Secara fungsional, BEM kerakyatan tidak hanya menjalankan program internal kampus, melainkan juga berperan sebagai pressure group terhadap kebijakan pemerintah. Aktivitas mereka meliputi kajian akademik, audiensi dengan pemangku kebijakan, kampanye publik, hingga aksi demonstrasi. Semua ini berakar pada prinsip tridharma perguruan tinggi, khususnya dharma pengabdian kepada masyarakat.
Tantangan Mahasiswa Baru di Lingkungan Kampus Perjuangan
Menjadi mahasiswa baru di Universitas Gorontalo berarti berhadapan dengan tantangan yang menuntut kapasitas kognitif, afektif, dan psikomotorik secara seimbang:
- Adaptasi Akademik
Mahasiswa dituntut menguasai keterampilan belajar mandiri, mengelola sumber pustaka, dan menyusun karya ilmiah sesuai kaidah metodologi penelitian.
- Manajemen Waktu
Keterlibatan dalam organisasi dan aktivitas advokasi memerlukan pengaturan waktu yang presisi agar tidak mengganggu capaian akademik.
- Kematangan Psikologis
Aktivitas pergerakan seringkali dihadapkan pada tekanan eksternal, baik secara sosial maupun politik.
- Konsistensi Ideologis
Mahasiswa yang memilih terlibat dalam gerakan kerakyatan harus memiliki landasan ideologis yang jelas, sehingga mampu mempertahankan komitmen di tengah dinamika kampus.
Dimensi Akademis dari Aktivisme Mahasiswa
Aktivisme mahasiswa bukanlah antitesis dari akademisi. Sebaliknya, aktivisme yang berlandaskan kajian ilmiah justru memperkaya kualitas intelektual. Dalam kerangka ini, pergerakan mahasiswa Universitas Gorontalo memposisikan diri sebagai agen perubahan sosial (agent of social change) yang beroperasi melalui:
- Produksi Pengetahuan: melakukan riset, diskusi, dan publikasi terkait isu-isu strategis.
- Advokasi Berbasis Data: membangun argumen kebijakan dengan dukungan data empiris.
Partisipasi Demokratis: terlibat aktif dalam proses pengambilan keputusan publik.
Dengan demikian, keterlibatan mahasiswa dalam BEM kerakyatan tidak hanya memperluas wawasan politik, tetapi juga mengasah kemampuan analisis, komunikasi publik, dan kepemimpinan.