Di era Revolusi Industri ke-4 dan dunia yang saling terhubungkan (highly interconnected) di abad-21 ini, kehidupan manusia diwarnai dengan berbagai macam disrupsi, ketidakpastian, dan perubahan yang super cepat. Namun, satu hal yang pasti adalah bahwa permintaan manusia terhadap barang dan jasa (goods and services) yang berkualitas bakal terus meningkat; seiring dengan pertambahan penduduk, meningkatnya daya beli dan standar kehidupan manusia.
Barang dan jasa itu berupa kebutuhan dasar yang meliputi pangan, sandang, perumahan, kesehatan, dan pendidikan. Maupun yang sifatnya sekunder atau tersier seperti sarana transportasi, komunikasi, kecantikan, kebugaran (wellness), hiburan, rekreasi, dan pariwisata.
Untuk memenuhi segenap kebutuhan yang terus meningkat itu, manusia melakukan berbagai kegiatan eksplorasi dan eksploitasi SDA (Sumber Daya Alam), baik yang terdapat di darat maupun di laut. Kemudian, SDA tersebut diolah dan dikemas menjadi berbagai macam produk (barang) guna memenuhi beragam kebutuhan manusia di atas.Â
Untuk mendistribusikan barang-barang itu ke para konsumen dan pengguna nya (pasar), baik di dalam negeri maupun mancanegara, diperlukan infrastruktur, sarana transportasi dan komunikasi. Infrastruktur dan sarana transportasi serta komunikasi itu juga diperlukan untuk pergerakan dan hubungan manusia antar wilayah dalam suatu negara maupuan antar negara di dunia.
Selain mengandung beragam SDA, berbagai macam ekosistem alam (hutan, rawa, sungai, danau, laut, dan atmosfer) yang menyusun planet bumi, juga menyediakan jasa-jasa lingkungan (environmental services) berupa keindahan alam untuk rekreasi dan pariwisata, media transportasi, kapasitas asimilasi untuk menguraikan dan menetralisir berabagai jenis limbah, siklus hidrologi, siklus biogeokimia, dan fungsi-fungsi penunjang kehidupan (life-supporting functions) lainnya yang membuat planet bumi ini cocok, nyaman, dan indah sebagai tempat tinggal dan hidup manusia.
Kerusakan Lingkungan
Persoalannya adalah bahwa daya dukung (carrying capacity) ekosistem alam dalam menyediakan ruang kehidupan manusia (pemukiman), SDA, dan jasa-jasa lingkungan itu bersifat terbatas.Â
Namun, pola pembangunan, industrialisasi, dan gaya hidup manusia sejak Revolusi Inudstri-1 pada 1750-an kurang atau tidak ramah lingkungan dan tidak mengindahkan keterbatasan daya dukung lingkungan.Â
Akibatnya, pencemaran, penggundulan hutan, overfishing, terkikisnya keanekaragaman hayati (biodiversity), kepunahan jenis (species extinction), erosi, banjir, dan berbagai bentuk kerusakan lingkungan lainnya terjadi hampir di seluruh penjuru dunia pada tingkat yang telah mengancam kapasitas keberlanjutan (sustainable capacity) ekosistem bumi untuk mendukung pembangunan ekonomi dan kehidupan manusia.Â
Akumulasi dampak lingkungan negatip akibat pembalakan hutan; alih fungsi lahan rawa, gambut, estuari, dan ekosistem lainnya untuk pertanian, pertambangan, pemukiman, kawasan industri, dan infrastruktur; dan pembuangan limbah dan emisi gas rumah kaca (CO2, CH4, dan NOx) oleh berbagai kegiatan industri (pabrik), transprotasi, dan rumah tangga yang rakus dan semena-mena telah mengakibatkan pemanasan global (global warming).Â
Selanjutnya, peningkatan suhu bumi ini telah mengakibatkan melelehnya gunung es raksasa di Kutub Utara (Samudera Artik) dan Kutub Selatan (Samudera Antartika), peningkatan permukaan laut, badai, banjir, kacaunya pola iklim, cuaca ekstrem, gelombang panas (heat waves), penurunan produktivitas pertanian, dan ledakan wabah penyakit yang telah merusak bangunan (property) dan infrastruktur, menimbulkan kerugian ekonomi ratusan milyar dolar, dan merenggut jutaan nyawa manusia.Â