Mohon tunggu...
Rahmat Hadi
Rahmat Hadi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

@rahmathadi

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Aku Memilih Jokowi karena Sesuai Pilihan Hati Nuraniku

24 Februari 2019   16:04 Diperbarui: 24 Februari 2019   16:37 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Memilih Jokowi banyak pertimbangan, pemikiran dan logika.  Hal lainnya karena aku pernah bertemu, bersalaman hingga selfie bareng. Aku pernah melihat gerak-geriknya, gestur tubuhnya dan merasakan aura-nya lewat balasan senyum dan jabat tangannya.

Pertama bertemu saat beliau baru saja menjabat presiden selama 2 bulan. Pertemuan pertama kami berlangsung di Hotel Hilton Nayphitaw, ibukota Myanmar. Saat itu beliau beserta Ibu Iriana dan rombongan menghadiri KTT Asean usai lawatan perdana ke China.

Warga Indonesia yang bermukim di Myanmar difasilitasi kedubes Indonesia di Yangon  berkesempatan  bertemu langsung  beliau. Kesempatan langka yang tak boleh dilewatkan. Meski harus izin dari tempat kerja dan menempuh perjalanan 6 jam dari Yangon ke Nayphitaw, aku tetap semangat.

Acara yang berlangsung di salah satu ballroom Hotel Hilton pun tiba. Dengan rasa deg-degan kami menanti beliau masuk ruangan. Saat datang,  semua tamu undangan berdiri. Seperti biasa, oleh MC beliau dipersilahkan duduk di kursi yang sudah disiapkan. Namun apa yang terjadi? Alih-alih langsung duduk seperti presiden lain, beliau malah langsung menghampiri tamu di deretan kursi dan mengajaknya ngobrol. Aku sangat terkejut. Sejujurnya, bulu kudukku merinding. Bukan karena pertama kalinya akan bertemu presiden seumur hidupku, namun aku terharu dan tak percaya ada presiden yang tak ikut aturan protokol. Aturan yang selama ini diam-diam aku benci. Terlalu diatur, terlalu formal dan cenderung mengkultuskan pejabat. Namun kali ini aku berhadapan langsung dengan pemimpin yang menghapus kebencian itu.

Rasa semakin campur aduk saat beliau dan Ibu Iriana semakin mendekati tempat aku berdiri. Aku bingung. Beliau semakin dekat dan..

"Kamu dari mana?" Tanya Pak Jokowi dengan senyum.

"Aku kerja di Ericsson Indonesia, pak."Jawabku sambil, jujur aja, gemetar.

"Oh, sudah ada di sini juga ya?" Beliau masih bertanya.

"Sudah pak. Kebetulan kantor baru, aku dikirim dari Jakarta untuk mendukung operasional di Yangon" masih gemetar juga

"Bagus. Kerja yang baik dan jaga nama baik bangsa selama di sini." Sambung beliau.

"Boleh foto bareng pak?"

Beliau hanya tersenyum yang saya artikan setuju.

Dengan sigap aku melakukan selfi bersama beliau. Saat itu fenomena selfi bareng presiden belum seperti saat ini. Aksiku mengundang tawa tamu lain.

dok.pribadi
dok.pribadi
Begitulah pertemuan awalku dengan beliau. Selama acara berlangsung, aku bisa menangkap aura kesederhanaan beliau. Bahkan saat di ruang sebelum memasuki acara, aku mendapat info bahwa beliau tak mau makan di kamarnya dan lebih memilih makan bersama rombongan di resto hotel. Beliau tak mengeksklusifkan dan meng-elite-kan diri. Bahkan saat foto sesi berlangsung, seperti tak ada batasan antara kami dan beliau. Paspampres hanya berjaga-jaga dari kejauhan.

Pertemuan kedua berlangsung di Istana Negara. Bersama rombongan kompasianer, kami diundang makan siang bersama sebagai ungkapan maaf tak dapat hadir di acara kompasianival. Seperti biasa, kami sudah duduk menunggu kehadiran beliau. 

Saat memasuki ruang acara, beliau duduk sebentar lalu diminta memberi kata sambutan oleh MC. Namun apa yang terjadi? Alih-alih sambutan, beliau langsung mengajak semua undangan untuk makan karena sudah lapar. Untuk kedua kalinya aku terkesan di pertemuan kedua ini. Natural dan tanpa basa-basi. Bahkan istana presiden yang sakral itupun tak membuatnya harus ikut aturan protokoler. Tak ada kekakuan atau jaga image (jaim). Ketulusannya bukan drama dan tak dibuat-buat. Candaan terlontar selama memberi sambutan menghilangkan jarak antara pemimpin dan rakyat yang dipimpinnya.

dok.pribadi
dok.pribadi
Pengalaman dua kali bertemu itu sudah cukup membuatku yakin dengan pilihan di di tanggal 17 April nanti. Aku lebih memilih sosok yang aku kenal dan yakin bisa membawa bangsa ini ke jenjang yang lebih baik. Selama memimpin negeri ini hampir 5 tahun, pertama kalinya melihat perkembangan luar biasa dibanding 5 presiden sebelumnya yang pernah aku rasakan kepemimpinannya. 

Dulu saat melewati jalan pantura yang sepertinya proyek abadi, aku selalu menggumam, "Kapan ya ada pemimpin yang bisa  membuat jalan tol agar kami pengguna jalan yang  suka berpetualang menjadi lebih mudah berpetualang ke pelosok  Jawa"  Akhirnya terwujud di  era Pak Jokowi. 

Pembangunan infrastruktur hingga pelosok, harga berfluktuasi mengikuti pasar, kebebasan pers, kebijakan pro rakyat kecil, dan masih banyak prestasi lain yang membuatku sangat yakin akan pilihanku. Itu sudah lebih dari cukup. Aku tak perlu dipengaruhi oleh apa dan siapapun. Cukup menyaksikan yang kasat mata dan bukan buaian janji.

Mungkin Pak Jokowi bukan orang dan pemimpin yang sempurna. Setiap kita punya kekurangan. Sebagai warga bangsa, aku tak butuh pemimpin yang sempurna. Yang aku butuhkan hanya pemimpin yang sanggup bekerja demi kesejahteraan rakyat yang dipimpinnya. Pemimpin yang merakyat. Pemimpin yang  hasil kerjanya sudah terlihat nyata. Katakanlah banyak janji di masa kampanye dulu yang belum terpenuhi, namun aku sangat sadar permasalahan bangsa Indonesia teramat sangat kompleks. Permasalahan yang tak cukup waktu 5 tahun untuk membereskannya. Permasalahan yang diwariskan sebagian pemimpin sebelumnya beserta keluarga dan kroninya. 

Memilih pemimpin adalah hak, demikian halnya dengan pilihan pemimpin yang akan diambil. Yang dibutuhkan hanya rasa dan tindakan saling menghargai pilihan yang diambil. Berbeda pilihan tak akan membuat dunia kita kiamat. Setelah memilih, kita tetap harus kerja keras demi melanjutkan hidup masing-masing, tak peduli siapapun yang terpilih. 

Teriring semoga pilpres mendatang menjadi pembelajaran dan pendewasaan bagi kita semua untuk dewasa berdemokrasi meski berbeda pilihan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun