Mohon tunggu...
Rama FatahillahYulianto
Rama FatahillahYulianto Mohon Tunggu... Administrasi - Young

Menjadi penyalur informasi

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Penjara adalah Anugerah

26 Juni 2020   11:30 Diperbarui: 26 Juni 2020   13:18 476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kita sebagai orang yang tidak merasakan hangatnya di penjara tidak akan pernah mengerti seperti apa kehidupan di dalam sana. Sejumlah orang memiliki riwayat melakukan tindak pidana, tetapi kita sebagai orang awam tidak pernah tahu apa yang menjadi motif di balik perilaku mereka yang terkesan jahat. 

Penilaian yang seharusnya subjektif, seluruhnya luntur jika kita tetap berpikiran harus memberikan efek jera kepada mereka, banyangkan saja, seorang anak yang menjadi korban kekerasan dan acuh tak acuh orang sekitar, bahkan orang tuanya, harus menghadapi situasi dimana seluruh orang menjatuhkan dia, bahkan jika perlu hukum seberat-beratnya. 

Pola pikir inilah yang seharusnya diubah, sebenarnya model penghukuman di Indonesia sudah berubah sejak 5 Juli 1963 yang dicetuskan oleh Bapak Dr. Saharjo, Indonesia telah menghapuskan penghukuman dengan kekerasan (Corporal Punishment), menjadi Sistem Pemasyarakatan. Dahulu, arti penghukuman adalah menghukum pelaku seberat-beratnya, karena lebih mendukung serta peduli kepada korban, tetapi sekarang arti pemasyarakatan yang dicetuskan oleh Dr. Saharjo adalah mengembalikan hubungan baik antara Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) dengan masyarakat, tentunya dengan cara-cara yang diatur oleh Undang - Undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP), dan peraturan-peraturan lainnya. 

Memperlakukan narapidana bukan lagi seperti hewan atau benda mati, yang bisa seenaknya diperlakukan bebas, semisal kerja sepanjang hari, tidak diberi makan dan minum, dan model-model Corporal Punishment lainnya. Harus melihat narapidana sebagai subjek, mereka diberikan kesempatan untuk berubah.

Inilah metode  pemasyarakatan yang menggantikan metode penghukuman atau pembalasan, ibaratnya jika tetap menggunakan penghukuman atau pembalasan, para pelanggar hukum tidak diberikan kesempatan untuk berubah, artinya tinggal menunggu eksekusi mati saja walaupun metodenya berbeda-beda, hal ini tidak linier dengan Hak Asasi Manusia yang juga dianut oleh hukum di Indonesia, maka tidak heran jika sebagian narapidana merasakan turunnya hidayah atau anugerah dari Allah, karena memang di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) narapidana dibina untuk berbenah menjadi lebih baik dari sebelumnya. 

Perlu diketahui juga , jika orientasi tetap kepada pembalasan atau penghukuman, maka perilaku kekerasan akan sukar untuk dihindari, tetapi jika orientasi kepada pembinaan, maka akan tercipta perilaku humanis serta sistematis untuk memulihkan hubungan baik narapidana dengan masyarakat. 

Orang jahat berasal dari orang baik yang disepelekan, artinya tidak ada terlambat untuk bertaubat, karena mereka berasal dari orang baik juga, yang terpenting adalah mengubah mindset (pola pikir) ketiga pilar, yaitu narapidana, petugas, dan masyarakat, dengan begitu program pembinaan yang dilakukan petugas pemasyarakatan akan berjalan dengan baik.

Begitu pula dengan masyarakat, masyarakat yang menghilangkan stigmatisasi dan bersikap 'welcome' terhadap kepulangan mantan narapidana, akan membuat mantan narapidana tersebut menyukai lingkungan baru, dan berkat pembinaan yang diberikan, mereka akan langsung beradaptasi serta memulai membuka lembaran baru, tentunya teori ini harus diimbangi dengan praktik langsung, dan harus berorientasi kepada upaya perlindungan Hak Asasi Manusia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun