10 Oktober yang kita kenal sebagai Hari Kesehatan Mental Dunia memberi sebuah waktu untuk kita untuk mengingat bahwa isu kesehatan mental adalah tugas kita bersama. Ditengah banyaknya isu yang beredar seputar kesehatan mental, pelayanan kesehatan mental bagi mereka yang terjebak di daerah krisis kemanusiaan menjadi isu utama.
WHO (World Health Organisation) memberikan tema besar dalam Hari kesehatan Mental Dunia ini yakni "Mental Health is a universal human right", kesehatan mental adalah hak universal manusia.
Terkadang kita sempat luput dari adanya hak ini bagi seluruh manusia. Ada yang mungkin masih banyak mengatakan bahwa kesehatan mental hanya akal-akalan mereka yang lembek dan tidak dewasa.
Kenyataannya mau sekuat, sedewasa atau sebaik apapun kepribadian seseorang masih perlu kondisi yang aman bagi kesehatan mental mereka. Terkadang kondisi yang mengabaikan isu kemanusiaan membuat mereka sulit mendapatkan kesehatan mental yang baik.
Kesehatan Mental sebagai Hak yang Belum Terjangkau
Kesehatan mental terkadang sering luput diberikan terutama kepada mereka yang kehilangan hak kemanusiaan karena perang maupun bencana alam. Kebutuhan materil seperti uang, makanan, pakaian, dan obat-obatan memang yang paling difokuskan.
Tapi kita tidak boleh abai juga dengan kebutuhan psikologis yang juga menjadi permasalahan. Menurut data WHO pada 2023, satu dari lima orang yang hidup di wilayah konflik banyak yang mengalami gangguan mental seperti depresi, kecemasan, bahkan PTSD.
Maka itu berarti sekitar 110 juta pengungsi dan pengungsi internal (IDP) di seluruh dunia menurut UNHCR (2024), lebih dari 20 juta orang kemungkinan mengalami gangguan kesehatan mental yang signifikan.
Kesehatan Mental di Tengah Konflik Kemanusiaan
Perang, pengungsian, dan ketidakpastian hidup menjadi sumber tekanan luar biasa bagi jutaan orang. Pada tiga wilayah yakni Palestina, Ukraina, dan Nigeria menunjukkan bagaimana konflik bersenjata menimbulkan krisis kesehatan mental global yang kerap terabaikan.