Mohon tunggu...
Ratnawati
Ratnawati Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang ibu, guru, santri, penggiat literasi, aktivis peduli generasi

Meninggalkan rekam jejak dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Miris Korupsi Subur di Berbagai Daerah

9 Desember 2023   18:43 Diperbarui: 9 Desember 2023   18:43 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penting untuk diingat bahwa korupsi bukan hanya marak di Indonesia, tetapi terjadi di masyarakat manapun yang menerapkan demokrasi. Ledakan korupsi bukan saja terjadi di tanah air, tapi juga terjadi di Amerika, Eropa, Cina, India, Afrika, dan Brasil. Negara-negara Barat yang dianggap matang dalam menerapkan demokrasi-kapitalis justru subur dengan perilaku bobrok ini.

Demokrasi yang meletakkan kedaulatan di tangan manusia telah membuka jalan mulus munculnya perilaku ini. Rakusnya sifat manusia ketika menganut paham sekuler kapitalis yang menjadikan materi sebagai tujuan dan kekuasaan hanya untuk menjaga dan menambah kekayaan. Maka tidak heran biaya pemenangan pemilu yang begitu besar biaya kampanye akan selalu beririsan dengan perilaku korupsi pejabat. Jangankan pejabat daerah, Wamenkumham, hingga petinggi lembaga antirasuah pun tak luput dari korupsi. Demokrasi yang kerap melahirkan oligarki semakin memperpanjang deretan kasus tikus berdasi. Mereka yang rakus dengan kekuasaan tentu butuh modal untuk melaju di pesta demokrasi, sedangkan para oligarki butuh regulasi agar dapat memuluskan usaha.

Korupsi Perlu Solusi Hakiki

Pada dasarnya maraknya korupsi akibat dari penerapan sistem rusak demokrasi kapitalis yang lahir dari sekulerisme. Sistem ini telah terbukti gagal dan bahkan menambah subur korupsi. Sehingga berharap korupsi dapat diberantas dalam sistem ini adalah isapan jempol semata. Selain sistem ini melahirkan orang-orang yang rakus akan harta juga membidani lahirnya sistem hukum yang lemah sehingga tidak mampu menimbulkan efek jera bagi pelakunya.

Berbeda dengan sistemdisebut dengan perbuatankhianat, orangnya disebut khaa`in, termasuk di dalamnya adalah penggelapan uang yang diamanatkan atau dipercayakan kepada seseorang. Tindakan khaa`in ini tidak termasuk definisi mencuri (sariqah) dalam Syariah Islam, sebab definisi mencuri (sariqah) adalah mengambil harta orang lain secara diam-diam (akhdzul maal 'ala wajhil ikhtifaa` wal istitar). Sedang khianat ini bukan tindakan seseorang mengambil harta orang lain, tapi tindakan pengkhianatan yang dilakukan seseorang, yaitu menggelapkan harta yang memang diamanatkan kepada seseorang itu. (Lihat Abdurrahman Al Maliki, Nizhamul Uqubat, hlm. 31).

Dalam sebuah hadis dari Jabir bin Abdullah, Rasulullah SAW bersabda : "Laysa 'ala khaa`in wa laa 'ala muntahib wa laa 'ala mukhtalis qath'un." (Tidak diterapkan hukum potong tangan bagi orang yang melakukan pengkhianatan [termasuk koruptor], orang yang merampas harta orang lain, dan penjambret)." (HR Abu Dawud).  (Abdurrahman Al Maliki, Nizhamul Uqubat, hlm. 31).


sistem Islam memiliki seperangkat aturan untuk mengatasi korupsi. Secara preventif  untuk mencegah korupsi menurut Syariah Islam diantaranya adalah  rekrutmen SDM aparat negara wajib berasaskan profesionalitas dan integritas, bukan berasaskan koneksitas atau nepotisme. Dalam istilah Islam, mereka yang menjadi aparatur peradilan wajib memenuhi kriteria kifayah(kapabilitas) dan berkepribadian Islam (syakhshiyah islamiyah). Negara wajib melakukan pembinaan kepada seluruh aparat dan pegawainya. Negara wajib memberikan gaji dan fasilitas yang layak kepada aparatnya. Islam juga melarang menerima suap dan hadiah bagi para aparat negara. Islam memerintahkan melakukan perhitungan kekayaan bagi aparat negara. Di samping itu, Islam juga mewajibkan pengawasan oleh negara dan masyarakat.

Adapun selain dari upaya preventif, Islam menetapkan sankinya yang diberikan kepada koruptor adalah ta'zir, yaitu sanksi yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh hakim. Bentuk sansinya bisa mulai dari yang paling ringan, seperti sekedar nasehat atau teguran dari hakim, bisa berupa penjara, pengenaan denda (gharamah), pengumuman pelaku di hadapan publik atau media massa (tasyhir), hukuman cambuk, hingga sanksi yang paling tegas, yaitu hukuman mati. Teknisnya bisa digantung atau dipancung. Berat ringannya hukuman ta'zir ini disesuaikan dengan berat ringannya kejahatan yang dilakukan. (Abdurrahman Al Maliki, Nizhamul Uqubat, hlm. 78-89).

Demikianlah sistem Islam memberikan solusi yang hakiki dalam memberantas korupsi. Tentu solusi ini tidaklah lahir dari kelemahan manusia sebagai pembuat hukum. Namun solusi ini lahir dari Sang Pencipta, karena Islam memiliki seperangkat aturan dalam menyelesaikan berbagai persoalan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun