Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUUXXII/2024 yang menyatakan diperlukannya pemisahan antara pemilu lokal dan nasional merupakan suatu bentuk dekonstruksi pemilu sebagai upaya pembenahan sistem demokrasi di Indonesia. Putusan ini menghapus unsur keserentakan didalam pelaksanaan pemilu, sehingga pemilu dilaksanakan dengan dua tahapan, yaitu pemilu nasional yang mencakup pemilihan Presiden, DPR, dan DPD, serta pemilu lokal yang mencakup pemilihan Gubernur, Bupati/Wali Kota, dan DPRD. Perubahan ini menimbulkan peluang sekaligus tantangan bagi pelaksanaan pemilu mendatang.
Skema pemilu serentak yang sebelumnya dilaksanakan, menimbulkan beragam permasalahan. Pada pemilu tahun 2019 ditemukan peningkatan suara fiktif hingga 31 juta suara pada awal pemutakhiran DPT (Ali Masykur Fathurrahman 2023). Peningkatan ini disebabkan karna sinkronisasi data antara KPU dan Kemendagri yang tidak berjalan secara maksimal. Problematika ini menciptakan efek domino yang juga mempengaruhi tahapan pemilu selanjutnya seperti distribusi logistik pemilu yang pada akhirnya memberikan beban pekerjaan tambahan bagi KPU dan KPPS. KPU dan KPPS disini harus mengatasi kekurangan logistik, pemungutan suara lanjutan, bahkan lebih jauh dari itu melakukan pemungutan suara ulang. Selain itu juga, pada pelaksanaan pemilu serentak ditemukan banyak sekali anggota KPPS yang sakit bahkan meninggal akibat beban kerja berlebih (Himawan 2023). Pelaksanaan pemilu secara serentak menyebabkan terpecahnya fokus pemilih dan dengan waktu yang sangat terbatas. Celah ini berakibat pada berkurangnya pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam proses pemilu. Dengan adanya pemisahan anatara pemilu lokal dan nasional, permasalahan yang terdapat didalam pemilu serentak dapat dihindari. Pemisahan ini memberikan waktu bagi penyelengara pemilu dalam mempersiapkan pemilu nasional dan lokal dengan lebih matang. Selain itu, rakyat sebagai pemilih juga mendapatkan kemudahan dalam menentukan pilihannya, sehingga dapat berpengaruh pada kualitas suara. Dengan demikian, skema pemisahan pemilu lokal dan nasional memiliki peluang untuk dapat menjadi jawaban atas permasalahan yang terjadi dalam model pemilu serentak yang sebelumnya digunakan.
Namun disamping itu, pelaksanaan pemilu lokal dan nasional yang dipisahkan juga memiliki kekurangan yang menjadi tantangan dalam pelaksanaan pemilu pasca putusan MK tersebut. Â tantangan tersebut berupa peningkatan kompleksitas penyelangaraan pemilu dan meningkatkan beban administrasi dan biaya pemilu. Â Selain itu juga dengan pemisahan ini terdapat jeda antara pemerintahan pusat dan daerah untuk dapat melakukan sinkronisasi visi dan misi pembangunan dengan adanya jeda pemilihan selama 2 sampai dengan 2,5 tahun.
Dengan demikian, diperlukan strategi dalam pelaksanaan pemilu dengan adanya model pemisahan pemilu anatara pemilu lokal dan nasional. Hal tersebut diperlukan agar tujuan perubahan yang dilakukan melalui putusan MK tersebut dapat terlaksana secara esensial dan prosedural. Dengan begitu, pelaksanaan demokrasi melalui pemilu di Indonesia dapat berjalan dengan maksimal.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI