Kasus pembunuhan mutilasi marak terjadi di Indonesia, korbannyapun beragam dari berbagai usia mulai bayi, remaja bahkan orang tua. Kata Jenazah berasal dari bahasa Arab yaitu Janazah yang memiliki arti jasad seseorang yang telah meninggal dunia. Sedangkan kata mutilasi di dalam kamus besar bahasa indonesia  merupakan proses atau tindakan memotong tubuh manusia atau hewan.Â
Mutilasi jika dilihat dari ilmu pengetahuan yaitu kegiatan merusak bagian tertentu dari anggota tubuh misalnya memotong jari atau menanggalkan gigi. Jadi, jenazah mutilasi merupakan jasad seorang yang meninggal dunia disebabkan oleh kasus pembunuhan dengan menghilangkan anggota tubuhnya seperti kepala ataupun organ tubuh lainnya.Â
Mengurus jenazah pada umumnya yaitu memandikan, mengafani, mensholatkan serta menguburkan jenazah. Dalam pengurusan jenazah mutilasi para fuqaha membaginya dalam beberapa golongan.
Golongan yang pertama yaitu dari beberapa fuqaha berpendapat bahwa jenazah yang anggota tubuhnya tidak lengkap atau korban mutilasi, maka jenazah tersebut tetap dimandikan, dikafankan, dishalatkan serta dikuburkan.Â
Golongan pertama ini dikemukakan oleh imam Syafi'i, imam Ahmad bin Hambal dan Ibnu Hazm, menurutnya tidak ada bedanya jenazah yang tubuhnya lengkap dengan yang hanya tinggal beberapa anggota tubuhnya saja.
Imam Syafi'i mengatakan "kami mendapat berita bahwa ketika perang beruta seekor burung menjatuhkan sepotong tangan manusia di mekkah, tangan itu dapat mereka kenali dengan cincin maka tangan itu mereka mandikan dan shalatkan di depan para sahabat rasul". Imam Ahmad mengatakan "Abu Ayyub menshalatkan sepotong kaki, sedangkan umar menshalatkan tulang belulang".Â
Kemudian menurut Ibnu Hazm mengatakan "hendaklah dishalatkan apa yang ditemukan dari tubuh mayat muslim juga hendaklah dimandikan dan dikafani, kecuali berasal dari seorang yang mati syahid. Hendaklah dalam menshalatkan bagian tubuh jenazah itu diniatkan menshalatkan keseluruhan baik jasad maupun ruhnya".
Berikutnya terdapat golongan kedua oleh Imam Malik dan Abu Hanifah yang menyatakan bahwa apabila jenazah itu lebih dari separuh badan, maka wajib dimandikan, dikafani dan dishalatkan namun jika  anggota tubuh jenazah tersebut tidak mencapai separuh badan maka tidak wajib dimandikan dan dishalatkan.Â
Pendapat ini semata adalah ijtihad dari Imam Malik dan Abu Hanifah. Imam Malik dan Abu Hanifah mengatakan "Apabila ditemukan lebih dari separuhnya, maka hendaklah dimandikan dan dishalatkan dan jika kurang maka tidak wajib dimandikan dan dishalatkan".
Golongan terakhir yang dikemukakan oleh Imamiyah mengatakan bahwa apabila tubuh jenazah itu terdiri dari potongan-potongan seperti dada atau sebagian anggota tubuh lainnya meliputi hati, maka dihukumi selayaknya jenazah yang sempurna anggota badannya yaitu dimandikan, dikafani dan dishalatkan.Â
Namun jika dari beberapa bagian tubuh itu tidak meliputi hati seperti hanya tersiri dari dada yang terdapat tulangnya maka jenazah tersebut wajib dimandikan dan dibungkus dengan sehelai kain lalu dikuburkan. Tetapi apabila tidak terdapat tulang pada tubuh jenazah yang ditemukan maka jenazah tersebut hanya dibungkus dengan sehelai kain kemudian dikuburkan dan tidak perlu dimandikan.