Mohon tunggu...
Randi Hari Putra
Randi Hari Putra Mohon Tunggu... -

Apoteker; ASN Badan Pengawas Obat dan Makanan; Cosmetic Product Safety Evaluator

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Secarik Asa Pejuang Skripsi. Episode: Misteri Matinya Si Burung Gereja

23 Mei 2012   05:54 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:56 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

28 Mei 2011, 14:50

Hari ini sekitar jam 10 tadi pagi seekor burung gereja mati tenggelam di bak mandiku, terapung dengan posisi paruh terendam air dan kedua sayap yang tak mengembang, mengatup seperti kedinginan.

Bangkainya belum mengeluarkan bau. Jelas. Ia baru mati beberapa saat. Mungkin sejam yang lalu sebelum kutemukan. Aku tak tahu kenapa. Jarang ada burung yang masuk kamar mandi yang itu. Juga kamar mandi lainnya. Aku lebih sering menangkap basah kodok sawah hijau lumut menjijikkan yang sedang asik berenang di lubang WC atau nangkring siap nyebur di pinggir ember bak mandi. Sungguh membuat jengah. Kadang butuh waktu berjam-jam membuat kodok jelek itu pergi dengan sendirinya dari kamar mandi. Mereka biasa mampir saat malam sampai subuh dan menghilang lagi ketika matahari muncul.

Aku masih heran, tak habis pikir mengapa burung mungil itu sampai mati di bak mandi kosanku. Malang nian. Tak terpikirkah olehnya akan mati disana? Aku yakin, jika diminta, ia akan memilih mati di sarangnya yang nyaman.

Hmm...ada beberapa kemungkinan kenapa ia mati konyol di bak mandiku.

Pertama. Ia tersesat, bingung mencari jalan keluar, lalu kelelahan, dan jatuh terjun bebas ke bak mandi. Tersadar sesaat karena tersedak air, meronta-ronta ingin terbang lepas dari kepungan air, namun tak ada daya untuk mengepakkan sayapnya yang lelah. Akhirnya pasrah, merelakan saat-saat terakhirnya melayang lemah dalam dinginnya air. Mengisi paksa paru-paru kecilnya dengan air, menahan perih di dada yang menunggu detak terakhir irama jantung. Kemudian perlahan malaikat Izrail pun menggenggam ruh sucinya, menariknya lembut sampai badan bersayap itu dingin tak bernyawa.

Hfff...

Terpikir olehku bahwa manusia pun kadang (atau mungkin banyak) yang akhirnya mati seperti itu. Kalau mau dirunut lagi jika kemungkinan itu benar, berarti burung gereja itu bisa dikatakan tak siap dengan lingkungan baru. Gugup beradaptasi dan akhirnya kalah oleh lingkungan.

Ahh... Aku tak mau seperti itu. Ini mengingatkanku saat pertama kali menginjak Bandung. Walau ditemani orangtua, tetap saja lingkungan baru membuat khawatir. Cemas. Gugup. Kalian tahu? Aku terkenal pendiam dan pemalu di sekolah. Juga di lingkungan rumah. Jarang sekali aku pergi main jauh dari rumah jika tak bersama teman yang kukenal. Maka, pergi jauh dari Jambi untuk waktu yang lama, tinggal sendiri tanpa keluarga, dan hanya memiliki satu-dua teman baru adalah zona yang amat tak nyaman buatku.

Sempat terpikir: akankah kondisi ini membuatku kacau, bingung lalu kalah?

Namun, satu per satu rasa takut itu hilang. Terbang jauh entah kemana seperti hapalan dadakan materi kuliah setelah selesai ujian. Kawan-kawan senasib seperjuangan disini menguatkanku. Tak perlu cemas kekanak-kanakan lagi. Aku laki-laki, aku sulung, aku anak daerah. Maka, pada prinsipku aku harus merantau dan tak boleh ada tangis cengeng rindu pada Mama, atau keluhan makanan yang tak seenak hidangan rumah. Aku harus kuat, tak boleh kalah oleh keadaan. Berpikir tenang, rasional, dan taklukkan tanah rantaumu!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun