Mohon tunggu...
Ronald Pasir
Ronald Pasir Mohon Tunggu... Economist, Stock trader, financial adviser, freelance writer

Hobi Mancing dilaut, menyukai humor, open minded, peniti jalan kehidupan. Suka menulis, percaya bahwa kata-kata bisa menjadi senjata nurani. Menulis bukan untuk menjadi populer, tapi untuk membela yang tertindas dan menggugah yang terlena. Diam di tengah ketidakadilan adalah bentuk pengkhianatan terhadap kemanusiaan.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Muhabalah: Jalur Langit Ketika Asa Semakin Pupus.

22 Juni 2025   08:56 Diperbarui: 22 Juni 2025   09:04 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Jika kita menangis menatap dokumen sumpah itu, berarti kita sadar:
Indonesia butuh restorasi moral dan hukum.
Indonesia butuh perlindungan terhadap fakta yang terkubur.
Dan yang paling penting: Indonesia tidak boleh dijejali gagasan bahwa peristiwa mubahalah tanpa pengecualian adalah alarm paling murni dari nurani yang nyaris mati.

Akhir Kata:

Mubahalah---walau tampak menjadi sumpah kutukan dramatis---adalah seruan paling jujur dan agung dari mereka yang sudah tidak punya tujuan lagi kecuali Tuhan, bicara, dan kebenaran.

Inilah titik nadir dari sebuah bangsa: dimana keadilan manusia telah gagal, dan doa suara rakyat menjadi saksi yang tak bisa dibungkam lagi.

Jika kita ingin menjaga kejayaan hukum, maka terlebih dahulu kita harus menjaga nurani yang rela dipertaruhkan---sebelum sumpah semacam itu menjadi satu-satunya bahasa yang bisa membela kebenaran.

——-
Renungan:

“Saat hukum berubah jadi sandiwara, mubahalah jadi jeritan nurani melawan kekuasaan yang bungkam fakta.”

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun