Mohon tunggu...
Rahmat Setiadi
Rahmat Setiadi Mohon Tunggu... Buruh - Karyawan swasta yang suka nulis dan nonton film

Saya suka baca-tulis dan nonton film.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pesan Moral Tak Bermoral

6 Januari 2023   13:52 Diperbarui: 6 Januari 2023   13:55 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pesan moral, sudah tidak asing lagi dengan hal itu? Yah! Kita dengan mudah menemuinya setiap saat. Ada yang masuk sesuai dengan yang kita butuhkan, ada juga yang bukan kita harapkan. Bahkan ada kalanya sengaja kita lewatkan. Darimana pesan moral itu datang?

Pesan moral adalah kesimpulan dari cerita, perilaku, pengalaman dari orang-orang besar. Mereka bisa jadi merupakan pengusaha, penguasa, ahli agama, ilmuwan, dan orang yang berhasil meraih apa yang  banyak orang impikan. Apa pesan yang disampaikan? Pesan moral biasanya tentang kebaikan-kebaikan.

Silahkan anda ingat pesan moral apa yang paling teringat oleh anda, bisa dipastikan itu merupakan sesuatu yang berkesan. Dan isinya kerap menempatkan orang kecil sebagai subyek, pelaku kebaikan yang membuat pesan moral itu tercipta. Yup! Orang-orang besar menyebarluaskan perilaku baik orang-orang kecil.

Tidak ada yang salah dengan pesan moral, tetapi ada  yang mengganjal untuk diungkapkan. Misalkan cerita seorang pengusaha terkaya yang berpesan tentang beramal,  ada orang yang berkata bahwa orang besar berkata demikian karena telah kaya dan tidak mengurangi kekayaannya dengan cara beramal, kekayaannya terus mengalir mengisi kas yang berkurang atas sebab telah diamalkan.

Ada pula yang berkata bahwa kebaikan yang disampaikan oleh para orang besar itu sudah sewajarnya dikarenakan sudah tidak bermasalah dengan pengeluaran, kebutuhannya sudah terpenuhi dan berlebih kepemilikannya. Sementara pesan itu meski sebuah kebaikan, tetap saja tidak bisa dilakukan oleh semua orang.

Ada ungkapan yang berkata bahwa "jangan mendengar dari siapa, tapi dengarlah apa yang dikatakannya". Ungkapan tersebut  banyak digunakan oleh para orang besar, dan yang banyak terjadi adalah perkataan orang besar lebih didengar ketimbang perkataan orang kecil. Lalu bagaimana idealnya?

Orang besar cenderung menjadi pusat perhatian. Apa yang mereka lakukan, yang mereka katakan, perilaku sampai apa yang mereka kenakan kerap diperhatikan. Berita-berita seputar mereka menjadi sorotan publik dan media tidak lepas menyoroti mereka untuk konsumsi publik.

Publik melihat orang besar berpakaian sederhana akan mendulang pujian. Kesan tidak sombong, baik hati, pemurah, murah senyum, pun ketika mereka terekspos hidup glamor mendulang pujian. Hingga pada gilirannya pesan moral yang mereka lontarkan menjadi tampak nyata, juga mengundang haru yang menambah nilai plus pada mereka.

Orang besar digambarkan sebagai seseorang yang memiliki banyak harta, banyak pekerja, memiliki pengaruh kekuasaan, dan dapat dipastikan bahwa turunannya tidak akan mengalami menjadi orang kecil. Sebutan borjuis, milyader, kaya tujuh turunan, terkaya sedunia, dengan kemungkinan kecil bangkrut jauh sama sekali.

Jarang sekali orang besar yang juga sebagai orang kecil. Kesederhanaan yang orang besar tunjukkan berbanding terbalik dengan digit rekeningnya, tidak sesuai dengan barang koleksinya, sama sekali berbeda dengan biaya hobinya. Tidak jarang orang besar menaungi pekerja yang tidak banyak bisa menjadikannya orang besar, banyak pengikut orang besar yang terhalang menjadi orang besar dan pada gilirannya menghasilkan pesan sindiran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun