Langit kota Hiroshima di siang itu cerah dan bersahabat, biru muda diiringi awan tipis yang menyemburatkan keramahan. Apalagi disertai hembusan angin sepoi-sepoi dengan suhu udara yang sangat nyaman di kisaran 17 derajat Celsius di akhir bulan Oktober. Musim gugur telah tiba, dan pohon-pohon mulai kehilangan daunnya yang hijau kekuningan.
Jalan-jalan di kawasan Hiroshima Peace Memorial Park terus berlanjut. Setelah bercengkerama dengan anak-anak Jepang di dekat monumen yang berkisah tentang bangau kertas di Children’s Peace Memorial, sambil menyusuri tepian Sungai Ota, kaki melangkah menuju kerumunan anak-anak yang sedang duduk di taman sambil menimati “lunch Box”. Mereka terlihat begitu disiplin dan tertib. Walau sekali-kali terlihat bercanda sesama teman, tetap tampak sangat hormat terhadap orang-orang yang lebih tua.
Sebuah gazebo dengan atap berbentuk kubah ditopang empat buah tiang terlihat di kejauhan. Letaknya kira-kira sepuluh meter dari jalan dan dikelilingi oleh sebuah kolam dimana terdapat mengapung hamparan bunga teratai. Di dekatnya, terdapat sebuah prasasti yang menjelaskan nama monumen ini yang ternyata adalah “Peace Bell” atau Genta Perdamaian.
Saya mendekat ke genta tersebut. Terbuat dari besi tempa dengan peta dunia terpatri di sekeliling genta. Peta dunia tanpa perbatasan yang melambangkan dunia yang satu sebagai lambang perdamaian.
Saya kemudian membunyikan genta ini dan memperhatikan bahwa di tempat tongkat menghantam gempa dilukis simbol tenaga atom yang melambangkan harapan penghapusan bom atom dan di sebrangnya ada sebuah cermin yang konon memantulkan suasana hati orang yang membunyikan genta ini. Semoga cermin ini memantul suasana hati saya yang sedang berbahagia!.
Teratai yang ada di kolam biasanya akan berbunga di sekitar bulan Agustus ketika peringatan tragedi bom atom mencapai puncaknya. Teratai dipilih untuk disemaikan di kolam karena daun teratailah yang digunakan oleh para korban bom atom untuk mengurangi rasa sakit akibat luka bakar. Maklum persedian obat-obatan sangatlah terbatas saat itu. Selain itu, menurut kepercayaan orang Jepang, teratai juga dapat menghibur jiwa-jiwa yang menjadi koraban bom.
Selepas membunyikan genta, hati ini terasa lebih ringan. Seakan-akan beban berat karena membayangan peristiwa di Agustus 1945 sebagian terbawa oleh gema yang membahana ke pelosok dunia.