Barang siapa menjual, menawarkan, menyerahkan atau membagi-bagikan barang yang diketahui membahayakan nyawa atau kesehatan orang, diancam pidana penjara paling lama 15 tahun - Pasal 204 Ayat 1 KUHP
Sejak diluncurkan pada Januari 2025, Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang dijalankan pemerintah melalui Badan Gizi Nasional (BGN) hadir dengan tujuan mulia: memastikan anak-anak Indonesia mendapatkan gizi seimbang di sekolah tanpa membebani orang tua. Namun, ironisnya, program ini justru diwarnai dengan banyak kasus keracunan yang menimpa siswa.
Berikut beberapa data keracunan makanan MBG yang saya kumpulkan dari berbagai media 1 bulan terakhir :
10 September 2025, CNN Indonesia: Puluhan siswa di Pamekasan keracunan usai santap MBG
5 September 2025, Kompas.com: 9 siswa SD di Muba diduga keracunan MBG
5 September 2025, Kompas.com: Diduga keracunan MBG, 232 siswa SMAN 1 Panji Situbondo diare
1 September 2025, Kompas.com: KLB keracunan MBG di Lebong Bengkulu, BGN minta maaf
28 Agustus 2025, Dinkes Sulteng: Siswa MTs Sis Aldjufri dan SMK Bina Potensi Palu keracunan MBG
28 Agustus 2025, Kompas.com: 135 siswa SMPN 3 Berbah Sleman diduga keracunan MBG
26 Agustus 2025, Kompas.com: 12 siswa SD di Bandung keracunan MBG
22 Agustus 2025, Kompas.com: 12 siswa SD Legok Hayam Bandung keracunan MBG
18 Agustus 2025, Kompas.com: Ratusan siswa di Sragen keracunan MBG
Kejadian yang berulang ini menimbulkan pertanyaan besar: sejauh mana fungsi pengawasan mitra penyedia makanan dijalankan oleh BGN? Dan sejauh mana lembaga ini bisa dimintai pertanggungjawaban atas dampak yang menimpa siswa?
Pertanggungjawaban BGN sangat krusial karena mereka mengelola anggaran negara yang bersumber dari pajak rakyat. Tanggung jawab itu tidak hanya sebatas administrasi keuangan, melainkan juga substantif: memastikan mutu, keamanan, dan hasil nyata dari makanan yang disajikan. Setiap kegagalan yang menimbulkan korban merupakan bentuk kelalaian sistemik yang harus dievaluasi menyeluruh, baik dari sisi pengawasan, standar operasional, maupun audit lapangan. Transparansi, akuntabilitas, dan penegakan sanksi menjadi kunci agar program ini benar-benar melindungi publik, bukan sekadar formalitas penyaluran anggaran.
Dari sisi hukum, memang benar masyarakat tidak bisa menggugat BGN secara pidana, karena lembaga negara bukan subjek pidana. Namun, jika ditemukan bukti adanya penyalahgunaan wewenang, misalnya kolusi dalam penunjukan mitra, maka pejabat atau oknum terkait dapat dijerat Pasal 359–361 KUHP dan/atau UU Tipikor.
Sementara itu, jalur perdata (class action) tetap terbuka. Dasarnya adalah Pasal 1365 KUHPerdata tentang perbuatan melawan hukum. Argumen yang dapat diajukan antara lain:
1. BGN lalai menetapkan standar dan melakukan pengawasan.
2. Kelalaian itu mengakibatkan siswa mengalami keracunan.
3. BGN bertanggung jawab karena menunjuk mitra penyedia MBG.
Legal standing gugatan ini dapat diwakili oleh:
1. Orang tua siswa yang menjadi korban (wakil kelompok), atau
2. LSM/organisasi masyarakat di bidang konsumen dan kesehatan (Pasal 46 UU Perlindungan Konsumen).
Sungguh disayangkan, kasus keracunan terus berulang tanpa ada sanksi nyata dari pemerintah maupun BGN kepada mitra yag ditunjuk menyediakan MBG. Diamnya lembaga negara justru menjadi preseden buruk: membiarkan anak-anak kita terus terpapar risiko kesehatan.
Fakta yang saya kumpulkan menunjukkan bahwa dalam kurun 24 hari (18 Agustus – 10 September 2025), terjadi setidaknya 9 kasus keracunan MBG, atau rata-rata satu kasus setiap 3 hari. Jika pola ini dibiarkan, program yang semula dimaksudkan untuk mencetak generasi sehat justru berisiko melahirkan generasi yang rentan kesehatan karena berulang kali menjadi korban keracunan.
Di titik ini, publik berhak menuntut akuntabilitas. Program yang menggunakan uang rakyat harus diawasi ketat, bukan sekadar dijalankan di atas kertas. Masyarakat, orang tua, dan media perlu terus bersuara agar pemerintah tidak menutup mata. Karena yang dipertaruhkan bukan sekadar reputasi program, melainkan masa depan kesehatan anak-anak Indonesia. Sudah saat nya BGN memperketat pengawasan mutu dan terutama penunjukan mitra penyedia MBG!.
Salam,
FreddyÂ
Mahasiswa S1 Ilmu Hukum
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI