Baru-baru ini tersiar kabar mengenai tindakan represif yang telah dilakukan oleh salah satu oknum Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Sumenep dalam mengawal aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh FAMS. Seperti yang dilansir dari berita media online.
Beritajatim.com - Aksi unjuk rasa sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Front Aksi Mahasiswa Sumenep (FAMS) di depan Kantor Bupati setempat, berakhir ricuh.
Terjadi aksi saling dorong dan saling jotos antara mahasiswa dengan Satpol PP dan Polisi yang mengamankan demo. Versi mahasiswa, ada oknum Satpol PP yang memukul peserta demo hingga terluka.
"Saya juga kena pukul anggota Satpol PP hingga bibir saya berdarah. Belum lagi teman-teman yang lain, juga ada yang kena pukul," kata Korlap Aksi, Junaidi, Rabu (27/02/2019).
Kericuhan berawal ketika mahasiswa merasa jengkel karena sudah satu jam lebih berorasi, tidak ada satupun pejabat yang menemui. Mahasiswa menginginkan Bupati atau Wakil Bupati Sumenep yang keluar menemui mereka.(red).
Masih seperti yang dilansir oleh media Beritajatim.com Aksi demo FAMS itu dalam rangka mengkritisi kepemimpinan Bupati dan Wakil Bupati Sumenep. A. Busyro Karim -- Achmad Fauzi. Serta dalam orasinya tersebut mereka menyuarakan masa kepemimpinan Bupati -- Wabup yang dianggap gagal. Sembilan program unggulan yang digembar-gemborkan di awal, dinilai hanya sebatas janji. Termasuk program mencetak 5.000 wirausaha muda yang dianggap tidak berdampak meningkatkan ekonomi masyarakat.(red)
Melalui Kabid Hukum & HAM Thoriq As-Syamsi Darmawan melalui sambungan akun Whats Appnya, Ia mengungkapkan kekecewaannya terhadap aksi brutal yang dilakukan oleh salah satu anggota oknum Satpol PP tersebut yang dinilai tidak mencerminkan etika dan norma hukum bagi warga negara yang menggunakan kebebasan berpendapatnya yang baik.
"Setiap bangsa dan negara Indonesia perlu bersama-sama untuk menentang segala bentuk tindakan kekeraasan yang menghalangi proses kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum. Kebebasan berpikir, berpendapat dan berekspresi. Negara wajib memenuhi dan melindunginya. Terlepas dari pembahasan substansi tuntutan, kritik dan perbedaan pendapat harus dihargai dan dihormati". (Red).
Ia juga menambahkan terkait perlunya pemerintah hadir dalam rangka menjamin, dan memberikan keamanan bagi setiap warga negaranya dalam melakukan kebabasan berpendapat dimuka umum.
"Sesuai dengan UU/9/1998 Tentang Kemerdekaan menyampaikan Pendapat Di Muka Umum, pasal 1 ayat 1 dan 3 sudah jelas disana mengatur tentang kebebasan masyarakat dalam berpendapat di buka umum. Serta pasal 7 poin (a) disana juga sudah jelas mengatakan bahwa aparatur pemerintah berkewajiban untuk melindungi hak asasi manusia". (Tambahnya).