Mohon tunggu...
REDEMPTUS UKAT
REDEMPTUS UKAT Mohon Tunggu... Lainnya - Relawan Literasi

Lakukanlah segala pekerjaanmu di dalam kasih (1kor. 16:14)

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Indonesia Youth Day (IYD) 2016, Sejuta Kenangan

19 Februari 2021   20:23 Diperbarui: 19 Februari 2021   20:27 737
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

            Saat tiba di rumahnya, ibu Nike sudah tidur. Rumah tampak gelap dan pintu dikunci rapat. Setelah digedor berkali -- kali, akhirnya seorang pemuda keluar dari dalam rumah sembari menggosok -- gosok matanya. Dia kemudian mempersilahkan saya masuk. Panitia pun segera pergi meninggalkan saya dan pemuda itu sendiri. Tanpa bicara sepatah kata pun dia menyalakan lampu, lalu berjalan menuju sebuah pintu kamar sambil memanggil seseorang. Dari dalam kamar itu, keluar seorang perempuan yang sudah lanjut usia. Dia mendekati saya, menyodorkan tangannya yang mulai keriput sambil memberitahukan namanya. Oma Nike katanya. Saya pun tanpa malu -- malu memperkenalkan diri kepadanya.

             Kami bercerita kurang lebih 30 menit, dia bertanya tentang asal saya, pekerjaan dan keluarga saya. Saya dengan senang hati menjawab pertanyaan sang oma. Oma lalu mempersilahkan saya makan. Tapi saya menolak dengan alasan saya sudah makan di gereja. Dia bersikeras, karena katanya dia memang sengaja masak untuk menyambut saya. Saya pun mencicipi hidangan sang oma. Setelah makan ia menuntun saya ke sebuah kamar tidur yang sudah disiapkannya. Saya tidur pagi itu, kurang lebih pukul 04.00 WITA.

Jalan -- jalan ke Puncak Tombean dan Sharing Kitab Suci

            Saya terbangun pukul 08.00 WITA. Rumah tampak sepi. Tidak ada tanda -- tanda aktivitas di dalam rumah. Saya duduk di ruang tamu menunggu Oma Nike bangun tidur dengan pakaian yang saya pakai semalam. Di luar dugaan saya ternyata oma Nike sudah bangun pagi -- pagi sekali dan mempersiapkan sarapan untuk kami. Pagi itu dia membuat ikan rica -- rica. Rasa masakan sang oma memang luar biasa, sangat nikmat. Saya tambah dua kali. Oma senang melihat saya makan dengan lahap.

            Sepuluh menit setelah makan oma mempersilahkan saya mandi. Kamar mandi mereka ada di dalam rumah, dindingnya dari seng dan ada sebuah tong besi penuh berisi air. Sederhana, tapi bersih. Air pun melimpah, berbeda jauh dengan di Atambua yang kesulitan air pada musim kemarau.

            Setelah mandi dan mengganti pakaian, saya berpamitan pada oma Nike untuk pergi ke gereja. Namun oma masih di dapur, dia sedang sibuk menggoreng tahu. Saya bertanya kepadanya untuk apa tahu -- tahu itu. Katanya "Oma punya kantin di sekolah, setiap hari oma bajual di sana." Sejak suaminya meninggal dunia beberapa tahun lalu, itulah rutinitas hariannya. Dia bekerja untuk memenuhi kebutuhannya setiap hari, dan mengisi hari tuanya agar tidak kesepian dan stres. Luar biasa sekali Oma satu ini.

            Oma Nike memiliki tiga orang anak, satu perempuan dan dua anak laki -- laki. Anak perempuannya sudah menikah dan memiliki tiga orang anak. Tinggal kurang lebih 200 meter dari rumah oma. Dua anak laki -- lakinya belum memiliki istri. Mereka tinggal bersama sang oma. Satunya berprofesi sebagai sopir dan satunya lagi berprofesi sebagai ojek. Anak yang bekerja sebagai kang ojek inilah yang setiap pagi mengantar oma ke kantin dan mempersiapkan segala macam peralatan yang dibutuhkan oma di sana.

            Jarak gereja dari rumah oma tidak jauh, kurang lebih 500 meter. Oma meminta Jendri salah satu anaknya untuk mengantar saya ke gereja, tapi saya menolak. Saya ingin berjalan kaki, supaya bisa mengamati dan merasakan sendiri pengalaman menjadi orang Tondano. Oma akhirnya mengajak saya ke jalan raya di depan rumah sambil menunjukkan menara gereja. Saya pun berjalan kaki dengan berkiblat pada menara gereja.

            Udara pagi itu sangat segar. Burung -- burung berkicau riang di dahan -- dahan pepohon yang bertumbuh subur di pinggir jalan dan halaman rumah warga. Jalanan pun masih tampak sepi belum banyak mobil berlalu lalang, padahal sudah jam 9 pagi. Saya juga bertemu banyak orang berjalan kaki, terutama ibu -- ibu. Sedang bapak -- bapak tampak asyik menjemur kopi dan juga cengkeh di halaman rumah mereka. Di sini memang banyak kopi dan cengkeh.

            Ketika hampir tiba di gereja, saya melihat delman melintas di jalan raya kota. Saya terkejut, di kota Tondano masih ada alat transportasi tradisional ini. Di Atambua, jangankan delman, kuda saja hampir tidak ditemukan lagi. Saya ingin mencoba tapi masih belum memiliki kesempatan. Teman -- teman sudah menunggu saya di gereja. Pikir saya. Saya pun bergegas. Namun di luar harapan saya gereja tampak sepi. Tidak ada satu orang pun. Saya mencoba melihat di sekitar pastoran, tapi tidak ada orang. Saya pun duduk menyendiri di salah satu kursi di halaman gereja itu menunggu siapa saja yang datang. 20 menit lamanya saya menunggu, muncul seorang OMK Tondano. Saya bertanya kapan kegiatan sharing dimulai, dia menjawab: "sebentar sore jam 4 baru mulai sharing kitab suci, kaka pulang istirahat dulu". Saya pun pulang kembali ke rumah Oma Nike sambil menertawakan diri saya sendiri yang kelebihan rajin.

            Baru saja setengah jam saya tiba di rumah, handphone saya berdering. Ternyata ada telfon dari kakak Bian. "Redem, teman -- teman OMK Tondano ajak kita jalan -- jalan, kita berkumpul di gereja jam 11 e." Katanya. Tidak pakai lama saya langsung menuju kamar mandi, cuci muka, ganti pakaian dan kembali ke gereja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun