Raka membaca keduanya. Ia tahu betul --- dua gadis ini memendam perasaan padanya. Tapi ia juga tahu, pilihannya tak bisa setengah-setengah. Ia harus jujur pada hatinya, tapi... siapa?
Tania memang menyenangkan. Ia penuh semangat, selalu ada dalam segala situasi. Tapi Nayla... Nayla punya sesuatu yang tak bisa dijelaskan. Keheningan yang menenangkan, tatapan lembut yang menguatkan, dan cara dia tersenyum meski dunia tidak berpihak.
Keesokan harinya, suasana sekolah seperti biasa. Tapi ada yang berbeda. Raka memberanikan diri duduk di bangku dekat jendela --- di sebelah Nayla.
"Pagi," sapanya.
Nayla sedikit terkejut. "Pagi."
"Aku lihat kamu sering nulis di buku catatan. Bikin puisi ya?"
Nayla menunduk malu. "Iya... iseng aja."
"Boleh aku baca?"
"Ng... jangan. Belum selesai."
"Kalau gitu, boleh aku tunggu sampai selesai?"
Nayla menoleh. Untuk pertama kalinya, ia melihat mata Raka dalam jarak yang begitu dekat. Hangat. Tanpa sadar ia mengangguk.