Suasana kelas hening usai Raka selesai menyanyikan lagu yang ia ciptakan sendiri. Suara gitarnya telah berhenti berdenting, tapi gema dari setiap baitnya masih menggantung di benak semua yang mendengarnya.
Di bangku paling depan, Nayla menunduk. Matanya basah. Di sisi lain ruangan, Tania juga terdiam, matanya menatap kosong ke arah jendela kelas yang buram oleh embun pagi.
Guru BK memberikan tepuk tangan pelan, diikuti beberapa siswa. Tapi hati Nayla terasa semakin kacau. Rasa bersalah, harapan, dan ketakutan bercampur menjadi satu.
Di luar kelas, Tania berdiri di bawah pohon flamboyan. Raka menghampirinya, membawa minuman kotak yang baru dibelinya dari koperasi.
"Kamu marah?" tanya Raka sambil menyodorkan minuman.
Tania menerima minumannya tanpa berkata apa-apa. Ia menunduk, lalu menatap Raka dengan senyum tipis yang memaksa.
"Kenapa kamu nyanyiin lagu itu buat kita berdua?" tanyanya lirih.
Raka menatapnya lama. "Karena kalian berdua penting buat aku. Kamu, Tan... kamu ngasih warna di hidupku. Tapi Nayla... dia ngajarin aku makna dari diam yang dalam."
Tania menghela napas panjang. "Jadi kamu udah milih?"
"Belum. Aku... takut nyakitin salah satu dari kalian."
