Tiga bulan berlalu, setelah kabur dari rumah, Rena dan Jimi tinggal di pedalaman kabupaten TTU. Mereka tampak bahagia walaupun hidup serba kekurangan. Rena berusaha menjadi seorang istri yang baik bagi Jimi dan Jimi pun berusaha menjadi suami yang bertanggung jawab.
Di sana Jimi tak hanya bekerja sebagai tukang ojek, tetapi kadang -- kadang ia juga bekerja serabutan sebagai buruh bangunan, petani dan sebagainya. Pokoknya apa pun dikerjakannya demi memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga mereka. Penghasilannya tidak banyak, tapi cukuplah untuk makan minum setiap hari.
Walaupun susah, Rena tak banyak mengeluh. Ia percaya pada suaminya. Ia yakin bahwa suaminya akan melakukan apa saja agar mereka tidak sampai mati kelaparan di tanah yang jauh dari sanak keluarganya. Di lain pihak, Jimi mulai merasa iba pada istrinya itu. Ia tidak tega melihat istrinya bersusah -- susah. Karena itu berusaha sekuat tenaga agar setiap hari bisa menghasilkan uang untuk kehidupan keluarga barunya.
Suatu hari saat duduk di pangkalan ojek di kampungnya itu, Anton dan Blas teman sesama ojek bergabung duduk di situ.
"Su dapat berapa orang ini hari, Jimi?" Blas memulai percakapan mereka.
"Saya baru dapat 5 orang, tapi saya antar dekat -- dekat sini sah. Abis lu su dapat berapa?" kata Jimi.
"Saya ju parah, dari tadi keliling -- keliling nih baru muat ambil 4 orang. Ai ojek sekarang setengah mati." Sambung Blas
"Saya ju hanya dapat 3 orang. Mamtua dong lebih pilih naik kijang ojek daripada naik motor. Kita biar rayu -- rayu dong ju, mereka tidak mau." Anton ikut nimbrung.
"Tapi klo kamu dua mo dapat uang banyak, lebih baik berenti ojek dan pi kalimantan sana. saya pu kaka, ada cari orang untuk kerja di perusahaan kelapa sawit. Dia bilang kerja di sana terlalu enak. Satu bulan kita bisa dapat sampe 5 juta." Sambung Anton.
"A, lu pu kaka sapa?" Tanya Jimi
"Ai Tinus sah. Dia su sukses e di sana. Dia bos su angkat jadi mandor. Makanya dia pun PT ada utus dia ke sini untuk rekrut tambah tenaga." Jawab Anton