Mohon tunggu...
Raja Lubis
Raja Lubis Mohon Tunggu... Pekerja Teks Komersial

Pecinta Musik dan Film Indonesia yang bercita-cita menjadi jurnalis dan entertainer namun malah tersesat di dunia informatika dan kini malah bekerja di perbankan. Ngeblog di rajalubis.com / rajasinema.com

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Menyoal Fenomena Typecasting di Perfilman Indonesia

25 Agustus 2025   07:10 Diperbarui: 25 Agustus 2025   08:43 547
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Still karakter Aris (Deva Mahenra) dalam Ipar Adalah Maut, typecasting yang siap diuji (Sumber: dokumentasi MD Pictures)

Pernah merasa nonton film Indonesia seperti buka katalog peran tetap? Maksudnya begini! Si A pasti jadi preman, si B langganan jadi ibu menangis, si C lagi-lagi jadi cewek miskin berhati mulia?

Dalam dunia perfilman fenomena tersebut dikenal dengan istilah "typecasting". Istilah ini merujuk pada kecenderungan industri untuk memilih aktor berdasarkan peran yang sudah melekat pada diri mereka.

Kalau sudah pernah jadi ustaz di satu film religi, besar kemungkinan akan jadi ustaz lagi di film berikutnya. Atau kalau sudah cocok jadi preman di satu film thriller, akan sangat mungkin jadi preman lagi di film-film selanjutnya.

Typecasting dari sisi industri

Saya kira bukan hanya saya saja yang menganggap kalau Fedi Nuril adalah aktor spesialis poligami. Semenjak booming karakter Fahri yang ia perankan dalam Ayat-Ayat Cinta (2008), kemudian dilanjut dengan karakter Mas Pras di Surga yang Tak Dirindukan (2015), boleh jadi Fedi Nuril berada di daftar nomor 1 para produser yang akan membuat tema serupa.

Soalnya, dari kacamata produser, fenomena typecasting ini sangat menguntungkan karena terbilang praktis. Ibarat kata, penonton sudah kenal, aktor sudah hafal, dan sutradara tinggal bilang "kayak kemarin aja ya". Hehe. 

Ketika seorang aktor sudah dikenal sebagai "preman bertobat" atau "ibu mertua galak" misalnya, penonton langsung tahu apa yang akan mereka dapatkan. Tidak perlu repot membangun karakter dari nol atau menjelaskan latar belakang emosional yang rumit, semuanya sudah tertanam di benak publik.

Hal ini mempercepat proses produksi, mengurangi risiko salah casting, dan membuat promosi jauh lebih mudah. Sesederhana pembuatan poster film yang cukup menampilkan wajah si aktor dengan ekspresi khasnya. Dan penonton langsung tertarik karena familiaritas itu memberi jaminan rasa aman akan film yang akan ditontonnya.

Selain itu, typecasting juga membantu menjaga ritme kerja di balik layar. Semisal aktor yang sudah terbiasa dengan satu jenis karakter cenderung lebih cepat beradaptasi di lokasi syuting. Mereka tahu gestur, intonasi, bahkan improvisasi yang sesuai dengan peran tersebut. 

Buat produser yang dikejar deadline dan anggaran terbatas, ini adalah berkah. Mungkin tidak perlu workshop panjang atau eksplorasi mendalam karena semua sudah siap pakai. 

Still karakter Aris (Deva Mahenra) dalam Ipar Adalah Maut, typecasting yang siap diuji (Sumber: dokumentasi MD Pictures)
Still karakter Aris (Deva Mahenra) dalam Ipar Adalah Maut, typecasting yang siap diuji (Sumber: dokumentasi MD Pictures)

Sebagai pemantik, coba bisa bedakan peran yang dilakoni Deva Mahenra di Ipar Adalah Maut (2024) dan La Tahzan (2025)? Tentu tidak bukan! Karena karakter Aris dan Reza yang ia lakoni, punya kemiripan yang identik. Yakni seorang suami yang berselingkuh dengan perempuan lain. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun