Mohon tunggu...
Raja Lubis
Raja Lubis Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja Teks Komersial

Pecinta Musik dan Film Indonesia yang bercita-cita menjadi jurnalis dan entertainer namun malah tersesat di dunia informatika dan kini malah bekerja di perbankan. Ngeblog di rajalubis.com / rajasinema.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Potret Perempuan dalam Bingkai Sinema Indonesia

18 April 2017   06:57 Diperbarui: 19 April 2017   10:45 466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: MD Pictures, Miles Film, Starvision, Fourcolour Films, Rafi Films

Dibalik Kesuksesan seorang lelaki, pasti ada perempuan hebat dibelakangnya

Seringkali kita mendengar pepatah seperti di atas. Menunjukkan betapa pentingnya peranan perempuan dalam kehidupan. Seorang lelaki tidak akan pernah hadir tanpa seorang perempuan. Dalam ajaran Islam, disebutkan bahwa ibu adalah orang pertama yang harus kita hormati sebanyak tiga kali sebelum bapak yang disebut hanya satu kali. Hal ini semakin menandakan pentingnya sosok perempuan dalam tatanan kehidupan. Lalu bagaimana potret perempuan dalam bingkai sinema Indonesia? Bagaimana sineas memotretnya?

Jika kita cermati 2 tahun terakhir Festival Film Indonesia, juri memilih film terbaiknya adalah film yang mengusung tema perempuan. Adalah SITI yang meraih film terbaik FFI 2015 dan Athirah pada tahun berikutnya yakni FFI 2016. Film Siti menceritakan seorang ibu yang harus berjuang keras membiayai kehidupan keluarganya. Anaknya masih sekolah dasar dan suaminya terbaring lumpuh. Kondisi seperti ini memaksa Siti bekerja keras hingga harus menjadi pegawai karaoke. Kemudian Athirah yang diadaptasi dari kisah ibunda Jusuf Kalla menceritakan bagaimana sosok seorang istri sekaligus ibu yang begitu tegar menghadapi kenyataan bahwa dirinya diduakan oleh suaminya. Selain Siti dan Athirah, potret perempuan seperti apakah yang tergambar dalam Film Indonesia?

Poligami

Sukses Ayat-ayat Cinta (2008) membawa warna baru pada dunia film nasional. Tema perempuan yang dipoligami seketika diminati masyarakat. Aisha (Rianti Cartwright) harus berbagi dengan Maria (Carissa Puteri). Sosok Fahri (Fedi Nuril) menjadi perbincangan hangat dan idola para kaum hawa. Karakterisasi Hanung Bramantyo yang begitu kuat terhadap Fahri, membuat "imej" Fedi Nuril lekat sekali dengan lelaki yang poligami. Bahkan hingga 7 tahun berselang, Fahri masih diminati sebagai lelaki berpoligami. Mendapatkan dua wanita cantik, Arini (Laudya Cinthya Bella) dan Mei Rose (Raline Shah), Fahri bertransformasi menjadi Mas Pras dalam Surga Yang Tak Dirindukan yang meraih Film Indonesia terlaris 2015. Kehidupan mereka berlanjut hingga tahun ini dalam Surga Yang Tak Dirindukan 2. Apakah Aisha, Maria, Arini, Mei Rose dan Mas Pras akan bersatu dalam satu frame?

Sebelum sukses kisah poligami Fahri, sutradara Nia Dinata sudah lebih dulu membahas poligami dalam Berbagi Suami (2006). Namun kisah poligami ini menjadi menarik tatkala disandingkan dengan agama.

Kemandirian Finansial, Cita-cita dan Pendidikan

Bahwasanya surga seorang istri itu ada pada suami, tidak membuat para perempuan untuk menjadi lemah dan bergantung pada laki-laki. Merry Riana (Chelsea Islan) dalam film Merry Riana: Mimpi Sejuta Dollar (2014) bahkan sudah mencapai kemandirian finansial pada usia yang relatif muda. Rania (Bunga Citra Lestari) terus memegang teguh mimpi dan cita-citanya untuk bisa berkeliling dunia. Akhirnya salah satu cita-citanya berhasil ia gambarkan dalam Jilbab Traveler Love Sparks in Korea (2016). Tak hanya cita-cita dan kemandirian finansial, perempuan Indonesia pun berhak atas pendidikan yang setinggi-tingginya. Zahrana salah satunya. Ia mahasiswa perempuan pertama yang mendapat penghargaan Internasional dalam bidang arsitek. Masalahnya ia tak kunjung menikah saat usianya sudah menua (Cinta Suci Zahrana, 2012). Lantas, apakah pendidikan tinggi membuat seorang perempuan sulit mendapatkan jodoh?

Tenaga Pengajar

Bangsa besar salah satunya karena masyarakatnya terdidik. Pendidikan adalah hak setiap warga negara. Namun bukan lagi menjadi suatu rahasia, pendidikan belum merata di seluruh wilayah Indonesia. Dibutuhkan para relawan pengajar yang sukarela mengajar di daerah-daerah terpencil di Indonesia. 3 perempuan ini layak diapresiasi. Butet Manurung (Prisia Nasution) yang rela mengajar di belantara hutan Jambi dalam Sokola Rimba (2013), Bu Muslimah (Cut Mini) dengan kegigihannya mengantarkan anak-anak Belitung meraih sukses dalam Laskar Pelangi (2008) serta Aisyah seorang guru muda asal Ciwidey yang memilih mengajar di dusun Derok, Nusa Tenggara Timur dalam Aisyah Biarkan Kami Bersaudara (2016).

Bicara perempuan dan sinema, ada satu nama yang turut serta ambil bagian dalam film Indonesia. Lola Amaria adalah salah satu sutradara perempuan yang sering bicara tentang perempuan dalam filmnya. Lola banyak mengambil sisi perempuan yang jarang disentuh oleh sineas lain. Ia banyak berbicara tentang Tenaga Kerja Wanita (TKW) Indonesia di luar negeri. Ia banyak sekali melontarkan isu dan kritik sosial seperti dalam Minggu Pagi di Victoria Park (2010) dan Kisah 3 Titik (2013). Bahkan, dalam film terbarunya Labuan Hati (2017), Lola masih berbicara tentang perempuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun