Mohon tunggu...
Ratu Adil
Ratu Adil Mohon Tunggu... -

Political and Corporate Spy with 15 Years Experience.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ketika Tangan Besi Tiongkok Genggam Obor Rakyat

16 Mei 2016   17:38 Diperbarui: 16 Mei 2016   18:18 3514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekarang bayangkan 2 juta hektar dari lahan-lahan sawit milik para Taipan Tionghoa, akan dikelola oleh Badan Restorasi Gambut dari kubu Kedelai. Ada kemungkinan, lahan-lahan gambut itu akan menjadi Posko Monitoring Sawit yang dikendalikan oleh Pedagang Kedelai, dari dalam area lahan Kebun Sawit. Behind Enemy Line. Bisa dibayangkan, para Taipan Tionghoa penguasa Sawit RI lagi ketar-ketir.

Pada 26 Januari 2016, BPK membuka kasus kerugian negara dalam transaksi BOT Grand Indonesia dengan BUMN Hotel Indonesia Natour. Keluarga Hartono (Djarum) sebagai pemilik Grand Indonesia, diduga menyelundupkan bangunan Menara BCA dan Apartemen Kempinsky. Perjanjian BOT Grand Indonesia dengan HIN, tidak menyebutkan adanya Menara BCA dan Apartemen Kempinsky. Padahal, kompleks Grand Indonesia mencakup Menara BCA dan Apartemen Kempinsky. Ketika perjanjian BOT berakhir tahun 2055, ada potensi polemik sistemik terkait kepemilikan Menara BCA dan Apartemen Kempinsky.

Dan jangan lupa, Keluarga Salim (BCA) dan Hartono (Djarum) sudah terikat darah melalui pernikahan anak-anaknya. Hasil kongsi gelap sedarah daging dua Taipan Tionghoa ini bersifat mutualisme. Penyelundupan Menara BCA memberikan Salim kantor pusat BCA di kawasan premium secara murah (tanpa beli lahan). Penyelundupan Apartemen Kempinsky memberikan Hartono bisnis apartemen mewah bermodal murah (tanpa beli lahan). Bayangkan saja, cukup dengan setoran Rp 10 Miliar / Tahun ke HIN, Salim dan Hartono dapat dua bisnis strategis di atas lahan premium, tanpa perlu biaya pembebasan lahan.

Pada 23 Februari 2016, Kejagung meningkatkan kasus dugaan korupsi Grand Indonesia ke level Penyidikan. Pada 31 Maret 2016, Dirut Grand Indonesia mangkir dari panggilan Kejagung. Dalam waktu dekat, akan diperiksa juga Bos BCA. Pada 19 April 2016, DPR resmi memasukkan kasus BOT Grand Indonesia dalam agenda primer tahun ini. Sasarannya, menggulung Dirut Grand Indonesia dan Dirut BCA dalam satu paket.

Februari 2016, juga diramaikan isu penggusuran Kalijodo yang kemudian meluas ke gerakan penutupan kelab malam Jakarta. Seperti kita tahu, bisnis judi, miras, prostitusi adalah salah satu pilar ekonomi Tiongkok melalui para Taipan Tionghoa. Pada 18 Februari 2016, Menteri Agama mendesak penutupan semua kelab malam. Pada 29 Februari 2016, penggusuran Kalijodo tuntas, kelab malam di DKI Jakarta tarik jasa prostitusi terbuka. Secara diam-diam mungkin masih berdagang, tapi banyak kelab malam yang beralih fungsi menjadi hotel. Dengan terpaksa, para Taipan Tionghoa penguasa kelab malam harus sesuaikan bisnisnya dengan izin yang diproses. Kelab berizin Hotel, kini menutup kelabnya dan menjadi hotel.

Pada 31 Maret 2016, mendadak KPK tangkap M Sanusi terkait suap proyek Reklamasi Teluk Jakarta dari Direktur Utama Agung Podomoro, Ariesman. Sehari setelahnya, Aguan alias Sugianto Kusuma, bos Agung Sedayu dicekal pada 01 April 2016.  Konon, Agung Sedayu bertindak sebagai korlap penghubung dengan para pemilik pulau reklamasi lain. Dana dikumpulkan, diberikan ke Agung Podomoro yang memang selalu bertugas mengeksekusi suap. Harus diakui (sambil nyengir), Para Taipan Tionghoa penguasa 17 Pulau Buatan di Teluk Jakarta ini mampu menjalankan Bhineka Tunggal Ika. Kokoh-Kokoh ini berbeda-beda (kepemilikan pulaunya), tapi soal urus perizinan tetap satu (Suap satu pintu via Agung Podomoro).

Akibat korupsi terorganisir ini, pada 15 April 2016 pemerintah resmi menghentikan Megaproyek Reklamasi Teluk Jakarta. Gagal impian Tiongkok membangun Taman Mini Tiongkok Indah (TMTI) di Teluk Jakarta. Jadi, sejauh ini, belum ada pihak yang mampu menggoyahkan posisi Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Kelihatannya, Proyek Reklamasi Teluk Benoa di Bali milik Tommy Winata, juga kandas. Bule-Bule Australia pro aktif tolak Reklamasi Teluk Benoa. Bule Gila.

Pada 27 April 2016, RUU Tax Amnesty yang digodok Istana Negara dan Tiongkok belum kelihatan hasilnya di DPR. Ada yang bilang, Singapura bermain ke Senayan untuk hadang RUU Tax Amnesty. Siapa pun yang bantu Senayan, yang jelas Tiongkok dan Taipan Tionghoa ketar-ketir. RI akan menerapkan sistem pendataan pajak global hasil godokan forum AEOI (100 negara) pada 2018. Oleh sebab itu, pada tahun 2018 semua penjahat pajak akan Tertangkap Basah. Itulah alasan Istana desak RUU Pengampunan Pajak, supaya para Taipan Tionghoa sudah dapat status “Diampuni” pada 2018.

Pilih mana, ampuni kejahatan pajak Taipan Tionghoa demi APBN aman?

Atau jerat habis kejahatan pajak Taipan Tionghoa di 2018 tapi APBN tahun ini megap-megap?

Apapun pilihanmu, Jokowi telah menyiapkan PP Deklarasi Pajak jika RUU Tax Amnesty gagal di Senayan. Memang PP Deklarasi Pajak tidak memberi pengampunan atas pelanggaran pajak. Tapi PP Deklarasi Pajak akan memberi status “Kelakuan Baik” pada Taipan Tionghoa pelanggar pajak. Selangkah menuju Keringanan Hukuman. Ingat, ada beda signifikan antara “Keringanan Hukuman” dengan “Diskon Gila-Gilaan Hukuman”. Dugaan saya, PP Deklarasi Pajak hanya beda nama dan alur proses saja. Hasil akhirnya ya sama dengan Tax Amnesty = Taipan Tionghoa Pelanggar Pajak Dapat Status “Diampuni”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun