Solidaritas Palsu? Politik Dua Muka Dunia Islam terhadap Palestina
Oleh Ronald Sumual Pasir
Setiap kali Gaza dibombardir atau Rafah dibakar, suara lantang dari dunia Islam langsung menggema:
"Israel kejam!"
"Dukung Palestina!"
"Bebaskan Masjidil Aqsa!"
Namun, di balik mikrofon dan kamera, ada fakta yang tak bisa disembunyikan: negara-negara Muslim---termasuk Turki, Arab Saudi, Uni Emirat Arab---masih menjalin hubungan erat dengan Israel. Baik dalam perdagangan, diplomasi, bahkan keamanan.
Retorikanya melawan Zionisme, tapi praktiknya malah memperkuat mesin perang Zionis.
Apakah ini bentuk solidaritas? Atau justru pengkhianatan halus yang dibungkus kepura-puraan?
Ketika Kata-Kata Tidak Sejalan dengan Tindakan
Ambil contoh Presiden Turki, Recep Tayyip Erdoan.
Ia dikenal sebagai orator ulung pembela Palestina. Di berbagai forum internasional, ia mengutuk Israel habis-habisan. Ia bahkan menyebut tindakan Israel sebagai "terorisme negara".
Namun data tidak bisa berbohong.
Menurut laporan Middle East Eye (2023), nilai perdagangan Turki-Israel justru meningkat selama agresi di Gaza, mencapai lebih dari USD 8 miliar per tahun. Pelabuhan Turki seperti Mersin diduga menjadi titik transit logistik penting menuju Israel, bahkan saat bom-bom jatuh di Rafah.
Lalu, di mana letak keberpihakannya?
Politik Dua Muka: Satu Wajah untuk Publik, Satu Lagi untuk Pasar
Turki bukan satu-satunya. Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Mesir juga memainkan politik dua muka ini:
*Arab Saudi mengecam serangan Israel, namun tetap menjadi mitra strategis AS dan mendukung normalisasi hubungan lewat mediasi rahasia.
*UEA dan Bahrain menandatangani Abraham Accords, membuka kedutaan di Tel Aviv, bahkan menjalin kerja sama keamanan dan teknologi dengan Israel.
*Mesir menjaga perbatasan Rafah, tapi juga sering memblokir pengungsi Palestina dan memediasi bukan untuk keadilan, tapi stabilitas.