Menonton film-film bergenre survival alias cara bertahan hidup, selalu saja menyenangkan. Pasalnya memang manusia selalu punya cara untuk keluar dari kesulitan yang tengah dihadapinya.
Bentuk dari film seperti ini bisa bermacam-macam. Bisa berbentuk cara bertahan hidup dari serangan binatang buas seperti teror hiu dalam Shark Bait atau teror buaya dalam Crawl.
Atau juga bentuknya bisa bertahan hidup dari serangan manusia lainnya. Seperti Don't Breathe yang mengisahkan usaha seorang laki-laki tua nan buta agar selamat dari perampok yang datang ke rumahnya.
Nah, film yang saya ulas kali ini adalah film bergenre survival dalam bentuk yang kedua. Judulnya Till Death, tentang seorang istri yang berusaha kabur dari 'permainan' gila suaminya.
Pembuka yang membosankan
Menyadari kekeliruannya, Emma memutuskan untuk mengakhiri hubungannya dengan Tom tepat di hari jadi pernikahannya bersama Mark.
Jujur saja, buat saya adegan pembuka Till Death ini sangat membosankan. Adegan pembuka yang hanya mengisahkan tentang pernikahan dan perselingkuhan dalam bentuk dialog hanya mengaburkan bentuk umum film ini. Diperparah pula dengan iringan musik yang terlalu kencang yang seringkali lebih tinggi volumenya dibanding dialog yang dilontarkan para karakter.
Kalau saya jadi editornya, saya akan lebih memilih adegan Emma berusaha kabur dari 'rumah danau' sambil menyeret-nyeret mayat suaminya yang memang terborgol bersamanya, sebagai pembuka film.
Sehingga dengan adegan tersebut, film akan lebih mudah menjalin emosi dengan penontonnya karena memang harapan menonton film ini adalah elemen thriller-nya bukan tentang drama romantis.Â
Apalagi ternyata film berjalan dengan alur yang linear. Sehingga masalah-masalah drama rumah tangga tersebut sebetulnya bisa menjadi sisipan di tengah-tengah sekuen thriller-nya.
Eksplorasi ruang yang cukup detail
Suaminya sengaja membawa Emma ke rumah danau, dengan harapan bisa mengulang momen manis yang pernah terjadi. Sekaligus bisa memperbaiki hubungan pernikahannya yang kian hari makin dingin dan memburuk.
Tapi bukannya momen manis yang didapat, Emma justru mendapati kenyataan pahit. Ia terbangun dalam keadaan terborgol bersama mayat suaminya. Sekarang, yang harus dilakukan Emma adalah bagaimana berpikir dan berusaha keluar dari rumah tersebut.
Sebagaimana film-film bergenre serupa dengan tema cerita yang mirip, Till Death juga termasuk film yang minimalis. Setting-nya hanya di situ-situ saja, dan pemainnya pun itu-itu saja.
Salah satu yang bisa bikin film seperti ini tidak membosankan adalah bagaimana cara sutradara memberikan gambaran detail tentang ruang-ruang yang ada. Sehingga akan memudahkan penonton mengerti lalu lintas yang dilalui para karakternya.
Dalam hal ini, debut perdana sutradara S.K. Dale ini patut mendapat apresiasi. Film cukup baik menggambarkan di mana posisi ruang utama, kamar tidur utama, garasi, rubanah, ruang atap, dan ruang-ruang lainnya.
Keberadaan ruang-ruang ini pun difungsikan dengan baik berkelindan dengan cerita yang bergulir. Apalagi ketika cerita beranjak pada perkenalan dua karakter baru. Mereka adalah Bobby (Callan Mulvey) dan Jimmy (Jack Roth), dua orang laki-laki yang datang ke rumah danau dengan niat 'membunuh' Emma.
Megan Fox yang masih (sok) cantik
Sedari awal film dibuka, saya kurang suka dengan penampilan dan akting Megan Fox yang hambar dan nyaris datar saja. Ok lah, dengan ekspresi begitu ia ingin menunjukkan bagaimana kondisi pernikahannya dengan Mark yang juga nggak kalah hambarnya.
Tapi nyatanya, setelah latar pindah ke rumah danau dan ia dihadapkan dengan berbagai kondisi yang serba sulit, saya melihat tidak banyak perubahan ekspresi yang Megan Fox hadirkan.
Misalnya ketika ia mendapati bahwa semua barang yang berpotensi bisa melepaskan borgol tak ada sama sekali, nggak ada ekspresi cemas atau gelisah yang ia hadirkan.
Setelah itu ia banyak dihadapkan pada keadaan-keadaan yang menuntut dia frustasi. Mulai mendapati kenyataan ketiadaan bensin di mobilnya, Tom yang terbunuh karena ingin menyelamatkan dirinya, hingga ancaman pembunuhan dari Bobby dan Jimmy.
Dalam keadaan serba genting tersebut, ekspresi Megan Fox datar-datar saja seolah tak terjadi apa-apa. Saya biasa bilang pada permainan aktor seperti ini dengan istilah 'sok cantik'.
Dengan kata lain, permainannya tidak natural. Padahal ketika kita marah, ya nggak perlu dipikirkan marah yang seperti apa. Bibir harus gimana, mata harus gimana. Marah ya marah saja. Kalau di Indonesia, Megan ini seperti Maudy Ayunda yang takut banget kalau jadi 'kelihatan jelek' ketika berakting. Huft!
Di luar itu, elemen thriller-nya cukup bagus sebetulnya. Till Death cukup berdarah-darah, dan betul-betul mengisahkan usaha Emma bertahan hidup hingga titik darah penghabisan. Apalagi latar sekitar rumah danau yang dikelilingi es membeku, menambah suasana film lebih dramatis.
Kalau kamu bisa memaklumi penampilan Megan Fox, dan hanya ingin menyaksikan bagaimana 'petak umpet' Emma dengan dua orang pembunuh, Till Death bisa dijadikan alternatif tontonan di bioskop yang tengah dikuasai Miracle in Cell No. 7.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI