Mohon tunggu...
Rionanda Dhamma Putra
Rionanda Dhamma Putra Mohon Tunggu... Penulis - Ingin tahu banyak hal.

Seorang pembelajar yang ingin tahu Website: https://rdp168.video.blog/ Qureta: https://www.qureta.com/profile/RDP Instagram: @rionandadhamma

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Tujuh Dekade Berada, Pembangunan Bekasi Belum Merata

2 Juli 2019   08:39 Diperbarui: 2 Juli 2019   08:43 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://nasional.republika.co.id

Jika ketiga penyebab terus dibiarkan, akan muncul dua akibat yang berbahaya. Pertama, masyarakat wilayah pinggiran Kabupaten Bekasi merasa dianaktirikan. Perasaan ini berujung pada apatisme terhadap segenap jajaran pemerintahan. Kedua, melebarnya kesenjangan ekonomi antara penduduk wilayah pusat industri dengan penduduk wilayah pinggiran.

Masyarakat pinggiran merasa dianaktirikan karena minimnya pembangunan di wilayah pinggiran. Sehingga, muncul rasa ketidakadilan dalam masyarakat. Ketidakadilan inilah yang memicu apatisme di hati penduduk wilayah pinggiran. Jika dibiarkan, apatisme ini bisa memicu bahaya bagi Kabupaten Bekasi

Apatisme ini semakin bergolak, sampai lebih dari 85% dari mereka menuntut pemekaran Kabupaten Bekasi Utara (posbekasi.com, 2019). Aspirasi ini jelas muncul dari keinginan masyarakat pinggiran untuk membangun wilayah mereka. Lagipula, mereka tidak menikmati pembangunan secara penuh selama menjadi wilayah Kabupaten Bekasi.

Ketika pembangunan tidak dinikmati di wilayah pinggiran, kesenjangan ekonomi menjadi akibatnya. Kesenjangan ini menimbulkan backwash effect yang menekan pertumbuhan ekonomi wilayah pinggiran. Kalau ini terus terjadi, potensi ekonomi Kabupaten Bekasi sebagai pusat industri nasional bisa menurun (declining) dalam jangka panjang.

Tentu saja, kita semua tidak mau akibat-akibat di atas terjadi. Sehingga, diperlukan sebuah solusi konkret untuk mengatasinya. Apa saja solusi-solusi tersebut?

Pertama, segera perbaiki jalan penghubung dan bangun fasilitas publik di wilayah pinggiran melalui CSR dan PPP. Kedua, rombak sistem penggajian PNS dan honorer menjadi sistem berbasis Key Performance Indikator (KPI). Ketiga, lakukan kerjasama dengan pihak start-up untuk membuat aplikasi pengaduan warga dan respon opini publik yang efisien.

Mengapa solusi yang pertama tidak mengandalkan APBD saja? Kenyataan selama ini menunjukkan bahwa proyek yang mengandalkan APBD saja tidak berkelanjutan dan sering seret dana. Untuk mengatasinya, diperlukan cara baru dalam mendanai pembangunan. Apa saja cara baru tersebut?

Sebagai pusat industri, dana corporate social responsibility dan public-private partnership adalah alternatif yang cocok. Keduanya memberikan kesempatan bagi sektor swasta yang masif untuk terlibat dalam pembangunan infrastruktur publik. DKI Jakarta saja mampu membangun Taman Kalijodo dari dana CSR, masa Kabupaten Bekasi tidak?

Solusi kedua adalah upaya untuk merombak insentif bagi pegawai pemerintah Kabupaten Bekasi. Prinsipnya, kenaikan tunjangan kinerja pegawai (TKD) pegawai harus sejalan dengan kenaikan produktivitas. Pegawai dengan produktivitas tinggi menerima TKD yang besar, begitu juga sebaliknya (Purnama, 2018:38).

Solusi ketiga adalah upaya untuk membangun jembatan digital antara warga dengan pemerintah daerah (pemda). Warga dapat mengadukan keluhannya secara langsung serta memantau proses penyelesaian keluhan tersebut. Jembatan inilah yang menjadi awal dari sistem Smart City yang responsif di Kabupaten Bekasi (Purnama, 2018:71).

Ketiga solusi ini bukan ramuan ajaib. Ia tidak dapat menyelesaikan masalah kesenjangan pembangunan dalam satu malam. Tetapi, jika ketiganya berhasil diterapkan, wilayah pinggiran Kabupaten Bekasi pasti mengalami transformasi pembangunan yang berkelanjutan. Akhirnya, pembangunan kita makin merata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun