Mohon tunggu...
Ratu Nafisah Aulia Hadi
Ratu Nafisah Aulia Hadi Mohon Tunggu... Mahasiswa - 101190164 HKI F

Be Happy ^_^

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Nikah Mut'ah: Masih Marakkah?

2 Desember 2021   06:00 Diperbarui: 2 Desember 2021   06:32 597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

PENDAHULUAN

Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanitayang menjalin suatu ikatayang menjalin suatu ikatan sehingga menurut akad nikah yang diatur dalam hukum Islam mereka disebut suami istri. Tujuan pernikahan dalam Islam adalah untuk mewujudkan ajaran Allah SWT dalam rangka membangun keluarga yang rukun, sejahtera, dan bahagia. Namun yang meresahkan adalah adanya model pernikahan yang hanya bersifat sementara, hanya untuk memandu hasrat seksual. Dalam Islam disebut nikah mut'ah dan sudah dikenal dan Indonesia disebut dengan nikah kontrak. Nikah mut'ah di awal-awal Islam dihukumi halal lalu dinaskh (dihapus), maka hukumnya menjadi haram sampaihari kiamat. Nikah mut'ah  adalah sebuah pernikahan yang terikat dengan waktu tertentu, diatas mahar yang telah ditentukan. Pelaksanaannya tidak melalui lamaran, langsung dilaksanakan di kediaman perempuan didampingi oleh wali saksi dan penghulu. Meskipun tidak ada prosedur lamaran, mereka tetap menggunakan mahar. Pada masa sekarang di beberapa daerah di Indonesai nikah mut'ah ini masih terjadi.  Berkaitan dengan pembahasan ini,  maka penulis akan menulis mengenai nikah mut'ah.

PEMBAHASAN

Meski dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia menyatakan kawin kontrak haram namun masih saja dilakukan, dibuktikan dengan kasus  kawin kontrak  yang masih banyak terjadi di Cianjur, Jawa Barat. Yang terbaru kali ini adalah Abdul Latif dan Sarah sepasang pengantin baru yang menjadi korban penyiraman air keras suaminya. Padahal praktik kawin mut'ah sangat rentan menjadikan perempuan sebagai korban ditandai dengan tinggi terjadinya kekerasan terhadap perempuan. Namun, meskipun banyak kejadian kekerasan, namun praktik kawin kontrak masih terus dilakukan. Dengan adanya nikah mut'ah  ini  maka dikhawatirkan sistem perkawinan lambat laun akan hilang, karena kaum muda merasa tidak perlu menikah, karena bisa melampiaskan keinginan egoisnya tanpa menikah. Praktek nikah mu'tah sekedar bertujuan sebagai pelampiasan nafsu bukan untuk mendapatkan anak atau memelihara anak. Karena tujuannya untuk bersenang-senang semata maka nikah mut'ah disamakan dengan zina.

Nikah mut'ah  sama sekali tidak ada manfaatnya justru sebaliknya sangat banyak sekali mafsadatnya diantaranya merusak moralitas perempuan serta merendahkan martabat perempuan ,  merusak niat pernikahan karena hanya melampiaskan nafsu belaka , suami istri tidak saling mewarisi, nasab anak yang terabaikan, serta anak yang dilahirkan dari hubungan nikah mut'ah tidak memiliki perlindungan fisik maupun psikis sehingga dapat merugikan anak-anak, karena tidak adanya nafkah, tidak adanya tanggung jawab terhadap anak sehingga menjadikan status sosial anak tidak jelas, kemudian bisa menyebarkan penyakit HIV/AIDS karena bergonta ganti pasangan mut'ah. Oleh karena itu, hak dan kewajiban suami/istri serta hak anak yang lahir dalam perkawinan atau akibat perkawinan tentu tidak akan dijamin oleh negara. Dan jika timbul masalah akibat nikah mut'ah, tidak dapat diselesaikan di pengadilan agama, tetapi hanya dapat diselesaikan melalui musyawarah dan itikad baik dari kedua belah pihak.

Dari kasus nikah mut'ah tersebut ada beberapa kaidah fikih yang berkaitan, yaitu :

Artinya : menolak kemudharatan lebih diutamakan daripada mendatangkan kemaslahatan

Dan kaidah fikih :

Artinya :Dharurat/bahaya itu harus dihilangkan.                    

Praktik nikah mut'ah jelas sangat kontradiktif dari perspektif hukum perkawinan, dengan mengabaikan kerugian yang ditimbulkan oleh pernikahan ini melanggar kaidah fikih tersebut di atas.

Dalam Al- Qur'an yaitu :

Artinya : dan orang yang memelihara kemaluannya,kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka tidak tercela.

Beberapa fuqaha' seperti Imam Syafii, Imam Abu Hanifah, dan Ibnu Umar mengharamkan nikah mut'ah dengan berpedoman pada Surat Al-Mukminun ayat 5 dan 6 diatas . Kedua ayat tersebut mensyaratkan hubungan kelamin hanya diperbolehkan dengan istri atau istri-istri mereka yang sah.

Dalam Undang-Undang Pasal 2 ayat 1 Undang Undang Perkawinan No 1 Tahun 1974 yang menyebutkan bahwa perkawinan dinyatakan sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dan tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Maka praktik nikah mut'ah ini apabila dilihat dari Undang-Undang ini jelas sangat bertentangan dengan Pasal 2 karena melanggar hukum agama dan perkawinannya tidak dicatat dalam negara.

Nikah mut'ah pada dasarnya bertentangan dengan semangat mewujudkan konsep perkawinan yang bahagia dan kekal sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Sehingga tidak ada lagi dalil maupun alasan untuk melegalkan nikah mut'ah di Indonesia. Menurut peraturan nasional, nikah mut'ah bukanlah pernikahan yang sah, karena secara prinsipil sendiri Hukum islam tidak membenarkan nikah mut'ah sehingga pernikahan seperti ini tidak memiliki kekuatan hukum.

KESIMPULAN

Dari keterangan diatas, maka nikah mut'ah banyak mafsadat dilihat dari sisi kehidupan beragama, kemasyarakatan, dan moral. Oleh karena itu, maka mut'ah diharamkan. Jika nikah mut'ah terdapa kemaslahatan, tentu  tidak akan diharamkan. Pernikahan mut'ah adalah haram menurut hukum  islam dan ilegal menurut  peraturan hukum Indonesia. Selain itu, dalam praktiknya, nikah mut'ah lebih banyak merugikan daripada menguntungkan semua pihak yang terlibat. Nikah mut'ah ini harus ditolak dan dihindari karena tidak bertujuan dengan perkawinan yang sebenarnya melainkan hanya pelampiasan nafsu. Bahwa nikah mu'tah bertentangan dengan tujuan disyariatkannya agama Islam, karena menimbulkan kerugian dan kerusakan kepada perempuan, anak (menjadikan status sosial anak tidak jelas) dan masyarakat sehingga harus ditolak dan dihindari.


Saran : Seharusnya kita sebagai perempuan lebih melek lagi bahwa pernikahan seperti itu banyak merugikan kita.Tentunya kita juga akan saling menasehati saudara dan sahabat kita agar fenomena ini tidak menyebar ke orang terdekat, sebagai bentuk pencegahan kerusakan moral bangsa. Karena nikah mut'ah semacam ini sudah jelas banyak mafsadah, sehingga pelaksanaannya harus dihindari dan dilarang. Pembinaan dan pengawasan juga penting bagi perempuan dan para penghulu yang sering mengurus perkawinan tertutama didaerah yang marak akan nikah mut'ah. Peran pemuka agama juga penting untuk membuat warga memahami bahwa pernikahan kontrak dapat merugikan perempuan. Karena praktik nikah mut'ah akan terus ada selama masih terus ada yang mau, maka agama menjadi fondasi kuat untuk mencegah adanya praktik nikah mut'ah tersebut.

Nama : Ratu Nafisah Aulia Hadi

NIM : 101190164

Kelas : SA.F

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun