Lebaran beberapa tahun belakangan ini terasa begitu berbeda. Kalau dulu rumah selalu ramai kayak pasar, sekarang suasananya jauh lebih tenang. Dulu, waktu Papa masih ada, rumah kami selalu jadi basecamp keluarga besar. Alasannya sederhana: Papa adalah anak laki-laki paling tua di Jakarta dari keluarganya, jadi rumah kami otomatis jadi tempat kumpul saudara-saudara Papa.
Sementara itu, keluarga Mama sebagian besar non-Muslim, jadi mereka memang nggak merayakan Lebaran. Karena itulah, sejak dulu rumah kami selalu jadi pusat perayaan setiap tahunnya. Setiap tahun, tamu datang silih berganti, meja makan penuh hidangan, dan suara gelak tawa memenuhi setiap sudut rumah. Mama pun jadi jenderal dapur yang siap sedia masak dalam jumlah besar. Pokoknya, Lebaran selalu maksimalis. Bukan dalam arti berlebihan, tapi memang karena rumah kami jadi pusat kumpul keluarga.
Lebaran yang Lebih Sunyi
Sejak Papa nggak ada, semuanya berubah. Perlahan, rumah kami nggak lagi jadi tempat yang wajib dikunjungi. Semua orang mulai punya agenda sendiri, dan perayaan Lebaran kami pun lebih sederhana. Biasanya, di hari ketiga, kami ada acara kumpul keluarga di rumah Datuk, kakek tiri kami dari Papa. Namun tahun ini, Datuk lagi di Bahrain, merayakan Lebaran bersama anak cucunya di sana. Jadi yaudah, Lebaran kali ini benar-benar minimalis. Nggak ada tamu berbondong-bondong, nggak ada meja makan penuh piring saji. Semua lebih tenang, lebih sederhana, lebih apa adanya.
Scent of Memories
Kalau dipikir-pikir, mungkin justru karena lebih sepi ini, aku jadi lebih sadar akan hal-hal kecil yang tetap bertahan. Salah satunya adalah tradisi bunga sedap malam. Dari dulu, Mama selalu memastikan bunga ini hadir di rumah saat Lebaran. Awalnya aku nggak terlalu paham kenapa harus bunga sedap malam. Makin ke sini, aku merasa kalau kehadiran bunga ini bukan cuma dekorasi, tapi juga membawa kenangan.
Wangi bunga sedap malam itu khas banget. Wanginya lembut tapi kuat, bikin rumah terasa lebih hidup. Setiap kali mencium wanginya, aku langsung kebayang Lebaran-lebaran yang dulu: Papa yang duduk santai di ruang tamu sambil ngobrol sama saudara, Mama yang sibuk di dapur tapi tetap senyum saat menyambut tamu, suara anak-anak kecil berlarian di halaman. Rasanya kayak mesin waktu, membawa aku balik ke masa-masa itu.
Tradisi yang Dipertahankan
Mungkin itu yang bikin aku tetap meneruskan tradisi ini. Aku selalu memastikan sebelum Lebaran, bunga sedap malam udah ada di rumah. Buat orang lain, mungkin ini cuma bunga biasa. Tapi buatku, ini adalah simbol kehangatan, pengingat bahwa meskipun banyak yang berubah, ada hal-hal kecil yang bisa tetap kita pertahankan. Bunga ini jadi semacam jembatan antara masa lalu dan sekarang, antara kenangan dan kenyataan.
Makna dalam Kesederhanaan