Mohon tunggu...
narablog
narablog Mohon Tunggu... opini | mahasiswa

dikelola oleh harun alulu

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Makan Bergizi Gratis: Mengapa Pengusaha Lokal Harus Menjadi Bagian dari Solusi?

17 Maret 2025   21:08 Diperbarui: 17 Maret 2025   21:08 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
harun alulu | koordinator BEM Nusantara wilayah Gorontalo (sumber: istimewa)

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) telah menjadi agenda nasional dengan tujuan mulia: memastikan anak-anak Indonesia mendapatkan asupan gizi yang layak. Namun, seperti banyak kebijakan besar lainnya, eksekusinya masih menyisakan banyak celah. Kita melihat berbagai masalah di lapangan---dari ketidaksiapan distribusi, buruknya koordinasi antarinstansi, hingga pemilihan vendor yang kurang transparan dan tidak berbasis kearifan lokal.

Kegagalan dalam perencanaan ini seharusnya menjadi alarm bagi kita semua, terutama bagi pemerintah yang menggagas program ini. MBG bukan hanya tentang membagikan makanan, tetapi tentang bagaimana program ini bisa berjalan secara efektif, efisien, dan berkelanjutan. Dan di sinilah peran pengusaha lokal menjadi kunci utama.

Mengapa Pengusaha Lokal?

Pemerintah perlu mengubah cara pandangnya terhadap kebijakan ini. Alih-alih bergantung pada perusahaan besar atau jaringan distribusi yang terkadang tidak memahami kondisi di lapangan, keterlibatan pengusaha lokal sebagai pihak ketiga harus menjadi prioritas utama. Ada beberapa alasan mendasar mengapa pengusaha lokal adalah solusi terbaik untuk MBG:

1. Ketahanan Ekonomi Daerah

Saat ini, banyak usaha kecil dan menengah yang masih berjuang untuk bertahan. Jika MBG melibatkan mereka, maka program ini bukan hanya tentang memenuhi kebutuhan gizi anak-anak, tetapi juga menjadi stimulus bagi perekonomian lokal. Bayangkan jika katering kecil, warung makan, atau UMKM pangan di setiap daerah diberikan kesempatan untuk memasok makanan bergizi. Ini akan menciptakan siklus ekonomi yang sehat, di mana uang berputar di dalam komunitas dan memberikan manfaat langsung bagi masyarakat sekitar.

2. Efektivitas dan Efisiensi Distribusi

Pengusaha lokal memahami kondisi daerahnya lebih baik daripada vendor besar yang sering kali beroperasi secara sentralistik. Mereka tahu bahan baku terbaik yang tersedia, cara mendapatkan pasokan dengan harga lebih kompetitif, serta bagaimana mendistribusikan makanan dengan cara yang lebih efisien. Ini berbeda dengan sistem saat ini yang sering kali tersendat karena rantai distribusi yang panjang dan birokrasi yang berbelit.

3. Jaminan Kualitas dan Kearifan Lokal

Salah satu kritik terbesar terhadap MBG adalah standar makanan yang cenderung seragam dan tidak mempertimbangkan kebutuhan gizi berdasarkan kearifan lokal. Dengan melibatkan pengusaha lokal, makanan yang disediakan bisa lebih sesuai dengan budaya makan masyarakat setempat, lebih segar, dan memiliki cita rasa yang lebih akrab bagi anak-anak penerima manfaat. Ini bukan hanya soal gizi, tetapi juga soal kenyamanan dan keberterimaan program di masyarakat.

4. Transparansi dan Akuntabilitas

Selama ini, program-program bantuan sosial sering kali dikendalikan oleh jaringan vendor besar yang kurang transparan. Dengan melibatkan pengusaha lokal, kontrol terhadap penggunaan dana bisa lebih jelas. Masyarakat dapat lebih mudah mengawasi jalannya program karena para penyedia makanan adalah bagian dari komunitas mereka sendiri. Jika ada masalah, solusinya bisa dicari dengan cepat tanpa harus menunggu instruksi dari pusat.

Tantangan dan Cara Mengatasinya

Tentu, melibatkan pengusaha lokal bukan tanpa tantangan. Beberapa kendala yang mungkin muncul antara lain standar mutu yang bervariasi, kapasitas produksi yang terbatas, serta kebutuhan akan sistem pengawasan yang lebih ketat. Namun, semua ini bisa diatasi dengan langkah-langkah berikut:

1. Pelatihan dan Pendampingan: Pemerintah bisa memberikan pelatihan bagi pengusaha lokal mengenai standar gizi, kebersihan, dan efisiensi produksi agar mereka dapat memenuhi kebutuhan program dengan baik.

2. Kemitraan dengan Koperasi atau Asosiasi UMKM: Jika satu usaha kecil tidak mampu memenuhi permintaan dalam skala besar, maka mereka bisa berkolaborasi dalam bentuk koperasi atau konsorsium untuk memastikan pasokan tetap stabil.

3. Pengawasan Berbasis Masyarakat: Masyarakat bisa dilibatkan sebagai pengawas agar kualitas makanan tetap terjaga dan tidak ada praktik kecurangan dalam pelaksanaannya.

Saatnya Berubah: Dari Sentralistik ke Desentralisasi Ekonomi

Jika MBG ingin sukses, maka pemerintah harus meninggalkan pola pikir lama yang selalu mengandalkan sistem terpusat. Saatnya membuka ruang bagi pengusaha lokal untuk menjadi bagian dari solusi, bukan hanya sebagai pelengkap. Ini bukan sekadar tentang efisiensi program, tetapi juga tentang bagaimana kebijakan ini bisa memberikan dampak jangka panjang bagi ekonomi daerah dan kesejahteraan masyarakat.

Dengan melibatkan pengusaha lokal, MBG tidak hanya menjadi program bantuan sosial, tetapi juga menjadi gerakan pemberdayaan ekonomi yang menyeluruh. Jika kita ingin memastikan keberlanjutan program ini, maka saatnya beralih dari sistem yang kaku dan birokratis ke sistem yang lebih fleksibel, adil, dan memberdayakan.

Kita tidak bisa lagi hanya berbicara tentang membantu anak-anak mendapatkan makanan bergizi, tanpa sekaligus berbicara tentang siapa yang memproduksi makanan itu. Jika MBG ingin menjadi program yang benar-benar berdampak, maka jawaban utamanya ada di tangan mereka yang selama ini telah bekerja keras membangun ekonomi lokal: pengusaha kecil dan UMKM.

Pemerintah harus berani mengambil langkah besar ini bukan hanya demi keberhasilan program, tetapi demi masa depan ekonomi daerah yang lebih kuat dan mandiri.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun