Mohon tunggu...
Rajab Ritonga
Rajab Ritonga Mohon Tunggu... -

Saya seorang wartawan karir di kantor berita Antara dengan posisi saat ini Direktur SDM dan Umum. Menjadi wartawan sejak tahun 1985 setelah menyelesaikan S-1 Komunikasi di UGM Yogyakarta, di Kedaulatan Rakyat, lalu 1987 hijrah ke Antara hingga sekarang. Melanjutkan studi S-2 dan S-3 Ilmu Komunikasi di UI (lulus 2007). Aktif menulis buku biografi, senang traveling, dan liputan dunia militer.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Kapal “Terdampar” di Jeddah

3 Desember 2010   04:04 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:04 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_78291" align="alignleft" width="300" caption="Kapal "][/caption]

J

eddah adalah kota pelabuhan yang terletak di tepi laut Merah, yang juga merupakan kota bisnis. Jeddah bukan kota suci sebagaimana Mekkah ataupun Madinah, sehingga di kota ini tidak ada tanah haram. Sebagai kota internasional, semua agama maupun bangsa leluasa berada di kota dengan aneka bangunan modern yang bukan pencakar langit. Kota Jeddah sangat indah dengan berbagai patung menghiasi sudut kota. Dari begitu banyak patung, tidak satupun berbentuk manusia ataupun hewan. Jangan berharap Anda bisa bertemu patung manusia baik ukuran kecil maupun besar, sebagaimana biasa kita jumpai di berbagai kota di tanah air. Tidak juga ada patung tokoh-tokoh kerajaan atau pahlawan Arab Saudi, apalagi patung polisi seperti yang banyak kita jumpai di kota-kota selain Jakarta. Tidak kalah menariknya, kota Jeddah banyak dihiasi perahu atau kapal kecil yang "didamparkan" di berbagai tempat. Kalau di Banda Aceh, Anda menemukan kapal nelayan yang terdampar akibat tsunami 2004, maka di Jeddah kapal seukuran itu banyak "terdampar" di berbagai tempat. Sudah pasti, kapal tersebut berada di sana, bukan karena tsunami, melainkan disengaja karena ada dudukannya. Fungsinya menjadi penghias kota.

12913489092001799381
12913489092001799381
Bukan hanya kapal yang dijadikan hiasan, tetapi juga pesawat terbang, dan mobil yang banyak dijumpai di berbagai sudut kota. Selain itu juga menara masjid, dan berbagai patung lainnya yang bukan wujud manusia ataupun hewan. Kotanya sendiri sangat bersih. Tidak ada sampah berserakan, semua rapi jali sehingga kota itu enak dipandang. Jalan-jalan sangat lebar, dan tidak ada kemacetan meskipun mobil-mobil orang Arab besar-besar sebagaimana seperti di Amerika Serikat. Seminggu di Jeddah, rasanya rindu juga dengan kemacetan lalulintas yang menjadi menu sehari-hari di Jakarta. Sepeda motor juga tidak ada di jalan-jalan. Kalaupun ada hanya satu-satu, tidak seperti di ibukota Jakarta yang jumlahnya ribuan. Tertib lalulintas pengendara di Arab Saudi juga baik. Meskipun kendaraan melaju kencang dengan kualitas semua jalan seperti jalan tol di Indonesia (tetapi tidak bayar samasekali), pengemudi tetap patuh untuk tidak memacu kendaraannya di atas kecepatan yang ditentukan. Kenapa? Rupanya kamera tersembunyi selalu mengintai, merekam nomor kendaraan yang melakukan pelanggaran. Dalam waktu singkat akan muncul tagihan di telepon seluler pemilik mobil untuk membayar denda atas pelanggaran yang dilakukan.

[caption id="attachment_78293" align="aligncenter" width="300" caption="Mobil patung"]

12913490021455477640
12913490021455477640
[/caption]

Mau tahu denda yang harus dibayar? Sopir yang membawa kami dari Jeddah menuju Madina menyampaikan, denda itu mencapai 900 rial, atau Rp2.250.000 untuk satu kali pelanggaran batas kecepatan. Tentu saja Pak Polisi di sana tidak biasa diajak "damai" sehingga harus dibayar seluruhnya. Barangkali itu sebabnya, sopir kami tidak berani ngebut di jalan bebas hambatan yang mulus, dan lebar Jeddah-Madinah sejauh lebih dari 400km. Pak Sopir menjalankan mobilnya laksana "siput" dengan kecepatan 110 km perjam, 10 km lebih pelan dari kecepatan maksimal yang dibolehkan. Padahal, mobil yang kami tumpangi, Jip Nissan berkapasitas 4800 CC, yang kalau gasnya ditekan sedikit saja sudah ngacir secepat-cepatnya. Bandingkan dengan tol Cipularang, yang saya lalui setiap nglaju Jakarta-Bandung, umumnya pengemudi mengabaikan batas kecepatan maksimal 80 Km perjam, atau sebaliknya sangat lambat (bagi truk): di bawah kecepatan minimal 60 km perjam. Di tol Cipularang yang "sederhana" bila dibanding dengan jalan Jeddah-Madinah, orang-orang Jakarta atawa Bandung memacu mobil mereka lebih dari 120 Km perjam! Bagaimana dengan mobil korps diplomatik? Seorang diplomat yang baru saya kenal di Jeddah bercerita, mobil-mobil CD yang melanggar batas kecepatan tidak kena denda. Maklum, sesuai Konvensi Jenewa mereka memiliki kekebalan diplomatik. Namun, Polisi Arab Saudi tetap memberhentikan mobil mereka, lalu "memberitahu" bahwa kecepatan mobil melampaui 120 Km. Bila berkali-kali melanggar, Kementerian Luar Negeri Saudi "mempermalukan" dengan cara mengumumkan mobil-mobil negara sahabat yang melanggar batas kecepatan serta memanggil pejabat diplomatik ke kementerian luar negeri. Kata teman baru itu, diplomat Indonesia tidak ada yang melanggar batas kecepatan, sehingga tidak pernah berurusan dengan polisi lalulintas ataupun kemlu. Kalau tadi kita membahas soal ngebut di jalan raya, bagaiman pula dengan pengemis di Tanah Suci? Namanya juga orang susah, dimana-mana pasti ada, tetapi di Arab Saudi jumlahnya bisa dihitung dengan jari. Pengemis itu meminta-minta di perempatan lampu merah, atau di pintu keluar parkir bangunan komersil. Bicara soal pengemis, entah kebetulan atau tidak, seperti di Jakarta yang memberlakukan aturan Gubernur Bowo: melarang warga memberi sedekah kepada pengemis yang banyak berkeliaran di seantero persimpangan jalan besar ibukota, pihak kerajaan Arab Saudi juga melarang penduduk memberikan sedekah ataupun sumbangan untuk peminta-minta. Jeddah, 31 Oktober 2010

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun