Mohon tunggu...
Rayyi Mufid Tsaraut Muzhaffar
Rayyi Mufid Tsaraut Muzhaffar Mohon Tunggu... Anggota Jurnalis Media Pelajar Forum OSIS Jawa Barat

Hanya bocah SMA yang bermimpi menjadi seorang Kuli Tinta.

Selanjutnya

Tutup

Seni

Malam Lebaran, Puisi Tiga Kata Berjuta Makna

30 Maret 2025   22:24 Diperbarui: 30 Maret 2025   22:24 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sitor Situmorang (cnnindonesia.com)

Membuka kembali lembaran awal yang telah disinggung sebelumnya dalam artikel ini, puisi "Malam Lebaran" juga bisa dimaknai sebagai deskripsi singkat mengenai kontrasnya perbedaan kondisi setiap individu di hari raya. Dalam konteks kehidupan sekarang, tidak semua orang bergembira menyambut perayaan hari kemenangan tersebut pada kali ini. Beberapa diantaranya dirundung malang seperti yang dirasakan oleh kawan-kawan muslim kita di Palestina. Hal itu bisa diupamakan dalam sebuah bentuk "kuburan" sebagai metafora dari rasa sedih dan berduka karena kehilangan sesuatu yang amat berharga, pun tentu saja sulit dihapus walau disirami cahaya seindah rembulan.

Jika kita mengambil sudut pandang kita--sebagai pelajar--yang merupakan golongan marjinal dalam  pergaulan sastra, beberapa tafsir klise barusan mungkin saja bisa dipahami. Tetapi tetap saja puisi tersebut memiliki maksud yang lebih rumit dan sulit kita pahami. Beberapa sastrawan bahkan memperdebatkan bagaimana Sitor kurang tepat mendeskripsikan penampakan bulan di malam lebaran, karena setiap pergantian bulan hijriyah harus ada pengamatan khusus berupa rukyat untuk memastikan apakah bulan baru ada atau tidak. Namun, apa yang bisa diharapkan? Sitor Situmorang bukan seorang muslim, wajar saja jika dirinya tidak paham betul kaidah ilmu astrologi menurut agama lain.

Maka perlu dipahami bersama oleh kita semua, tidak selamanya sebuah produk sastra harus diperdebatkan, yang jelas puisi itu memiliki makna mendalam terlepas dari minimnya isi yang disampaikan. Seorang Sitor Situmorang berhasil mengukir sejarah baru dalam dunia sastra di Indonesia yang disebut-sebut sebagai puisi terpendek yang pernah diciptakan tersebut. Hingga dirinya terbaring di liang lahat, kicau diskusi mengenai maksud dari puisi ini tidak pernah padam. Sang sastrawan seakan mengajak kita untuk berimajinasi mengenai sebuah pemandangan sederhana yang dilihatnya.

Pada akhirnya puisi "Malam Lebaran" membuat kita merenung, bagaimana cara yang tepat untuk memaknai hari raya? Entah dengan pesta-pora sembari tertawa atau mengais duka karena khawatir akan pertemuan kita dengan hari raya di masa yang akan datang? Semuanya tergantung bagaimana kita semua bijak menyikapinya.

Tak lupa, saya mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1446 Hijriyah bagi umat muslim sekalian! Semoga artikel ini bisa mengilhami teman-teman semua untuk lebih memaknai lebaran pada tahun ini.

Artikel sempat dikirimkan di website Jurnalis Media Pelajar, Forum OSIS Jawa Barat pada 7 April 2024.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun