Mohon tunggu...
Raihan Muhammad
Raihan Muhammad Mohon Tunggu... Mahasiswa - Manusia biasa yang senantiasa menjadi pemulung ilmu dan pengepul pengetahuan.

Manusia biasa yang senantiasa menjadi pemulung ilmu dan pengepul pengetahuan.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Moonrise Over Egypt: Film Perjuangan Diplomasi The Grand Old Man

30 Oktober 2021   08:28 Diperbarui: 4 November 2021   23:22 726
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: imbd.com

Selain bahasa Indonesia, Minang, Sunda, dan Jawa, Masyhudul Haq juga menguasai sembilan bahasa lainnya, yakni bahasa Arab, Belanda, Cina, Inggris, Jepang, Jerman, Latin, Prancis, dan Turki. Masyhudul Haq bersekolah di ELS (Europeesche Lagere School) Riau pada 1891, setelah lulus dari ELS, Ia dikirim ke Batavia (sekarang Jakarta) untuk menempuh pendidikan di HBS (Hogere Burger School) hingga lulus pada tahun 1903, karena kecerdasannya Ia berhasil mendapatkan predikat lulusan terbaik HBS se-Hindia Belanda.

Masyhudul Haq merupakan nama pemberian Sutan Mohammad Salim, yakni ayahnya Masyhudul. Masyhudul Haq merupakan nama tokoh dalam sebuah  buku yang kemudian digunakan ayahnya untuk menamakan Masyhudul Haq yang berarti “Pembela Kebenaran”. Ketika kecil Hasyhudul diasuh oleh asisten rumah tangga yang berasal dari Jawa, Ia sering dipanggil “Den Bagus”, disingkat “Gus” kemudian membuat teman-teman dan gurunya ikut memanggilnya dengan nama Agus. Masyhudul Haq merupakan nama lahir dari Agus Salim. Agus Salim lahir di Kabupaten Agam, Sumatra Barat, pada tanggal 8 Oktober 1884.

Karena kemampuannya dalam banyak bahasa, kelak Agus Salim menjadi diplomat ulung Indonesia. Pada tahun 1947, Agus Salim ditunjuk oleh pemerintah Indonesia untuk menjadi ketua dalam misi diplomasi memperjuangkan kedaulatan secara de jure dari negara-negara Arab untuk pengakuan kemerdekaan Indonesia. Bersama tim delegasi Indonesia yang beranggotakan Rasjidi sebagai sekretaris dan bendahara, serta Nazir Datuk Pamuncak, A.R. Baswedan, dan Abdul Kadir yang menjadi anggota, Agus Salim berangkat ke Mesir untuk misi memperjuangkan pengakuan kedaulatan Indonesia secara de jure oleh dunia Internasional. 

Kehebatan diplomasi Agus Salim dan kawan-kawan kemudian dijadikan sebuah karya film dengan judul “Moonrise Over Egypt” oleh Yayasan Indovasi yang bekerja sama dengan Tiga Visi Selaras (TVS) Films yang rilis pada tahun 2018. Film Moonrise Over Egypt disutradarai oleh Pandu Adiputra, film ini berlatar belakang sejarah yang menceritakan kisah perjuangan Agus Salim yang menjadi pemimpin delegasi Indonesia dalam misi perjuangan pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Mesir. Selain Agus Salim, di pihak Indonesia juga ada A.R. Baswedan, Nazir Datuk Pamuncak, dan Mohammad Rasjidi yang tergabung dalam delegasi Indonesia. 

Dengan latar tempat di negara Mesir, penonton seperti dibawa ke masa lalu untuk menyaksikan diplomasi delegasi Indonesia dengan negara Mesir tahun 1947 silam. Dikisahkan, hampir seluruh kalangan bersuara sama, Sayap Kanan dan Sayap Kiri Mesir sama-sama mendukung kemerdekaan Indonesia, sejak dahulu Indonesia memiliki sejarah pergaulan panjang dengan orang-orang Arab, tokoh-tokoh seperti Hasan Al-Banna, Jenderal Pasha, dan Gamal Abdul Nasir, ikut  mendorong Perdana Menteri Mesir Nokrashi Pasha agar mengakui kedaulatan negara Indonesia.

Sejumlah mahasiswa Indonesia di Mesir juga turut ikut serta dalam aksi dukungan terhadap kedaulatan negara Indonesia secara utuh dengan cara melakukan protes terhadap pihak Belanda, bahkan para mahasiswa mengembalikan berkas Hindia Belanda ke kedutaan Belanda. Meskipun konsekuensinya Belanda menghentikan bantuan keuangan kepada para mahasiswa Indonesia di Mesir, para mahasiswa tetap mendukung perjuangan delegasi Indonesia.

Film ini juga mengisahkan tentang negosiasi, terlihat pada saat delegasi Indonesia tiba di Mesir, mereka ditahan sementara oleh pihak berwenang negara Mesir di bandara dengan dalih bahwa negara Indonesia tidak ada, kemudian A.R. Baswedan dan Nazir Pamoentjak memprotes dan menjelaskan kepada pihak Mesir tentang Indonesia, tetapi tetap ditolak. Menjelang delegasi Indonesia ke luar ruangan, Agus Salim mendekati pihak berwenang Mesir dan terjadilah negosiasi antara Agus Salim dengan pihak Mesir, akhirnya delegasi Indonesia diizinkan untuk masuk ke negara Mesir. 

Apakah misi diplomasi Agus Salim dan kawan-kawan berjalan dengan mulus? misi diplomasi Agus Salim dan kawan-kawan tidak berjalan mulus, delegasi Indonesia menjadi incaran pihak Belanda, ada penyusup di dalam delegasi Indonesia. Willem Van Recreren Limpurg (Duta Besar Belanda untuk Mesir) menggunakan berbagai cara untuk menggagalkan misi diplomasi Indonesia. Bersama Cornelis Adriaanse, Willem Van Recreren Limpurg melaksanakan lobi politik kepada Perdana Menteri Mesir yaitu Nokrashi Pasha.

Upaya pihak Belanda dalam melobi pemerintah Mesir rupanya cukup membuahkan hasil, Nokrashi Pasha memutuskan untuk menunda kerja sama bilateral dengan pihak Indonesia. Delegasi Indonesia dan sejumlah mahasiswa Indonesia di Mesir tidak tinggal diam, Pihak Indonesia berusaha keras agar dapat membuka hubungan diplomatik antara Indonesia dan Mesir sehingga dapat membuka pintu pengakuan dunia Internasional terhadap negara Indonesia.

Dalam film juga terdapat unsur budaya Mesir yakni tari perut Mesir diiringi dengan musik yang bersumber dari alat musik tradisional khas Mesir. Dengan nuansa khas Mesir, penari dan pengiring tari perut Mesir menggunakan pakaian-pakaian khas Timur Tengah membuat penonton sudah bisa menebak budaya tersebut dari wilayah Timur Tengah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun