Mohon tunggu...
Raka Siwi
Raka Siwi Mohon Tunggu... Editor - Professional Couch Potato

Ya, jadi begini

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kopi Hangat untuk Gusti

22 Desember 2017   14:25 Diperbarui: 22 Desember 2017   14:35 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kopi Hangat untuk Gusti

Saya takut. Kalau-kalau, Tuhan datang ke rumah saya. Sungguh saya merindukan, dan memiliki keinginan untuk bertemu langsung dengan Tuhan. Tapi saya ragu, apakah saya bisa menyambutnya dengan baik. Tidak ada sofa empuk yang memiliki sandaran kaki, tidak memiliki pendingin ruangan, untuk sekedar famili atau saudara, saya saja sungkan, apalagi Tuhan. Meskipun Tuhan adalah sosok sederhana dan tidak memikirkan hal tersebut, tapi sebisa mungkin, anda akan memberikan sambutan terbaik, bukan.

Alkisah, suatu hari, apabila Gusti datang ke rumah saya, saya hanya mampu menghidangkan kopi hangat, dan mempersilakan Dia duduk di kursi seadanya.

"Gusti, kalau-kalau ingin main ke rumah saya, coba hubungi saya dulu saja, saya akan potongkan ayam dan beresin semuanya. Saya malu, tempat saya ini kotor dan reyot. Se engga nya kan Gusti bisa makan disini." Ujar saya.

"Ah, Saya kan niatnya main, ketemu kamu. Saya kan juga pengen main-main kesini, ga usah mikir repot-repot lah" Jawab Gusti.

Akhirnya kami berbincang-bincang. Kopi hangat dan kacang dalam toples. Hanya itu yang bisa saya hidangkan. Di luar hujan deras dan dingin sekali. Memang udah waktunya untuk musim hujan seperti ini, pikir saya. 

Sesekali candaan dan tawa lepas terdengar di ruang tamu saya. Ya pasti terdengar, ruangannya sempit. Tetangga juga pasti dengar, tembok sebelah juga ruang tamu Pak RT.

Seketika, saya bertanya kepada Gusti.

"Gusti, sampeyan kan mau ulang tahun. Mau minta apa, Gusti? Nanti saya bilang keluarga saya buat siapin semuanya".

"Wah tumben kamu baik, ga biasanya kamu seperti ini" Jawab Gusti

"Hehe, jelek-jelek gini kan saya juga ingin ngerayain dong Gusti. Saya kasih apa gitu? Biar Gusti aja ngendiko (berkata), nanti saya nurut".

"Kalo kamu gitu, saya minta kamu taat, ya? Kamu mau nurut kan katanya tadi?" Jawab Gusti lagi.

"Hehe, iya Gusti, ngapunten (maaf), saya sering mbeling (bandel)" Kata saya.

"Saya itu mau, ulang tahun Saya, kita semua senang-senang. kamu senang, Saya juga senang. Ini semua perayaan. Saya ga mau kalau nanti kamu sama keluargamu repot-repot siapin ini itu, malah minjem lah, ngutang lah apa make uang tabunganmu lah. Nanti kamu sambat (mengeluh), malah kamu terbebani, ga suka, nanti ga seneng. Saya pun ga seneng" Ujar Gusti

Saya mengangguk-angguk.

"Memangnya Saya mau, ngundang orang yang ngerasa berat kalau datang ulang tahun saya? Buat apa saya ngundang yang ga seneng atau sambat sama acara saya? Saya ga mau. Kan Saya mau semua senang" Jawab Gusti

"Nggih Gusti, saya kan cuma mau siapin yang terbaik buat Gusti to" Kata saya.

"Boleh kamu berikan yang terbaik, tapi kalau memaksa atau malah jadi beban buat kamu, Saya juga ga enak dong. Masa datang acara ulang tahun tapi mukanya sedih" Gusti menjawab lagi.

"Oh ya Gusti, kemarin Ipan titip salam selamat Ulang Tahun buat Gusti. Tapi disitu kan ada Amir, nah si Amir ini bilang kalo ga patut buat ngucapin gitu, Gusti" Kata saya.

"Terus, kamu marah?" Kata Gusti.

"Gak sih, Gusti. Cuma saya bingung aja".

"Gini, kalau ayahmu ulang tahun, tentu kamu dan seisi rumahmu berbahagia kan? Yang seharusnya merayakan dan menyambut tentu Ibu, Kakak, adik dan keluargamu, kan?"

"Iya, Gusti".

"Sama saja, kalau ayahmu berulang tahun, apa ya wajib buat tetanggamu ngucapin selamat ulang tahun? Kan ya bebas dong dia mau ucapin atau tidak" Jawab Gusti.

"Nggih Gusti" kata saya.

"Tapi untuk kamu, Saya misalkan, temanmu yang namanya Budi, kalau Ibu atau adiknya misal berulang tahun dan kamu tahu, kamu harus berikan ucapan selamat ya"

"Oh ya Gusti, tapi kenapa Gusti?"

"Kalau misal ayahmu atau ibu atau keluargamu berulang tahun, lalu tetangga, teman, sanak saudara, kerabat, mengucapkan kepadamu, kamu senang kan?"

"Iya sih, Gusti"

"Sama saja, itu adalah momen bahagia, turut berbahagia dan sukacita sama temanmu itu perlu" Kata Gusti.

"Oh ya by the way, Gusti, kenapa ya Amir itu bilang ga patut ngucapin selamat buat Gusti?" Tanya saya lagi

"Kalau diibaratkan, Amir itu takut, kalau semisal ayahmu berulang tahun dan dia mengucapkan selamat ulang tahun, dia ikut jadi keluargamu dan namanya muncul di KK milik keluargamu. Buat dia itu tidak patut" Jawab Gusti

"Hah kok mikir e ngono (kok berpikir seperti itu)".

"Lho ya iya, dia mikir seperti itu. Tapi untuk kamu, kamu ya ucapkan selamat saja untuk orang lain seperti biasa. Ada yang ulang tahun ya rayakan. Kamu gak mungkin kan tiba-tiba masuk KK keluarga Budi kalau kamu ucapkan selamat ulang tahun untuk ayahnya?" Kata Gusti

"Nggih Gusti, siap"

"Meskipun kamu, budi, amir, ipan, bukan saudara satu darah, sampeyan-sampeyan ini kan ya tetep saudara dong. Sama-sama manusia. Apa yang buatmu baik buat kamu ya lakukan buat orang lain. Kalau Saya sih selo, gur tempel-tempel tangan trus ucap selamat kok repot" Jawab Gusti lagi

"Who ya siap Gusti" kata saya

"Kamu hidup ya bukan kamu tok. Ada keluargamu, tetanggamu, temenmu, orang lain. Hidup tu cari yang nyaman, tenang dan damai buat kamu sama semuanya. Kalau bisa merasakan surga saat hidup, 

kenapa repot-repot, nunggu mati?"

Pungkas Gusti.

Itu hanya bayang-bayang saya apabila saya menyambut Tuhan di rumah saya. Meskipun bayang-bayang, saya tahu Tuhan saya itu orangnya sederhana, enak diajak ngobrol, tertawa lepas, selo. Sosok bapak sekaligus sahabat, untuk saya.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun