Yang mencemaskan, sejak 1750-an hingga sekarang suhu bumi telah meningkat 10C. Padahal, bila suhu bumi meningkat lebih dari 20C, niscaya segenap dampak negatipnya akan susah atau tidak bisa ditanggulangi (unmanageable) dengan IPTEK yang kita miliki sekarang (IPCC, 2018).
Hasil pertemuan ke-24 dari Conference of the Party (COP-24) yang dihadiri oleh delegasi 196 negara anggota United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) di Kota Katowice, Polandia selama dua minggu dan berakhir pada 15 Desember 2018, memang menghasilkan Buku Panduan tentang Kerangka Kerja Implementasi Perjanjian Iklim Paris tahun 2015.
Sayangnya, belum ada kesepakatan tentang peningkatan target penurunan emisi CO2 untuk setiap negara, dan tentang bagaimana cara untuk menurunkan emisi CO2 berdasarkan target tersebut. Bahkan, Amerika Serikat, Rusia, Arab Saudi, dan Kuwait menolak laporan IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) tentang Perubahan Iklim Global.
Jika laju emisi CO2 global seperti sekarang tidak segera dikurangi, maka dikhawatirkan suhu bumi bakal meningkat sebesar 30C pada 2030 dan bisa mengakibatkan climate catastrophe (malapetaka iklim) global (IPCC, 2018).Â
Ekonomi Sirkular
Pada dasarnya, kerusakan lingkungan seperti pencemaran, overeksploitasi SDA, kepunahan jenis, banjir, dan pemanasan global itu terjadi, karena laju (intensitas) pembangunan berupa konversi ekosistem alam untuk bebagai macam penggunaan lahan (land uses), eksploitasi SDA, pembuangan limbah, emisi GRK (Gas Rumah Kaca), dan kegiatan manusia lainnya melampaui DDL (Daya Dukung Lingkungan) suatu wilayah.
Oleh sebab itu, dari perspektif ekonomi -- ekologi, pembangunan berkelanjutan (sustainable development) hanya dapat diwujudkan, dengan memastikan bahwa laju pembangunan di suatu wilayah (Kabupaten/Kota, Propinsi, Negara atau Dunia) tidak melampaui DDL wilayah termaksud.
Laju pembangunan di suatu wilayah bergantung pada jumlah penduduk, konsumsi SDA perkapita, laju buangan limbah (emisi GRK) perkapita, dan kebutuhan lahan untuk perumahan dan ruang untuk aktivitas kehidupan manusia lainnya perkapita.
Sementara itu, DDL suatu wilayah secara alamiah ditentukan oleh luasan wilayah tersebut, potensi SDA nya, kapasitasnya dalam mengasimilasi limbah dan emisi GRK, keindahan alam, dan fungsi-fungsi penunjang kehidupan yang terdapat di dalamnya.Â
Menurut Brown (2003) DDL planet bumi secara alamiah untuk dapat mendukung kehidupan umat manusia dengan pendapatan perkapita rata-rata 8.000 dolar AS adalah sekitar 8 milyar orang. Untungnya, DDL ekosistem alam atau bumi bisa ditingkatkan dengan aplikasi teknologi dan manajemen. Misalnya, produktivitas sawah secara alamiah itu sekitar 1,5 ton/ha/tahun. Â
Dengan menggunakan teknologi (seperti bibit unggul, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, irigasi, dan precision farming dengan AI (Artificial Intelligent), digital, IoT (Internet of Things), serta teknologi Industri-4.0 lainnya), produktivitasnya dapat ditingkatkan menjadi 10 -- 15 ton/ha/tahun. Kendati demikian, DDL suatu wilayah tidak bisa ditingkatkan dengan teknologi tanpa batas.Â