Mohon tunggu...
Ramlan Effendi
Ramlan Effendi Mohon Tunggu... Guru yang belajar menulis

berbagi dan mencari ilmu

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sugar Coating: Manis di Lidah Lengket di Hati (Atasan)

5 Oktober 2025   08:00 Diperbarui: 5 Oktober 2025   14:04 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada sekelompok manusia di kantor yang kalau bicara, seperti menaburkan gula di udara. Saking manisnya, semut pun antre ikut rapat. Mereka tidak sekadar ramah. Tidak cuma sopan. Mereka maestro basa-basi. Kalimat mereka bukan lagi "kata," tapi permen retorika yang dibungkus senyum, disajikan dengan nada rendah, dan diselipkan harapan naik jabatan di balik senyum yang lembut. Bahasa kerennya sugar coating.

Kalau mereka bilang: "Wah, luar biasa ide Bapak! Saya baru sadar, dunia ini butuh orang seperti Bapak." Itu bukan pujian. Itu investasi. Pujian adalah bunga. Tapi ini deposito manis, cairnya nanti, kalau SK promosi keluar.

Psikolog di luar negeri menyebut ini "ingratiation." Bahasa kasarnya: cara menyenangkan Bos agar kita tidak disingkirkan. Jones (1964), seorang ilmuwan yang tampaknya pernah juga menonton dunia kantor, bilang bahwa manusia pandai memakai tiga jurus utama: pujian, persetujuan, dan kesopanan palsu. Kalau diterjemahkan ke bahasa warung kopi:

"Bapak ganteng hari ini."

"Saya setuju, Pak, gagasan Bapak memang cerdas."

"Saya minta maaf, Pak, kalau saya terlalu kagum."

Begitu terus. Sampai gula menumpuk di meja rapat, dan semua orang mulai diabetes sosial. Di dunia kerja, impression management adalah pelajaran wajib tak tertulis. Kamu boleh tak bisa Excel, tapi harus bisa "Excelleeent, Pak!"

Tak pandai membuat laporan? Tak apa, asal pandai mengelap ego atasan sampai kinclong. Karena di banyak kantor, prestasi bukan tentang apa yang kau kerjakan, tapi seberapa baik kau terdengar saat menyebut nama atasanmu dengan nada kagum.

Psikolog sosial menyebutnya seni "membentuk persepsi." Tapi ada juga yang menyebutnya seni "menyelamatkan diri dari pemecatan dengan mulut manis."

Mari kita bedah makhluk ini secara antropologis. Pertama, mereka memiliki refleks cepat: setiap kali atasan bicara, kepala otomatis mengangguk, bahkan sebelum otak memproses maknanya. Kedua, mereka punya radar untuk mendeteksi mood atasan. Kalau atasan murung, langsung meluncur: "Pak, kemeja Bapak bikin aura ruangan lebih cerah."Padahal lampu padam. Ketiga, mereka pandai memilih waktu. Ketika laporan salah, mereka datang bukan dengan alasan, tapi dengan kue. Dan entah kenapa, kue itu bisa meredam amarah lebih efektif daripada data.

Dalam jangka pendek, si manis ini menang. Atasan senang, suasana teduh, dan pintu karier terbuka. Tapi ingat, gula kalau kebanyakan bikin gigi rapuh. Hubungan yang dibangun dari pujian palsu cepat busuk, seperti teh basi yang dibiarkan di meja rapat terlalu lama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun