sebagai sunnah.

Imam atau makmum yang berqunut maupun tidak harus memiliki landasan ayat. Imam yang tidak mengakui legalitas syar'I membaca doa qunut dalam shalat subuhnya sehingga tidak berqunut sedang makmum mengetahuinya maka apresiasi diberikan bila imam memberikan kesempatan bagi makmum yang berqunut dalam shalat subuhnya. Bagaimana dengan sebaliknya? Makmum mengikuti imam yang tidak berqunut akan tetapi qunutnya bisa digantiakn dengan berdoa memuji Allah SWT.

Penganut Mazhab Syafi'I berpendapat bahwa hukum melaksanakan qunut dalam shalat subuh adalah sunnah. Sebagaimana mazhab ini didominasi oleh para sahabat, tabi'in, dan ulama-ulama yang menyatakan adanya qunut dalam shalat subuh. Pendapat ini diyakini sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Ad-Daruquthni. Di antaranya yang mengatakan adanya qunut dalam shalat yaitu, Al-Hakim Abu Abdillah dan Al-Hafidz Abu Abdillah Muhammad bin Ali Al-Balkhi.

Sedangkan penganut mazhab Hanafi mengatakan bahwa qunut dalam shalat subuh tidak disyari'atkan. Imam Abu Hanifa berkata bahwa qunut shubuh adalah bid'ah. Sehingga mazhab Hanafi tidak menganggap kesunahan qunut dalam shalat shubuh.

Dalam hukumnya, imam yang membaca doa qunut ketika shalat sedangkan makmumnya tidak, maka shalat dari imam dan makmum tetap sah. Sebagai bentuk penghargaan mazhab yang dianut oleh masyarakat saat shalat berjamaah. Makmum tidak berqunut, sedang imam berqunut maka tidak merusak keabsahan dari shalat.

Menjadi imam dengan pegangan mazhab Hanafi sedang makmum penganut mazhab syafi'I maka hendaknya imam memberikan kesempatan kepada makmum dengan berhenti sejenak setelah rukuk sehingga makmum dapat membaca doa qunut. Dan bagi pemegang mazhab lainnya, ketika imam  telah memberikan kesempatan kepada makmum hendaknya makmum membaca qunut walaupun notabenenya menganggap qunut bukanlah sunnah.

"Ketika kita membolehkan mengikuti salah satu dari keduanya, maka seandainya penganut Mazhab Syafi'I bermakmum di belakang penganut Mazhab Hanafi dan ia (penganut Mazhab Hanafi) setelah rukuk berdiam sejenak dan memungkinkan si makmum untuk membaca doa qunut, maka bacalah. Jika tidak (berhenti sejenak), maka ikutilah imam." (Abdul Qasim Ar-Rafi'I, dkk, 1417, Juz II, hal. 156).

Perbedaan pendapat tak hanya sebatas hukum qunut dalam shalat subuh, tetapi juga hukum dalam pembacaan qunut ketika shalat. Terdapat dua pendapat yang dilihat dari mazhabnya. Pertama, Mazhab syafi'i berpendapat bahwa pembacaan qunut dengan meninggikan atau merendahkan suara. Pada dokumentsi Al-Mawardi dalam kitab Al-Hawi ada yang berpendapat bahwa membaca qunut dengan suara yang pelan dan rendah sebagaimana qunut yang berarti doa maka posisi doa adalah merendahkan suara. Sebagaimana dalam surah Al-Isra ayat 110:

Katakanlah (Muhammad), "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu dapat menyeru, karena Dia mempunyai nama-nama yang terbaik (Asma'ul husna) dan janganlah engkau mengeraskan suaramu dalam salat dan janganlah (pula) merendahkannya dan usahakan jalan tengah di antara kedua itu."

Pendapat kedua didasari pada analogi atau qiyas yang berpendapat bahwa membaca doa qunut dengan meninggikan suara seperti membaca sami'allahu liman hamidah ketika bagian surah Al-Qur'an (Mahbub, 2013).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun