Mohon tunggu...
Rasawulan Sari Widuri
Rasawulan Sari Widuri Mohon Tunggu... Wiraswasta - Senang berbagi hal yang menarik dengan orang lain

Jakarta, I am really lovin it !

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Mengenang Kejayaan Koran Cetak, Sulit Didapatkan namun Nikmat Dibaca

22 Juni 2020   00:50 Diperbarui: 22 Juni 2020   06:42 502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi koran cetak (Sumber: www. godiscover.co.id)

Saya diperkenalkan dengan koran cetak sejak kelas 1 SD oleh ayah saya. Beliau memang mantan wartawan yang menghabiskan hari tuanya di kota kecil.

Jiwa jurnalisnya masih tetap ada sehingga berimbas pada kecintaannya untuk mengkoleksi koran dan majalah cetak. Untuk koran Kompas sendiri sudah telah dapat dibeli di kota tempat tinggal kami, Kuningan.

Namun untuk beberapa majalah cetak, biasanya kami harus memesan terlebih dahulu kepada agen koran langganan dikarenakan kurangnya peminat di kota kami. Bahkan jika tidak dapat dibeli, beliau menyempatkan untuk pergi ke kota Cirebon yang lebih besar dan mempunyai koleksi majalah cetak lebih komplit.

Pada hari Senin sampai dengan Jumat, koran cetak dapat dengan berbagai cara, mulai dari dengan mudahnya kami beli di kios koran depan komplek ataupun pernah beberapa kali kami mempunyai loper koran langganan.

Cara bayar keduanya tentu berbeda, jika beli ke kios koran tentunya harus membayar secara cash. Namun jika membeli pada loper koran biasanya bisa dibayar sekaligus, rentang waktu satu bulanan.

Hal yang jadi masalah adalah koran cetak hari Minggu. Kios koran tutup setiap hari Minggu dan loper koran pun mengambil jatah libur di hari Minggu.


Padahal biasanya koran cetak edisi minggu ini isinya lebih variatif dan banyak artikel yang menarik untuk dibaca. Salah satunya saya menunggu kartun "Beny & Mice" serta cerpen pada koran Kompas Minggu.

Bagi ayah saya, karena hobinya untuk membuat kliping koran, maka koran cetak di hari Minggu pun harus dibeli. Bagaimanapun caranya.

Akhirnya sejak SMP, saya mempunyai tugas untuk membeli koran cetak Minggu di agen koran paling besar di kota kami. Agen koran "Mang Akam" namanya.

Saat itu agen koran ini sangatlah terkenal di kota kami, lokasinya ada di tengah kota. Sehingga dari rumah, saya perlu naik angkutan umum untuk ke sana.

Agen koran ini adalah pusat dari kios koran kecil seperti yang ada di depan kompleks rumah saya. Ini adalah usaha turun temurun. Dimiliki oleh beberapa generasi dan pada saat saya mulai membeli koran sudah masuk ke generasi ke-4. Karena hampir setiap minggu saya datang untuk membeli Koran Kompas, akhirnya penjaga agen koran ini mengenal saya dengan baik.

Sapaannya selalu "Koran Kompas kan, Neng? ", itu yang diucapkan pada saat saya melongokkan kepala di pintu masuk. Tidak jarang jika terdapat keterlambatan kedatangan koran Kompas, saya gunakan untuk membaca majalah Gadis terbaru yang dipinjamkan oleh penjaganya. Tepat ketika koran datang, maka usai juga kegiatan membaca majalah gratis ini.

Hal yang saya ingat adalah ada beberapa waktu dimana Koran Kompas ini tidak bisa saya dapatkan. Bukan hanya edisi minggu namun juga edisi di hari biasa.

Biasanya hal ini jika terdapat kejadian luar biasa yang akhirnya Koran Kompas telah habis diserbu pembaca. Kami yang tinggal di kota kecil kehabisan jatah untuk didistribusikan.

Kejadian luar biasa kala itu memang hanya bisa dibaca melalui koran cetak. Walaupun terbatas hanya sampai kejadian di tengah malam. Melebih waktu itu, maka berita akan diterbitkan pada hari selanjutnya.

Hal yang paling seru tentu pada saat perhelatan akbar Piala Dunia atau Eropa. Karena waktu final biasanya menjelang subuh, otomatis berita dalam koran cetak akan terbit satu hari sesudahnya.

Zaman sekarang hal ini mungkin dianggap basi. Namun pada masa itu, walaupun terbit satu hari sesudahnya, koran cetak tetap ditunggu. Menunggu headline yang sudah kita prediksi.

Demi mendapatkan edisi ini tidak jarang ayah saya meminta secara khusus untuk dibelikan kepada agen "Mang Akam". Harganya menjadi lebih mahal pun tidak menjadi masalah.

Kejadian lain yang bisa menyebabkan kami kehabisan koran cetak adalah pada saat menjelang hari raya Idul Fitri. Kondisi jalan yang macet, membuat koran tidak bisa datang tepat waktu. Agar tidak sia-sia, biasanya kami menelpon agen koran mengenai ketersediaan koran. Jika sudah datang barulah saya pergi untuk membelinya.

Bahkan dikarenakan banyak peminatnya biasanya terdapat sistem siapa cepat dia dapat. Sehingga menelpon untuk memesan koran adalah salah satu cara agar koran tidak dijual kepada orang lain.

Beberapa waktu dikarenakan distribusi yang terganggu oleh situasi mudik, koran cetak bisa datang malam hari. Dan ini artinya kami membaca koran satu hari sesudahnya.

Basi? Jika dipikirkan sekarang mungkin iya. Tapi ya kondisinya memang seperti itu.

Era sekarang memang sudah berbeda. Digitalisasi memang membuat kita dapat mengakses berita dengan sangat cepat, tidak perlu menunggu waktu yang lama.

Koran cetak pun peminatnya sudah sangat sedikit. Orang beralih ke koran digital yang begitu mudah untuk diakses. Jika pun masih ada peminatnya mungkin hanya segelintir orang. Termasuk mendiang ayah saya jika beliau masih hidup.

Hal yang saya pikirkan saat ini adalah bahwa koran digital memang mudah diakses namun rasanya membaca koran cetak menciptakan esensi tersendiri.

Esensi mencium kertas koran yang khas dan juga esensi bagaimana cara mendapatkannya tidak dapat digambarkan dengan kata-kata. Dengan semakin banyaknya koran atau majalah cetak yang mulai berhenti produksi, esensi ini mungkin akan hilang juga. Bahkan hilangnya koran cetak membuat kecintaan ayah saya untuk membuat kliping tidak bisa dilakukan.

Perkembangan zaman memang membuat banyak perubahan termasuk berakhirnya kejayaan koran cetak tempo dulu. Tidak akan ada lagi cerita tentang begitu sulitnya mendapatkan koran cetak namun sebanding dengan nikmatnya membaca lembaran demi lembaran.

-RSW/DPK/21062020-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun