Mohon tunggu...
Ratu Adil
Ratu Adil Mohon Tunggu... -

Political and Corporate Spy with 15 Years Experience.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ketika Tangan Besi Tiongkok Genggam Obor Rakyat

16 Mei 2016   17:38 Diperbarui: 16 Mei 2016   18:18 3514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Chirpstory

Cara keras, atau lazimnya disebut Jalan Kekerasan, sulit dihindari jika suatu pihak berada di posisi terlemah hampir kalah. Hampir mirip seperti seorang yang sedang lelah sangat, mendadak dikejar anjing galak. Sontak lupa lelah dan mampu berlari cepat sekali, lebih cepat dari kemampuan lari rata-ratanya.

Sains bilang, saat kondisi terdesak, ada kalanya tubuh mengambil jalan ekstrim untuk mempertahankan hidupnya. Berbekal energi cadangan. Bahasa modernnya, Realokasi atau Relokasi. Mungkin sering dengar, Realokasi Budget APBN dari proyek X ke proyek Y. Boleh jadi seperti itu cara kerja tubuh yang mendadak mampu bertindak dengan energi luar biasa.

Saya kira, prinsip dan cara kerja yang sama juga bisa dipakai untuk menelaah perubahan ekstrim pola aktivitas suatu pihak, termasuk soal politik ekonomi.

Tulisan ini kira-kira masih melanjutkan dua tulisan sebelumnya :

Poros Jakarta – Peking Di Ujung Tanduk

http://www.kompasiana.com/ratu.adil/poros-jakarta-peking-di-ujung-tanduk_57297feda123bd04048b456b

Poros Jakarta – Peking Di Ujung Tanduk

http://chirpstory.com/li/314106

Menyingkap Persiapan Poros Jakarta – New York

http://www.kompasiana.com/ratu.adil/menyingkap-persiapan-poros-jakarta-new-york_57317cd2549773710872cdaa

Menyingkap Persiapan Poros Jakarta – New York

http://chirpstory.com/li/314748

Tulisan Pertama (Poros Jakarta – Peking Di Ujung Tanduk), mengulas gambaran besar hubungan dekat Istana dan Tiongkok yang tengah digoyang. Tulisan Kedua (Menyingkap Persiapan Poros Jakarta – New York), mengulas upaya Amerika Serikat membangun hubungan serius dengan Senayan.

Di tulisan kedua, saya ulas soal Amerika Serikat yang berada di posisi Penantang, dalam menyiapkan dua langkah untuk merebut kembali RI. Pertama, tentunya cara Diplomatis (hubungan bisnis politik dengan Senayan). Kedua, mempersiapkan skenario Kerusuhan (secara paralel) jika langkah diplomatis gagal.

Pada tulisan kali ini, akan dibahas langkah-langkah Defense atau Pertahanan yang tengah dibangun Poros Jakarta – Peking.  Segudang serangan serius terhadap pemangku kepentingan Poros Jakarta – Peking, sewajarnya membuat mereka harus melakukan antisipasi. Apalagi, Tiongkok berada di posisi Incumbent (Status Quo) yang seharusnya bisa mengerahkan ‘senjata’ yang tidak dimiliki Sang Penantang.

Sayangnya, Muslihat yang digelontorkan Sang Penantang begitu lihai, sehingga Tiongkok pun kewalahan dan berada di posisi terlemah. Memang, Tiongkok masih menguasai Istana Negara Republik Indonesia. Namun secara kekuatan, sedang dibabat habis secara berkala.

Selama 6 bulan terakhir, setidaknya ada 8 benteng Tiongkok di Indonesia yang dihajar habis. Beberapa masih dalam perlawanan sengit, namun secara umum Tiongkok berada di posisi melawan untuk bertahan.

Pada 7 Desember 2015, BPK serahkan audit investigasi RS Sumber Waras yang dituding merugikan negara dan mengandung unsur korupsi. Selain Ahok, setidaknya Taipan Tionghoa Ciputra akan terganggu bisnisnya karena kasus Sumber Waras.

Pada 18 Desember 2015, DPR menyetujui rekomendasi Pansus Pelindo II yang meminta Jokowi memecat Menteri BUMN Rini Soemarno. Seperti kita ketahui, Menteri BUMN Rini Soemarno tidak lain Gubernur Jenderal Tiongkok untuk Urusan Istana Negara RI. Meski hingga kini agenda reshuffle belum dieksekusi, namun kabarnya hasil Munaslub Golkar menentukan nasib Gerbong Tiongkok di Kabinet.

Pada 30 Desember 2015, PN Palembang memenangkan PT Bumi Mekar Hijau (BMH) dari tuduhan sebagai pelaku pembakar hutan. BMH adalah bagian dari grup Sinarmas milik Taipan Tionghoa Eka Cipta Wijaya. Kemenangan Sinarmas dari tuduhan pembakar hutan tak berlangsung lama. Pada 04 Januari 2016, bergerak kejanggalan putusan Hakim Parlas Nababan atas kasus BMH di ruang publik. Ada yang bilang, Hakim Parlas bodoh. Tapi ada juga yang bilang, Hakim Parlas berpura-pura bodoh agar menjadi polemik. Dan ketika polemik terjadi, sorotan tidak tertuju pada pokok utamanya. Hipotesa terakhir, diduga hasil kreasi bersama KLHK dan Sinarmas untuk membebaskan BMH dari status pembakar hutan. Targetnya, kekalahan pemerintah dari Sinarmas, hasil kebodohan hakim, bukan kegagalan KLHK.

Canggihnya, toh Sinarmas menang posisi pun, pada akhirnya ia kalah. Pada 25 Januari 2016, diterbitkan Perpres No. 1 tahun 2016 tentang Badan Restorasi Gambut. Badan Restorasi Gambut akan menyita 2 juta hektar lahan gambut yang dialihfungsikan menjadi lahan sawit. Biaya Restorasi 2 juta hektar lahan Gambut yang disita diperkirakan Rp 30 triliun. 

Menteri Keuangan Bambang Brojonegoro sudah memastikan APBN tak sanggup biayai Badan Restorasi Gambut. Adalah Uni Eropa, Amerika Serikat, Jepang, Inggris yang menyatakan siap penuhi pendanaan Badan Restorasi Gambut. Dan bukan kebetulan, konsorsium negara Barat itu tidak lain para pengendali bisnis minyak nabati Kedelai, pesaing utama minyak nabati Sawit.

Sekarang bayangkan 2 juta hektar dari lahan-lahan sawit milik para Taipan Tionghoa, akan dikelola oleh Badan Restorasi Gambut dari kubu Kedelai. Ada kemungkinan, lahan-lahan gambut itu akan menjadi Posko Monitoring Sawit yang dikendalikan oleh Pedagang Kedelai, dari dalam area lahan Kebun Sawit. Behind Enemy Line. Bisa dibayangkan, para Taipan Tionghoa penguasa Sawit RI lagi ketar-ketir.

Pada 26 Januari 2016, BPK membuka kasus kerugian negara dalam transaksi BOT Grand Indonesia dengan BUMN Hotel Indonesia Natour. Keluarga Hartono (Djarum) sebagai pemilik Grand Indonesia, diduga menyelundupkan bangunan Menara BCA dan Apartemen Kempinsky. Perjanjian BOT Grand Indonesia dengan HIN, tidak menyebutkan adanya Menara BCA dan Apartemen Kempinsky. Padahal, kompleks Grand Indonesia mencakup Menara BCA dan Apartemen Kempinsky. Ketika perjanjian BOT berakhir tahun 2055, ada potensi polemik sistemik terkait kepemilikan Menara BCA dan Apartemen Kempinsky.

Dan jangan lupa, Keluarga Salim (BCA) dan Hartono (Djarum) sudah terikat darah melalui pernikahan anak-anaknya. Hasil kongsi gelap sedarah daging dua Taipan Tionghoa ini bersifat mutualisme. Penyelundupan Menara BCA memberikan Salim kantor pusat BCA di kawasan premium secara murah (tanpa beli lahan). Penyelundupan Apartemen Kempinsky memberikan Hartono bisnis apartemen mewah bermodal murah (tanpa beli lahan). Bayangkan saja, cukup dengan setoran Rp 10 Miliar / Tahun ke HIN, Salim dan Hartono dapat dua bisnis strategis di atas lahan premium, tanpa perlu biaya pembebasan lahan.

Pada 23 Februari 2016, Kejagung meningkatkan kasus dugaan korupsi Grand Indonesia ke level Penyidikan. Pada 31 Maret 2016, Dirut Grand Indonesia mangkir dari panggilan Kejagung. Dalam waktu dekat, akan diperiksa juga Bos BCA. Pada 19 April 2016, DPR resmi memasukkan kasus BOT Grand Indonesia dalam agenda primer tahun ini. Sasarannya, menggulung Dirut Grand Indonesia dan Dirut BCA dalam satu paket.

Februari 2016, juga diramaikan isu penggusuran Kalijodo yang kemudian meluas ke gerakan penutupan kelab malam Jakarta. Seperti kita tahu, bisnis judi, miras, prostitusi adalah salah satu pilar ekonomi Tiongkok melalui para Taipan Tionghoa. Pada 18 Februari 2016, Menteri Agama mendesak penutupan semua kelab malam. Pada 29 Februari 2016, penggusuran Kalijodo tuntas, kelab malam di DKI Jakarta tarik jasa prostitusi terbuka. Secara diam-diam mungkin masih berdagang, tapi banyak kelab malam yang beralih fungsi menjadi hotel. Dengan terpaksa, para Taipan Tionghoa penguasa kelab malam harus sesuaikan bisnisnya dengan izin yang diproses. Kelab berizin Hotel, kini menutup kelabnya dan menjadi hotel.

Pada 31 Maret 2016, mendadak KPK tangkap M Sanusi terkait suap proyek Reklamasi Teluk Jakarta dari Direktur Utama Agung Podomoro, Ariesman. Sehari setelahnya, Aguan alias Sugianto Kusuma, bos Agung Sedayu dicekal pada 01 April 2016.  Konon, Agung Sedayu bertindak sebagai korlap penghubung dengan para pemilik pulau reklamasi lain. Dana dikumpulkan, diberikan ke Agung Podomoro yang memang selalu bertugas mengeksekusi suap. Harus diakui (sambil nyengir), Para Taipan Tionghoa penguasa 17 Pulau Buatan di Teluk Jakarta ini mampu menjalankan Bhineka Tunggal Ika. Kokoh-Kokoh ini berbeda-beda (kepemilikan pulaunya), tapi soal urus perizinan tetap satu (Suap satu pintu via Agung Podomoro).

Akibat korupsi terorganisir ini, pada 15 April 2016 pemerintah resmi menghentikan Megaproyek Reklamasi Teluk Jakarta. Gagal impian Tiongkok membangun Taman Mini Tiongkok Indah (TMTI) di Teluk Jakarta. Jadi, sejauh ini, belum ada pihak yang mampu menggoyahkan posisi Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Kelihatannya, Proyek Reklamasi Teluk Benoa di Bali milik Tommy Winata, juga kandas. Bule-Bule Australia pro aktif tolak Reklamasi Teluk Benoa. Bule Gila.

Pada 27 April 2016, RUU Tax Amnesty yang digodok Istana Negara dan Tiongkok belum kelihatan hasilnya di DPR. Ada yang bilang, Singapura bermain ke Senayan untuk hadang RUU Tax Amnesty. Siapa pun yang bantu Senayan, yang jelas Tiongkok dan Taipan Tionghoa ketar-ketir. RI akan menerapkan sistem pendataan pajak global hasil godokan forum AEOI (100 negara) pada 2018. Oleh sebab itu, pada tahun 2018 semua penjahat pajak akan Tertangkap Basah. Itulah alasan Istana desak RUU Pengampunan Pajak, supaya para Taipan Tionghoa sudah dapat status “Diampuni” pada 2018.

Pilih mana, ampuni kejahatan pajak Taipan Tionghoa demi APBN aman?

Atau jerat habis kejahatan pajak Taipan Tionghoa di 2018 tapi APBN tahun ini megap-megap?

Apapun pilihanmu, Jokowi telah menyiapkan PP Deklarasi Pajak jika RUU Tax Amnesty gagal di Senayan. Memang PP Deklarasi Pajak tidak memberi pengampunan atas pelanggaran pajak. Tapi PP Deklarasi Pajak akan memberi status “Kelakuan Baik” pada Taipan Tionghoa pelanggar pajak. Selangkah menuju Keringanan Hukuman. Ingat, ada beda signifikan antara “Keringanan Hukuman” dengan “Diskon Gila-Gilaan Hukuman”. Dugaan saya, PP Deklarasi Pajak hanya beda nama dan alur proses saja. Hasil akhirnya ya sama dengan Tax Amnesty = Taipan Tionghoa Pelanggar Pajak Dapat Status “Diampuni”.

Tadi kita sudah bahas pembantaian 7 benteng Tiongkok di Indonesia :

  1. Sumber Waras dan Ciputra.
  2. Pansus Pelindo II, Reshuffle dan Rini Soemarno.
  3. Sinarmas, Badan Restorasi Gambut dan Kedelai Sita 2 Juta Hektar Lahan Sawit (Kompetitor).
  4. Bisnis Hiburan Taipan Tionghoa dihambat (alih fungsi sesuai izin yang dimiliki).
  5. Kasus Penyelundupan Menara BCA (Salim) dan Apartemen Kempinsky (Djarum/Hartono).
  6. Suap Agung Podomoro, Aguan Dicekal, Reklamasi Teluk Jakarta Dihentikan, Taman Mini Tiongkok Indah kandas.
  7. RUU Tax Amnesty diganggu Senayan dan Campur Tangan Singapura, Tax Amnesty gagal = Taipan Tionghoa terancam jadi penjahat pajak massal di 2018.

Jika kita lihat, 7 benteng Tiongkok di atas bicara sisi material dan bisnis. Jangan lupa, masih ada benteng ke 8 yang tak kalah pentingnya.

Salah satu program Tiongkok untuk Indonesia tidak hanya menjadikan RI Benteng Selatan dan tempat mengeruk uang. Jangan lupa, bisnis apapun lebih menguntungkan jika beban operasional lebih murah. Nah, pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang luar biasa sejak 1990-an, salah satunya dimotori penerapan standar ganda. Di dalam negeri, Tiongkok masih memberlakukan pola Komunisme, dimana aset dikuasai negara, buruh dibayar murah dan sebagainya. Sebenarnya, buruh Tiongkok menganggap bayarannya mahal. Bayaran mahal buruh-buruh Tiongkok diterima bayaran dalam 2 bentuk : Pertama, Uang dalam jumlah sedikit. Kedua, Pahala Ajaran Komunisme dalam jumlah tak terhitung. Intangible.

Simpelnya, Tiongkok membayar operasional pakai harga Komunis, tapi jual ke konsumen Global pakai harga Kapitalis. Itulah rahasia kesuksesan Tiongkok yang banyak tidak dipahami orang-orang yang kurang teliti. Silau dengan variabel-variabel kemajuan ekonomi dalam standar Barat. Padahal Tiongkok tidak sepenuhnya Kapitalis, melainkan standar ganda. Jadi deh banyak orang heboh kampanyekan “Belajarlah ke Negeri Tiongkok”. Mungkin maksudnya, ikuti cara Tiongkok sukses, yaitu bayar operasional rakyat pakai standar komunis, tapi jual barang pakai harga pasar. Keuntungannya untuk Taipan.

Tiongkok amat sangat tidak siap jika bicara bayar buruh pakai harga Kapitalisme. Belum pernah ada yang hitung, berapa posisi keuangan APBN Tiongkok jika seluruh 1,4 miliar penduduk dibayar pakai harga Kapitalis. Sekarang ini Tiongkok bisa tumbuh 7-9% ekonominya karena rakyat sendiri dibayar pakai harga Komunis, tapi jual di harga pasar. Pantesan labanya segunung.

Mungkin itu juga yang mendasari munculnya pergerakan “Kebangkitan Komunis Indonesia”. Diduga digerakkan oleh dana Tiongkok, mulailah tersebar kembali wacana Komunisme Indonesia. Inilah Benteng ke 8 Tiongkok untuk Indonesia = Kebangkitan Komunisme Indonesia demi Beban Operasional Murah di Indonesia.

Pada 08 Mei 2016, penjual baju di kawasan Blok M ditangkap gara-gara jual baju bergambar Palu Arit (logo PKI). Kapolri bilang, TAP MPRS No 25 belum dicabut, meski sudah sempat diupayakan dicabut oleh Gus Dur. Jadi, segala larangan menyebarkan ajaran hingga atribut komunisme masih bersifat ilegal dan melanggar hukum.

Mantep juga Kapolri kita, sigap hadang Komunis. Meski banyak yang bilang kurang optimal tumpas Santoso, tapi soal Komunis dia sigap. Menurut saya, Indonesia tidak rawan teroris, tapi rawan komunis.

Kalaupun ada orang Indonesia jadi teroris, lebih menargetkan musuhnya di nun jauh disana, bukan menyasar Indonesia. Saya dukung Polri jika lebih fokus menghajar Komunisme ketimbang Terorisme. Karena Teroris asal Indonesia tidak menargetkan kuasai RI. Kalau Komunis RI, jelas bertujuan kuasai RI.

Komunisme adalah musuh sebenarnya. Apalagi Komunisme gaya Tiongkok, dimana Komunisme dipakai untuk membayar operasional rakyat pada harga semurah-murahnya ala Komunis.

Perlu disorot, setelah penangkapan penjual baju Palu Arit di Blok M (8 Mei 2016), muncul wacana serius. Pada 10 Mei 2016, isu penangkapan penjual baju Palu Arit digiring untuk mengkritik Konstitusi. Artinya, ada gerakan menuju gugat pencabutan Tap MPRS No 25.

Logika yang dipakai, kalau selama ini masih dilarang, kenapa buku-buku Kiri selama 15 tahun terakhir ini bebas dijual di kampus-kampus. Kalangan akademisi dan pelajar disinyalir akan menjadi motor penggerak menggugat cabut Tap MPRS No 25.

Setelah Tap MPRS No 25 dicabut, bukan tidak mungkin tahun 2019 kita melihat ada Partai Komunis Indonesia Perjuangan (#Ups) di daftar coblos.

Itulah kenapa Tiongkok ketar-ketir karena terdesak. Bagaimana tidak, 7 Benteng Bisnis dan 1 Benteng Ideologi Tiongkok sedang dibabat habis di RI.

Orang boleh bilang, ada Amerika Serikat di belakang isu Anti Tionghoa dan Anti Tiongkok. Jangan lupa, bahaya sebenarnya yang tengah dihadapi Indonesia bukanlah Terorisme, melainkan Kebangkitan Komunisme Indonesia.

Kebangkitan Komunisme Indonesia, apalagi jika dikendalikan Tiongkok, akan menjadikan Indonesia eksklusif milik Tiongkok. Setiap negara, pengusaha yang ingin berdagang dengan Indonesia, harus seizin Tiongkok. Pola standar Komunis. Lebih parah, rakyat Indonesia “kerja paksa” penuhi permintaan produksi yang dikendalikan Tiongkok, hanya dibayar pakai harga Komunis. Tiongkok, lalu menjual ke dunia pada harga pasar, keuntungan dimakan sendiri oleh Tiongkok.

Jadi sudah bisa lihat bukan, bahaya yang sedang dihadapi Indonesia melalui Poros Jakarta – Peking? Sebaliknya, sudah bisa melihat dong seberapa besar keuntungan yang akan diterima Tiongkok jika Poros Jakarta – Peking berhasil menipu Indonesia?

Itulah sebabnya, Tiongkok yang sedang terdesak lantaran 7 Benteng Bisnis dan 1 Benteng Ideologi yang dibangunnya, dibantai habis.

Itulah sebabnya, Tiongkok pun mulai menerapkan Rezim Tangan Besi bagi setiap upaya perlawanan.

Itulah sebabnya, Tiongkok yang gagal pertahankan 8 Bentengnya di RI, sedang berencana mengancam rakyat Indonesia yang melawan Tiongkok.

Dan itulah sebabnya, besok (17 Mei 2016) akan digelar Sidang Perdana Obor Rakyat pada pukul 10.00 WIB di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Obor Rakyat, media kampanye Pilpres yang sejak awal telah mewanti-wanti bahaya penjajahan Tiongkok ke Indonesia.

Obor Rakyat, kasus lawas yang menjadi bumbu kampanye politik, dan tidak pernah diselidiki apalagi disidik sejak 2 tahun lalu.

Tiba-tiba, setelah 6 bulan pembantaian 8 Benteng Tiongkok di RI, satu pekan setelah kasus kaos Palu Arit, Tiongkok perintahkan gelar Sidang Obor Rakyat.

Dua tahun tanpa pemeriksaan. Dua tahun tanpa disebut sama sekali. Mendadak Sidang Perdana Obor Rakyat digelar.

Sidang Perdana Obor Rakyat setelah vakum 2 tahun, jelas sinyal keras dan serius dari Tiongkok.

Sidang Perdana Obor Rakyat adalah cara Tiongkok mengancam Rakyat Indonesia, bahwa melawan Tiongkok = Penjara.

Sidang Perdana Obor Rakyat adalah Operasi Pembuka Rezim Tangan Besi Tiongkok untuk meneror rakyat Indonesia.

Apakah Momentum Obor Rakyat hanya akan menjadi Monumen Teror Tiongkok terhadap upaya perlawanan Indonesia?

Ataukah Momentum Obor Rakyat akan menjadi Pemicu Perlawanan yang lebih keras dari Indonesia terhadap Rezim Tangan Besi Tiongkok?

Mari kita simak kelanjutan kisahnya.

(Hadiri Sidang Obor Rakyat 17 Mei 2016 di PN Jakpus Pukul 10.00 WIB)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun