Mohon tunggu...
Rizky C. Saragih
Rizky C. Saragih Mohon Tunggu... Administrasi - Public Relations

Lihat, Pikir, Tulis. Communications Enthusiast | @rizkycsaragih

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Apa yang Diharapkan Media dari Humas?

23 Juli 2021   23:47 Diperbarui: 24 Juli 2021   01:10 876
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
What Media Wants from PR in the New Era & During Crisis.

Sudah lebih dari 365 hari tanah air turut terdampak pandemi Covid-19 yang sarat akan hantaman krisis kesehatan dan turut mengular mengenai sendi perekonomian. Bak mengurai gumpalan benang kusut, perlu mencari ujung benang seraya dalam perjalanan banyak hal yang harus dirapihkan, salah satunya informasi. Selain media, peran komunikator yang biasa disebut humas turut memiliki andil besar dalam penyampaian informasi. Lantas, apa yang diharapkan oleh media ketika seorang, badan atau lembaga yang bertanggung jawab  atas penyampaian informasi, terlebih di tengah derasnya arus informasi dan krisis?

Perhimpunan Hubungan Masyarakat (PERHUMAS) Indonesia kembali menggelar diskusi daring yang bertajuk "What Media Wants from PR in the New Era and During Crisis?" yang menghadirkan lintas pelaku industri media arus utama nasional, antara lain, Don Bosco Selamun (Presiden Direktur Metro TV), Maria Y. Benyamin (Pemimpin Redaksi Bisnis Indonesia), Tri Agung Kristanto (Wakil Pemimpin Redaksi Kompas), dan Arifin Asydhad (Pemimpin Redaksi Kumparan) pada Jumat, 23 Juli 2021.

Boy Kelana Soebroto Wakil Ketua Umum PERHUMAS.
Boy Kelana Soebroto Wakil Ketua Umum PERHUMAS.

"Di era kemajuan teknologi dan keterbukaan informasi serta ditambah saat ini kita sedang berada di situasi pandemi, media massa memiliki peran krusial dalam menjawab dengan cepat dan tepat atas keingintahuan publik atas kejadian yang tengah berlangsung," buka Boy Kelana Soebroto selaku Wakil Ketua Umum PERHUMAS.

Krisis merupakan peristiwa yang bernilai berita tinggi, intensitas perhatian orang akan meningkat dan akan selalu mengikuti perkembangan informasinya. Lanskap media telah banyak mengalami perubahan, oleh karena itu sebagai humas turut dituntut untuk mencari bentuk dasar yang paling tepat untuk membangun relasi dengan rekan-rekan media. Saat ini kebanyakan orang menggunakan portal media daring dan media sosial sebagai sumber utama untuk mencari dan mengonsumsi informasi, tak heran ranah daring menjadi pilihan utama para masyarakat. 

Sebagai seorang humas harus bisa menyadari dan menyusun strategi agar tetap relevan di zaman seperti ini. Lantas bagaimana agar aspek kehumasan bisa relevan dan aplikatif dengan kondisi saat ini? Beberapa hal yang mungkin membuat kita, terutama para praktisi kehumasan untuk menata kembali strategi masing-masing di masa krisis dan era kenormalan baru.

The Clearing House

Istilah ini perdana terdengar pada kesempatan Jumat berkah pagi hari dari Presiden Direktur Metro TV, Don Bosco Selamun. Banyaknya informasi atau bisa kita sebut sebagai "tsunami informasi"  yang membuat semua bingung, publik bingung bahkan media pun bingung. Kebingungan media adalah bagaimana informasi yang hampir tak terbatas ini harus dipilah untuk sampai ke publik sebagai sesuatu yang realible (dipercaya/diandalkan). 

Don Bosco Selamun Presiden Direktur Metro TV.
Don Bosco Selamun Presiden Direktur Metro TV.

Memisahkan informasi dari disinformasi (hoax), fake news, dan bias masih sangat dirasa kuat adalah tugas "clearing house" dari sebuah media massa. Sejatinya beberapa informasi yang sampai kepada awak media tentunya biasa disampaikan atau berasal dari sebuah sumber, salah satunya adalah humas. Harapan besar humas pun menjadi "clearing house" lebih awal terkait informasi yang harus disampaikan ke publik, maka kemudian media dan humas saling terkait dan memiliki tanggung jawab yang sama.

"Ini adalah era audio-visual di mana generasi digital native beriringan di dalamnya dengan generasi visual native. Sebuah tulisan mengatakan bahwa visual itu setara dengan 60.000 kata dan 63% dari konsumen kita adalah orang-orang kinestetik yang tertarik dengan daya gerak. Itu semua didapatkan pada audio-visual," ujar Don Bosco Selamun.

Tidak untuk "Bad News is a Good News"

Perubahan lanskap media dan kebiasaan orang untuk mencari serta menelan informasi, menyebabkan munculnya media daring baru yang sangat banyak, yakni lebih 47.000 media (Data Dewan Pers). Persaingan merebut tingkat keterbacaan sebuah artikel (hits/jumlah klik) menjadi bola emas yang diperebutkan, dan tidak sedikit pula yang membuat gaya "click bait" pada judul artikel demi menorehkan tingkat keterbacaan. Belum lagi "bad news" menjadi salah satu amunisi andalan.

Maria Benjamin Pemimpin Redaksi Bisnis Indonesia.
Maria Benjamin Pemimpin Redaksi Bisnis Indonesia.

"Kami sebagai media selalu kembali mengikuti marwah kami yakni follow the truth dan gain the trust. Media tidak boleh lagi memegang slogan lama yakni Bad News is a Good News. Saat ini yang paling penting adalah membangun optimisme dan semangat, bila tidak demikian bisa terbayangkan bagaimana semua akan semakin keruh," pungkas Maria Benjamin, Pemimpin Redaksi Bisnis Indonesia.

Prinsip utama yang selalu dijaga oleh Bisnis Indonesia baik cetak maupun daring ialah, ketika mengeluarkan berita apakah berita tersebut membangun optimisme atau justru menimbulkan ketakutan di masyarakat, terutama kebanyakan pembacanya adalah pelaku ekonomi dan bisnis. Akan tetapi ini bukan berarti hanya memuat berita yang bagus  dan baik saja, melainkan tetap menjalankan fungsi kritik. Misalnya, ada sebuah kebijakan pemerintah yang perlu dikritisi dan hal ini tetap harus ditegakkan. Kritik yang membangun, kritik dengan dasar dan alasan yang jelas serta tentunya bukan sesuatu hal untuk menciptakan suasana yang mengarah kepada ketakutan maupun pesimisme.

Senada, jelas bahwa kita (media dan humas) bersama-sama berfungsi sebagai "clearing house" di tengah "infodemic", ditambah lagi dengan komunikasi publik oleh pemerintah  yang tidak clear. Ada kekhawatiran yang sangat tinggi ketika masyarakat menjadi apatis terhadap informasi, dan itu merupakan bahaya besar untuk kita di saaat kondisi seperti saat ini. Bersama-sama kita memiliki tujuan untuk memutus mata rantai Covid-19. Ini  menjadi pekerjaan rumah bersama untuk media dan humas.

Dukungan Kredibilitas Media

Humas harus mendukung berdirinya media yang kredibel. Media kredibel yang didasarkan aktifitas jurnalisme yang baik,  inilah yang dibutuhkan oleh negara. Relasi antara humas dan media yang baik serta bersama-sama membangun pondasi ekosistem media yang lebih baik.

Tangkapan layar presentasi Arifin Asydhad. Dok. Kumparan
Tangkapan layar presentasi Arifin Asydhad. Dok. Kumparan

Bicara tentang ekosistem media saat ini, keras diungkapkan oleh Arifin Asydhad sedang tidak baik. Kondisi industri media saat ini memaksa media hanya untuk mengejar page views, duplikasi konten, belum lagi jamak terjadi membuat berita yang bersumber dari media sosial, alhasil standar jurnalisme merosot. Kongkritnya seperti apa? Jangan sampai terjadi ada pejabat yang sungkan diundang oleh media mainstream namun sangat berkenan bila diundang dan tampil di media sosial.

Saat ini di Dewan Pers sudah memiliki Task Force Media Sustainability, terdiri dari ragam organisasi yang mencoba untuk merumuskan bagaimana mewujudkan ekosistem media yang lebih baik lagi, salah satunya adalah bagaimana media bisa menghindari page views oriented melainkan content quality yang jadi utama. Perihal ini merupakan proses yang sangat panjang, namun saat ini sedang diperjuangkan.

Arifin Asydhad Pemimpin Redaksi Kumparan.
Arifin Asydhad Pemimpin Redaksi Kumparan.

"Media kredibel dan humas bisa bersama-sama memerangi hoax dan berkolaborasi mendukung jurnalisme baik," tutup Arifin Asydhad, Pemimpin Redaksi Kumparan.

Pemetaan media kredibel sebagai partner, lawan hoax bersama dengan berita yang objektif melalui sosialisasi dan edukasi, sehingga nilai idealisme dan demokrasi pun terjaga. Inilah yang bisa dilakukan serta menjadi harapan oleh media terhadap humas di kondisi saat ini.

Humas-Media: Ini Cerita Kemanusiaan

"Machine don't have a heart, storytellers do" sebuah kutipan dari buku Agung Laksamana (Adapt or Die, 2020) tersirat bahwasanya hidup manusia tidak bisa digantungkan pada artificial intelligence, mesin, dan digital sepenuhnya karena itu semua tidak memiliki hati. Hidup adalah urusan dengan rasa kemanusiaan.

Tri Agung Kristanto Wakil Pemimpin Redaksi Kompas.
Tri Agung Kristanto Wakil Pemimpin Redaksi Kompas.

"Saya seringkali bercanda, humas itu hanya untuk membuat alasan saja. Ketika krisis, kemudian dicari oleh wartawan, ya dia hanya tampil untuk membuat alasan saja. Tetapi dalam situasi pandemi seperti ini, humas sejatinya hanya urusin manusia saja, kenapa? Karena relasi kemanusiaan yang menjadi dasar," ujar Tri Agung Kristanto, Wakil Pemimpin Redaksi Kompas.

Dalam situasi pandemi seperti saat ini yang dibutuhkan adalah empati kita sebagai sesama manusia. Tidak lagi hanya menyapa karena sebuah tujuan, semisal seputar rilis pers antar humas dan media. Data Press Emblem Campaign mengungkapkan, di seluruh dunia hingga Mei 2021 tidak kurang dari 1.208 wartawan meninggal dunia karena Covid-19. Maka bangunlah silahturahmi, menyapa, menyapa, dan menyapa. Jangan berdiam diri, terus berkreasi, dan berbagi.

"Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing, krisis sama dikikis, pandemi sama-sama dihadapi," tutup Mas TRA.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun