Sebagian orang bisa dengan mudahnya "war takjil" di bulan Ramadan. Dengan entengnya beli makanan ini itu, untuk persiapan buka puasa. Walau kadang berujung pada mubazir.
Tapi ada pula sebagian orang, yang hanya bisa meramaikan buka puasa dengan menu seadanya. Kasarnya, sekadar air putih pun sudah cukup untuk melepas dahaga setelah seharian berpuasa.
Lantas, jika ketimpangan ini masih terjadi di kehidupan kita, apa iya esensi Ramadan hanya sebatas takjil?
Bocah yang mencuri takjil untuk buka puasa ibunya
Film langsung membukanya dengan memperlihatkan ketimpangan dari kedua pemeran utamanya. Mereka adalah Rizky dan Ilham, dua bocah SMP yang berteman, tapi memiliki kehidupan yang berbeda secara ekonomi.
Rizky (Darren Rafid Khairan), anak seorang guru di tempat ia sekolah, bisa dibilang hidup dalam keadaan yang serba berkecukupan. Tapi ia kurang bersyukur. Saat sang ibu menyajikan menu sahur dengan berbagai macam hidangan, ia dengan lantang malah berujar, "Ini doang nih makanannya?"
Kemudian film cut to adegan Ilham (Suheil Fahmi Bisyir), bocah satu lagi dalam cerita ini.Â
Ia seorang anak yatim yang kini hanya hidup berdua bersama ibunya, Prapti (Metta Permadi). Tampak kebahagiaan terpancar dari mereka berdua ketika sahur, meski hanya dengan potongan telur dadar yang dicocol kecap manis.
Cerita film berkutat di kedua bocah ini, yang konfliknya bermula dari ucapan ayahnya Rizky yang meminta Rizky untuk belajar dari Ilham.Â
"Kamu harusnya bisa contoh Ilham. Kalian berdua sama-sama pinter, tapi Ilham lebih punya etika", ucap ayah Rizky.
Nasihat ayahnya Rizky memang benar. Tapi bisa dipastikan, membandingkan anak sendiri dengan anak tetangga hanya akan memunculkan dendam dan kebencian, alih-alih perubahan sikap.Â
Pentingnya memuliakan tetangga
Dari beberapa ilmu yang saya dapat, Islam sangat menaruh perhatian tinggi terhadap bagaimana cara kita hidup bertetangga. Bahkan di salah satu hadis menyebutkan bahwa memuliakan tetangga adalah salah satu sikap orang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir.