Program Quikc Wins (2020 -- 2022)
Pada dasarnya, program quick wins KP meliputi: (1) program pembangunan terobosan yang dalam waktu singkat (4 bulan sampai 2 tahun) dapat meningkatkan produktivitas, produksi, nilai ekspor, pertumbuhan ekonomi, lapangan kerja, dan kesejahteraan rakyat; dan (2) revisi dan pencabutan 29 Peraturan Menteri dan regulasi lain yang menghambat investasi, bisinis, kesejahteraan, dan pembangunan berkelanjutan sektor KP.
Program terobosan antara lain terdiri dari enam program berikut. Â Pertama, Indonesia Seaweed Incorporated: (1) industri dan traders menjamin pasar rumput laut dengan harga sesuai nilai keekonomian, khususnya pembudidaya; (2) industri dan traders berupaya maksimal mengembangakan processing industry di dalam negeri; (3) pembudidaya menjamin kuantitas dan kualitas pasok rumput laut; dan (4) pemerintah memfasilitasi.
Kedua, Start up di bidang perikanan budidaya, perikanan tangkap, industri pengolahan, dan E-commerce. Ketiga, Tambak udang Vanamme skala rakyat. Keempat, Pendekatan ekonomi dan hankam untuk Laut Natuna dan WPP 711. Kelima, Garam rakyat ditransformasi untuk memenuhi kebutuhan garam konsumsi dan industri, dan Kenam, Perampungan pembangunan dan operasionalisasi 14 SKPT (dengan evaluasi kelayakan) dengan memberikan hak pengelolaan kepada pengusaha nasional (seperti PT. Kelola Mina Laut, PT. BMI, PT. Medan Canning, PT. Bomer, PT. Darma Samudera, PT. Saefer, PT.AKFI dan PT. Â Ocean Mitra Mas) atau pengusaha internasional (PMA atau KSO) dengan memberikan izin kapal penangkapan ikan sesuai MSY fishing grounds. Â Pengusaha internasional: Samsung, Jepang, Thailand, dan Tiongkok.
Sedangkan, revisi peraturan dan regulasi tahap pertama meliputi sembilan aspek berikut. Â Pertama, Transhipment (Permen KP No. 57/2014): kapal pengangkut untuk group fishing, kapal pengangkut ikan dari sentra produksi perikanan ke lokasi pasar dalam negeri dan pelabuhan ekspor, dan kapal pengangkut ikan hidup dibolehkan. Kedua, Pembatasan ukuran kapal ikan yang beroperasi di wilayah perairan NKRI, dari maksimal 150 GT (Surat Edaran Dirjen PT No. D1234/DJPT/PI.470.D4/31/12/2015 tentang Batasan Ukuran kapal Ikan ) menjadi bisa lebih besar dari 150 GT bergantung pada target species dan kondisi oseanografis dan klimatologis untuk wilayah perairan NKRI, dan lebih besar dari 200 GT untuk wilayah perairan laut internasional (di luar ZEEI). Ketiga, Pengendalian dan pengaturan (bukan moratorium) cantrang dan active fishing gears lainnya (Permen KP No.71/2016): zonasi, ukuran kapal, ukuran mata jaring, cara operasi, dll. Keempat, Pengoperasian Kapal buatan luar negeri (ex kapal asing) dengan syarat: (1) secara syah (SNI) sudah milik pengusaha Indonesia (sekitar 550 kapal), (2) sekitar 800 kapal eks asing yang belum clear and clear yang masih berada di Indonesia dibeli dan dioperasikan oleh Koperasi Nelayan atau BUMN perikanan, (3) 75% ABK dari Indonesia(baiknya "seluruh ABK dari Indonesia dengan maksimal 3 tenaga ahli dari luar per kapal tangkap untuk transfer ilmu penangkapan baik untuk kapal lokal maupun kapal eks asing"), dan (4) mendaratkan dan mengolah ikan hasil tangkapan di Indonesia.
Kelima, Pengelolaan lobster (Permen KP No. 56/2016) yang mensejahterakan rakyat dan berkelanjutan: penangkapan benih lobster (masih bening/transparan) diizinkan terutama untuk dibudidayakan di dalam wilayah NKRI, restcoking, dan sebagian diekspor secara ketat, terkendali, dan terbatas. Â Pemegang izin ekspor benih diwajibkan untuk mengembangkan usaha budidaya (pembenihan dan pembesaran) lobster dan restocking di wilayah perairan NKRI. Keenam, Pengelolaan produksi dan perdagangan kepiting soka ukuran dari 200 gram menjadi 60 -- 80 gram. Ketujuh, Revisi besaran dan cara pembayaran PHP. Kedelapan, Peningkatan alokasi kredit untuk usaha KP melalui BLU (suku bunga 3%) maupun kredit lunak Bank BUMN, serta pengecualian dari daftar negatif investasi bagi pengusaha perikanan tangkap yang melantai bursa (Go Public) . Dan Kesembilan, Pencabutan Premen KP No.58/2014 tentang Disiplin ASN KKP.
Akhirnya, pembangunan perikanan tangkap, perikanan budidaya, industri pengolahan hasil perikanan, dan industri bioteknologi perairan sebagaimana diuraikan diatas memerlukan infrastruktur berkualitas yang memadai, modal (finansial) yang mencukupi, inovasi teknologi termasuk Industri 4.0, SDM berkualitas, Â iklim investasi dan kemudahan berbisnis yang kondusif dan atraktif, serta harmonisasi regulasi dan kebijakan antara kementerian/lembaga terkait dengan pemerintah daerah.
Oleh :
Prof. Rokhmin Dahuri, Ph.D.
Guru Besar Manajemen Pembangunan Sumber Daya Pesisir dan Lautan -- IPB University
Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia
Ketua Dewan Pakar Masyarakat Perikanan Nusantara