Hari ini, hegemoni Polri semakin nyata. Mereka hadir di hampir semua sendi kehidupan:
- 37 lembaga negara diisi oleh perwira Polri, mulai dari Badan Narkotika Nasional, Dirjen Imigrasi, hingga lembaga strategis lain.
- Hibah anggaran dan tanah dari kepala daerah mengalir deras, menjadikan Polri sebagai institusi dengan sumber daya melampaui kebutuhan dasar.
- Keterlibatan dalam politik elektoral semakin terang: dari pengamanan Pilkada hingga strategi pemenangan calon tertentu.
Dalam logika filsafat kekuasaan, ini menunjukkan pergeseran besar: Polri tidak lagi sekadar penegak hukum, tetapi aktor politik penuh. Mereka telah menjelma sebagai simbol sipil sekaligus pemain koersif, menggabungkan dua kekuatan yang biasanya terpisah dalam demokrasi modern.
Bab IV. TNI-Polri: Simbol Koersif, Sumber Daya, dan Hegemoni Kekuasaan
IV.1. Dua Wajah Koersi: TNI dan Polri
Indonesia adalah negara yang sejak lahir dibentuk oleh kekuatan koersif. TNI lahir dari rahim revolusi fisik, membawa legitimasi historis sebagai penyelamat bangsa. Polri, meski awalnya bagian dari militer, tumbuh menjadi kekuatan koersif sipil yang mewarisi logika militeristik.
Hari ini, keduanya tampil dengan wajah berbeda:
- TNI menampilkan diri sebagai penjaga teritori, simbol kedaulatan, dan benteng dari ancaman asing.
- Polri tampil sebagai pengendali domestik: mengatur hukum, keamanan, bahkan isu ekonomi dan sosial.
Dua wajah koersif ini bukan sekadar pembagian fungsi teknis, melainkan simbol legitimasi. Negara modern membutuhkan keduanya: ancaman luar ditangani tentara, ancaman dalam negeri ditangani polisi. Namun, di ruang politik, fungsi koersif itu kerap melebar menjadi perebutan pengaruh.
IV.2. Masuk ke Sumber Daya Ekonomi
Kekuatan koersif selalu berkelindan dengan akses ekonomi. TNI sejak Orde Baru menguasai bisnis lewat yayasan, holding perusahaan, dan jaringan rente SDA: tambang, perkebunan, hingga logistik. Meski secara resmi dilarang berbisnis pasca-reformasi, jejak ekonomi ini tetap hidup lewat relasi dengan pengusaha dan pemerintah daerah.
Disisi lain, Polri membangun jalur ekonominya lewat hibah APBD, anggaran pilkada, hingga posisi strategis di lembaga negara. Ditambah dengan kontrol langsung terhadap distribusi, dari sembako, BBM, hingga narkotika yang ironisnya justru membuka ruang rente.
Dengan kata lain, baik TNI maupun Polri tidak hanya bertarung di ruang legitimasi politik, tapi juga dalam menguasai jalur-jalur ekonomi yang menopang kekuasaan.