Masih rindu untuk saya bahas mengapa menulis itu pada hakikatnya bebas, namun sebenarnya terbatas.
Banyak penulis beranggapan atau menulis status seperti ini di media sosial,
"Menulis itu bebas, suka-sukanya kita aja. Dunia udah susah, udah sulit, jangan dibuat lebih rumit lagi!"
"Menulis sesuai imajinasi dan halusinasiku aja, mau baca mau enggak ya terserah!"
"Menulis ya nulis aja, gak usah dipusingkan, yang penting jadi duit!"
Setujukah Anda dengan semua pendapat di atas?
Menurut opini saya, menulis adalah metode komunikasi yang unik. Sering saya bahas jika menulis itu 'abadi' entah dalam bentuk tinta maupun dalam bentuk digital. Walaupun bisa saja dihapus, tapi sudah tersuratkan, sudah pernah tertera dan abadi dalam benak penulis. Apalagi yang kemudian diluncurkan ke publik. Akan menjadi komunikasi dua arah atau dialog antara Anda dan pembaca yang mungkin tidak Anda kenal secara pribadi.
Tulisan hanya satu arah? Bisa, kok. Jika tidak mau tulisan kita dibaca orang, tuliskan saja dalam diari terkunci, lalu jangan lupa disimpan baik-baik. Atau selesai ditulis, robek-robek dan buang ke dalam api. Kita-kira intinya begitu.
Karena tulisan adalah komunikasi dua arah, kita hendaknya lebih peduli pada apa yang kita tuliskan.
1. Tulisan kita bisa berdampak besar, bukan hanya hiburan belaka walaupun hanya fiksi.
2. Tulisan kita mungkin bebas pada saat ditulis, akan tetapi pada akhirnya ada batasan-batasan berupa norma, logika, kaidah, kebudayaan, dan lain-lain.
3. Tulisan kita turut menunjukkan bahan baku apa yang sudah masuk dan diolah dalam pabrik bernama pikiran kita. Bukan masalah pendidikan atau kepintaran, melainkan apa yang kita sudah baca dan ketahui selama ini.
Jadi, bacalah bacaan dan buku yang bermutu!
Bermutu bukan berarti harus best seller, bebas tipo, ditulis orang terkenal dan lain-lain, melainkan kredibel, layak baca, minim kesalahan dan cacat logika, serta tentu saja memiliki satu-dua amanat positif.