Mohon tunggu...
BANYU BIRU
BANYU BIRU Mohon Tunggu... Guru - Guru | Pecandu Fiksi

Orang yang benar-benar bisa merendahkanmu adalah dirimu sendiri. Fokus pada apa yang kamu mulai. Jangan berhenti, selesaikan pertandinganmu.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tabungan Akhirat

17 Oktober 2022   13:52 Diperbarui: 17 Oktober 2022   14:13 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kau dan Bonar akhirnya berangkat. Menembus tirai-tirai hujan yang kian deras. Kau berlindung pada punggung Bonar. Kau merasa benar-benar sedang melayang. Kau meminta Bonar untuk berhenti dahulu. Pintamu tidak digubris. Sepanjang jalan tidak ada lagi usaha untuk kau berbicara.

"Kita berhenti?" tanya Bonar.

"Itu yang kubilang sejak tadi," tanggapmu.

Kau dan Bonar akhirnya berhenti. Berteduh di sebuah gubuk kecil yang mungkin sudah lama tidak digunakan lagi. Gubuk itu sudah reot dan lebih elok jika dibongkar saja. Namun, mungkin tidak sepenuhnya benar. Gubuk itu masih bisa memberi manfaat, untuk orang-orang yang terjebak cuaca tak bersahabat.

Pada sebuah dinding papan yang sudah rapuh dimakan rayap, menempel sebuah poster yang juga mulai memudar, hurufnya tak jelas lagi tetapi kau masih bisa mengusahakannya. Ditulis dengan ukuran huruf yang lebih besar, kemudian ada huruf arab yang tidak bisa kau baca. "Tabungan akhirat." Kau bergumam. Orang kalau sudah berbicara akhirat kebanyakan berpikir kematian lalu diperhadapkan pada gerbang neraka atau gerbang surga. Dua kata itu jelas bukan kata yang sembarangan. Buktinya kau mendadak diam, bahkan ocehan Bonar tak kau tanggapi yang menyalahkan hujan atas mundurnya perencanaan.

"Bon, kau sudah siap mati, belum?" tanyamu tiba-tiba. Bonar agaknya cukup terkejut dengan pertanyaan itu. Ia juga melihat ke arah dinding yang masih kau pandangi. Kemudian dibetulkannya posisinya tetapi tetap tidak berkomentar. Bonar bukan jenis orang yang bisa diajak membahas hal serius apalagi tentang dunia akhirat.

Kau tak mendesak Bonar untuk memberi jawaban karena yang sebenarnya, kau menanyakan hal yang sama pada dirimu. Itu yang membuatmu kembali ke posisi duduk dengan wajah lesu.

"Tabungan akhirat itu buat apa?"

"Buat nyuaplah." Kali ini Bonar buka suara dengan bersemangat.

"Memang bisa?"

"Mungkin."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun