Mohon tunggu...
Raniah Oktariza Imani
Raniah Oktariza Imani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menjelajahi Dinamika Perkembangan Kognitif dan Sosioemosional pada Anak Usia Pertengahan dan Akhir

23 November 2023   21:40 Diperbarui: 23 November 2023   21:47 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://id.pngtree.com/

Perkembangan kognitif, termasuk pada anak, melibatkan proses membaca, belajar, berpikir, menalar, memecahkan masalah, dan mengingat. Kemampuan tersebut didukung oleh kemampuan otak dalam mengolah dan mengolah informasi yang baru diterima. Atas dasar inilah keterampilan kognitif tidak dapat dianggap sepele. Fungsi kognitif juga berkembang sejak kecil seiring dengan proses pertumbuhan dan perkembangan fisik hingga dewasa. Perkembangan kognitif setiap anak dapat bervariasi, tergantung pada bagaimana dan seberapa baik mereka memproses informasi yang diperoleh.

      Sudut pandang kognitif mengemukakan bahwa anak usia 6 tahun telah mencapai tingkat perkembangan yang memungkinkan mereka memahami pengertian moralitas. Selain itu, kelompok usia ini menunjukkan tingkat ketegasan yang luar biasa, terbukti dengan kesediaan mereka untuk menunjukkan kesalahan langkah temannya. Selain itu, rasa ingin tahu mereka terhadap lingkungan tampaknya semakin meningkat seiring berjalannya waktu. Pada usia 6 tahun, anak-anak memiliki sejumlah besar kemampuan kognitif, yang meliputi:

  • Anak-anak mahir mengartikulasikan usia mereka.
  • Anak mampu mengurutkan angka minimal 10, dicontohkan dengan penambahan 10 mainan.
  • Anak-anak memperoleh keterampilan menulis dengan mahir dan akurat. Anak-anak memulai pemahaman konsep temporal, seperti menafsirkan jam.
  • Anak sedang dalam proses penguasaan artikulasi emosinya melalui sarana linguistik.

Tak jauh berbeda dengan usia sebelumnya, pada usia 7 tahun perkembangan kognitif anak juga terus mengalami rasa ingin tahu terhadap lingkungan dan dunia di sekitarnya. Oleh karena itu, sebagai orang tua, Anda mungkin sering mendapatkan pertanyaan dari anak mengenai hal-hal yang baru ia temui. Anak juga akan bangga menceritakan apa yang mereka ketahui atau dapatkan, misalnya dari sekolah atau kursus. Intinya, anak-anak merasa sangat penasaran dan haus terhadap berbagai informasi yang masih baru bagi mereka. Selain itu, kemampuan anak dalam berhitung dan membaca juga masih terus berkembang. Misalnya saja perkembangan anak usia 7 tahun berkaitan dengan meningkatnya kemampuan anak dalam mengenal kata dan memecahkan masalah sederhana. Anak-anak biasanya juga mulai belajar menyelesaikan soal matematika pada tingkat yang lebih sulit, seperti pecahan, meskipun mereka tetap perlu terus berlatih.

Pada usia delapan tahun, kemampuan kognitif anak biasanya dipengaruhi oleh emosi mereka dengan tingkat yang berbeda-beda. Fenomena ini terlihat ketika anak mengalami kesulitan dalam mempertahankan fokus saat mengalami rasa khawatir atau marah. Selain itu, menarik untuk dicatat bahwa anak-anak pada usia ini umumnya memiliki pemahaman yang relatif baik tentang perubahan temporal. Oleh karena itu, ketika diberikan pernyataan seperti "Sepuluh hari lagi, kakakmu akan berulang tahun", anak tersebut mampu memperkirakan sisa durasi hingga ulang tahunnya sendiri. Kapasitas kognitif ini sebenarnya terbentuk pada tahap awal perkembangan, namun semakin disempurnakan saat anak mencapai usia delapan tahun. Terlebih lagi, bahkan pada tahap ini, anak-anak menunjukkan pemahaman tentang konsep uang, yang mencakup makna literal dan kegunaan praktisnya. Meski terkadang rawan salah perhitungan, anak sudah memiliki pemahaman bahwa perolehan uang diperlukan untuk membeli suatu barang.

Perkembangan kognitif anak usia 9 tahun biasanya menunjukkan kemampuan mahir untuk berkolaborasi secara efektif dalam lingkungan kelompok sekolah. Selain itu, pada usia 9 tahun, anak-anak menunjukkan minat yang besar dalam memperoleh pengetahuan dan terlibat dalam upaya pemecahan masalah hingga mereka mencapai penguasaan. Karena pengenalan mereka pada pecahan matematika dan bentuk geometris, anak-anak usia 9 tahun sering menghadapi tantangan ketika dihadapkan pada soal berhitung, karena soal-soal tersebut cenderung tampak rumit. Penyelesaian perhitungan, bahasa, dan masalah konseptual lainnya memerlukan penyempurnaan kemampuan berpikir logis anak. Namun demikian, melalui latihan dan pembelajaran yang terus-menerus, anak-anak pada akhirnya akan memperoleh keterampilan yang diperlukan untuk menyelesaikan soal pecahan matematika dengan mahir. Selain itu, anak-anak juga memperoleh pemahaman tentang besaran sudut dan teknik pengukuran yang sesuai.

Menurut Piaget, perkembangan kognitif anak usia prasekolah ditandai dengan pemikiran praoperasional. Jenis pemikiran ini melibatkan pembentukan konsep yang kaku, penalaran mental, penekanan pada sikap egosentris, dan pembentukan sistem kepercayaan magis. Kemampuan kognitif selama tahun-tahun prasekolah bersifat dasar dan kurang terorganisir. Piaget mengemukakan bahwa pemikiran operasional konkrit baru muncul pada usia 7 tahun. Namun, ada kemungkinan Piaget meremehkan kemampuan kognitif anak prasekolah. Misalnya, Rochel Gelman melakukan eksperimen pada pemahaman konsep bilangan dan menunjukkan bahwa beberapa anak prasekolah menunjukkan konservasi, yaitu keterampilan yang berhubungan dengan pemikiran operasional konkrit.

Piaget mengemukakan bahwa pembelajaran kognitif berlangsung dalam empat tahap berbeda. Setiap tahap dikaitkan dengan rentang usia tertentu dan ditandai dengan cara berpikir yang berbeda. Menurut Piaget, peningkatan informasi tidak menghambat perkembangan pikiran anak; Sebaliknya, hal ini meningkatkan kemampuan kognitif mereka. Namun, sifat dan kualitas kemajuan menunjukkan variasi antar individu. Piaget menggambarkan tahapannya sebagai berikut: sensorimotor, praoperasional, operasional konkrit, dan operasional formal. Tahap operasional konkrit, mencakup periode sekitar usia tujuh hingga sebelas tahun, mewakili tahap ketiga perkembangan kognitif Piaget. Pada tahap ini, anak-anak memperoleh kemampuan untuk terlibat dalam penalaran logis, menggantikan ketergantungan mereka sebelumnya pada pemikiran intuitif.

Berpikir pada tahap ini menjadi lebih fokus ke dalam, menggunakan contoh-contoh spesifik atau konkrit. Misalnya, pemikir pada tahap operasional konkrit tidak mampu membayangkan langkah-langkah yang diperlukan untuk menyelesaikan persamaan aljabar, karena penalaran abstrak tersebut berada di luar kapasitas perkembangan mereka saat ini. Pada tahap operasional ini, pemahaman hanya terbatas pada objek konkrit. Oleh karena itu, penyajian dan penyajian informasi secara konkrit dianggap tepat dan dapat dipahami pada tahap ini. Sebaliknya, pemikiran abstrak tetap tidak dapat diakses karena melampaui kemampuan kognitif individu pada tahap perkembangan ini.

Emosi mewakili suatu bentuk perkembangan yang memiliki arti yang sama dengan bentuk perkembangan lainnya, seperti pertumbuhan fisik dan kognitif. Emosi mencakup lebih dari sekedar pengalaman marah; melainkan mencakup serangkaian perasaan yang dialami seorang anak sebagai respons terhadap tindakan atau pengalamannya. Dalam bahasa sehari-hari, emosi biasa disebut dengan perasaan. Misalnya, seorang anak mungkin saat ini merasakan kebahagiaan karena meraih nilai tinggi dalam suatu mata pelajaran tertentu di sekolah. Sebaliknya, anak lain mungkin mengungkapkan rasa takutnya sehubungan dengan mengikuti tes. Baik kebahagiaan maupun ketakutan berhubungan dengan perasaan, meskipun dengan konotasi yang berbeda. Meskipun kebahagiaan merupakan perasaan, ketakutan bermanifestasi sebagai emosi.

Anak sekolah dasar menempati tahap masa kanak-kanak awal, menengah hingga puncaknya. Mereka secara aktif terlibat dalam proses berkelanjutan untuk memperoleh keterampilan mengatur emosi mereka. Usia anak yang masih muda tidak boleh disalahartikan sebagai indikator tidak adanya kecerdasan emosional, melainkan menggarisbawahi fakta bahwa anak-anak memerlukan dukungan dan bimbingan dari individu dan lingkungan yang memiliki pemahaman tulus tentang cara menavigasi dan mengatur secara efektif emosi.

Emosi dapat mempengaruhi penyesuaian sosial dan pribadi anak. Dampak ini bisa  berdampak positif maupun negatif bagi anak. Efek positif dari emosi adalah dapat digunakan sebagai bentuk komunikasi. Kita bisa mengenali emosi dan  pikiran anak hanya dengan melihat ekspresi wajah, bahasa tubuh,  dan suaranya. (Komunikasi Nonverbal). Memahami bahasa tubuh memungkinkan kita  memahami  pikiran, pikiran, tindakan, dan emosi anak. Bahasa tubuh yang dapat diamati meliputi  ekspresi wajah, pernapasan, rentang gerak, serta gerakan tangan dan lengan.

Dampak negatif emosi adalah mempengaruhi kinerja motorik dan aktivitas mental. Terlalu sering mengalami rasa takut dapat mengikis rasa percaya diri anak. Hal ini akan mengganggu aspek pembangunan lainnya.Emosi yang kuat dapat mempengaruhi kemampuan motorik anak. Anak yang terlalu gugup akan banyak melakukan gerakan-gerakan yang tidak terarah, sehingga dapat mengganggu kemampuan motorik anak bila hal ini terus menerus dilakukan. Emosi tidak hanya berdampak pada diri anak secara pribadi, namun juga dapat berdampak pada lingkungan sosial anak. Emosi dapat digunakan sebagai sumber evaluasi diri dan sosial.

Cara anak menangani emosinya sangat memengaruhi cara orang dewasa memperlakukannya, dan ini menjadi dasar evaluasi diri anak. Emosi dapat mempengaruhi pandangan hidup anak-anaknya. Peran anak dalam kegiatan sosial seperti:

  • Keluarga, sekolah, dan masyarakat sangat dipengaruhi oleh perkembangan emosi.
  • Kepercayaan diri, keamanan, atau ketakutan.

Tahap perkembangan emosi dimulai pada usia 6 tahun, anak-anak memahami konsep emosi yang lebih kompleks, seperti cemburu, bangga, sedih, dan kehilangan. Namun, anak masih  kesulitan  menafsirkan emosi orang lain. Pada tahap ini, anak membutuhkan pengalaman dalam pengaturan emosi, termasuk kemampuan mengendalikan dan  mengarahkan ekspresi emosi, menjaga perilaku  terorganisir ketika emosi kuat muncul, dan  dibimbing oleh pengalaman emosional.

Pada saat anak berumur 7 atau 8 tahun, perkembangan emosi mengarah pada internalisasi perasaan malu dan bangga. Anak mampu mengungkapkan secara verbal konflik emosional yang dialaminya. Seiring bertambahnya usia anak-anak, mereka menjadi lebih sadar akan emosi mereka sendiri dan emosi orang lain. Mereka mulai belajar memahami emosi orang-orang di sekitar mereka. anak usia 9-10 tahun. Anak mampu mengatur ekspresi emosi dalam situasi sosial, dan dapat merespon tekanan emosional yang dialami orang lain. Selain itu, anak mampu mengendalikan emosi negatif seperti rasa takut dan sedih.

Anak-anak mempelajari apa yang membuat mereka sedih, marah, atau takut dan belajar bagaimana beradaptasi untuk mengelola emosi tersebut. Pada tahap ini, anak belajar meredam  emosi negatif yang muncul dan kemudian mencari cara untuk menenangkan emosi tersebut. Antara usia 11 dan 12 tahun, anak-anak memiliki pemahaman yang lebih dalam tentang benar dan salah, norma, aturan, dan nilai yang berlaku di lingkungannya, dan mereka menjadi lebih fleksibel dan tidak terlalu kaku dibandingkan pada masa kanak-kanak awal. Mereka mulai memahami bahwa penilaian dan aturan tentang apa yang benar dan salah dapat berubah tergantung pada situasi atau konteks di mana perilaku tersebut terjadi. Nuansa emosi mereka pun semakin beragam (Labudisari & Sriastria, 2018).

Sumber Refrensi :

Ismail, I. (2019). Perkembangan Kognitif Pada Masa Pertengahan Dan Akhir Anak-Anak. Jurnal Pendidikan Dasar Dan Keguruan, 4(1), 15--22. https://doi.org/10.47435/jpdk.v4i1.90

Karinta Ariani Setiaputri. (2022). Memahami Tahap Demi Tahap Perkembangan Kognitif Anak Usia 6-9 Tahun. Hellosehat.Com. https://hellosehat.com/parenting/anak-6-sampai-9-tahun/perkembangan-anak/perkembangan-kognitif-anak/

Labudisari, E., & Sriastria, W. (2018). PERKEMBANGAN EMOSI PADA ANAK SEKOLAH DASAR. Perkembangan Emosi Pada Anak Sekolah Dasar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun