Ramai di jagat maya, tentang kebijakan Kementerian ESDM tentang E10 untuk BBM di Indonesia. Apakah itu E10? E10 disini adalah istilah penambahan Etanol sebanyak 10% untuk campuran BBM.
Lalu, mengapa hal tersebut menjadi ramai? Netizen Indonesia pun banyak yang berkomentar negatif tentang kebijakan ini. Netizen menilai kebijakan tersebut membuat kualitas BBM menjadi jelek dan berpotensi merusak mesin kendaraan.
Baiklah, kita bahas mulai dari apa itu etanol. Secara kimia, etanol memiliki rumus C2H5OH. Senyawa ini acap kali ditemukan pada berbagai minuman beralkohol. Ya, ringkasnya etanol adalah alkohol yang mempunyai sifat mudah terbakar, tidak berwarna dan berbau khas.
Apakah campuran tersebut bisa membuat kendaraan menjadi oleng karena mabuk? Tidak. Bukan itu yang diramaikan oleh netizen. Namun lebih pada kerusakan mesin akibat korosi, mengingat etanol ini mempunyai sifat yang dapat menarik air. Sehingga ditakutkan ruang bakar dan tangki bahan bakar terdapat endapan.
Kembali pada kebijakan E10, yang juga telah disetujui oleh presiden Prabowo. Berdasarkan penelusuran pada sejumlah literasi, etanol ternyata juga digunakan di belahan negara lain. Seperti contoh di Brazil yang menerapkan E20-E25, yang mana artinya BBM di negara tersebut sudah dicampur etanol sebanyak 20 hingga 25 persen.
Ada lagi di negara adidaya seperti Amerika Serikat, yang mana menjadi pelopor penggunaan E10 ini untuk BBM. Thailand juga menyediakan BBM E10, E25 hingga E85. Etanol diklaim menjadi bahan bakar ramah lingkungan karena sifatnya yang minim emisi, sehingga udara menjadi lebih bersih.
Etanol sendiri sebenarnya berasal dari fermentasi jagung, tebu maupun singkong yang mana bahan baku ini sangat banyak dijumpai di Indonesia. Apakah kebijakan ini nantinya juga menguntungkan bagi petani di Indonesia? Semoga saja.
Lalu apa efeknya untuk mesin kendaraan? Mengutip dari berbagai sumber, Kementerian ESDM mengklaim bahwa kendaraan produksi 2010 ke atas sudah kompatibel dengan BBM E10. Dibawah tahun tersebut, otomatis belum kompatibel karena memang penggunaan etanol pada BBM diprakarsai oleh Amerika Serikat pada awal 2010 an.
Bahkan, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia yang memulai kontroversinya tentang pendistribusian LPG 3kg bersubsidi, kini dianggap memulai kontroversi baru tentang kebijakan ini. Sang Menteri pun juga siap pasang badan mengenai kebijakan ini.
Netizen juga masih meragukan penggunaan etanol pada BBM karena memang ini hal baru dan juga belum teruji di Indonesia. Lalu, mengapa Presiden menyetujui kebijakan ini? Tentu saja Presiden sudah berpikir berkali-kali sebelum menyetujuinya karena menyangkut kepentingan negara.
Menurut penulis pribadi, kebijakan ini pun akan berdampak pada 2 pandangan. Pandangan pertama, jelas akan mengurangi ketergantungan impor BBM di Indonesia. Karena kita tahu, produksi BBM dalam negeri tidak mencukupi untuk pemenuhan kebutuhan penggunaan BBM di dalam negeri, apalagi electric vehicle juga tidak begitu diminati oleh masyarakat Indonesia.