Kontes Performative Male yang diadakan 2 Agustus di Taman Langsat, Jakarta, viral di media sosial. Performative Male adalah gambaran "laki-laki ideal" menurut perempuan progresif. Kontes ini menyindir laki-laki yang tampak ideal, tetapi hanya ingin menarik perhatian perempuan. Mereka sering berpura-pura memahami isu feminis.
Kontes ini menilai berbagai hal yang disukai performative male. Kriteria penilaian termasuk gaya berpakaian, minuman favorit, dan buku yang mereka baca. Peserta memiliki waktu untuk menunjukkan ketertarikan mereka pada isu feminis, termasuk membagikan pembalut wanita.
Apa sebenarnya performative male? Mengapa fenomena ini viral? Apakah mereka paham isu feminisme, atau sekadar mengikuti tren?
Mengenal Performative Male, Pria Idaman yang Berubah Makna
Kata performative male berasal dari gender performativity, konsep yang diusulkan Judith Butler dalam bukunya Gender Trouble (1960). Dari sini muncul performativity masculinity, istilah yang digunakan Susaan L. Pitt dan Christopher A. Fox dalam Masculinity/Femininity: reframing a fragmented debate.
Banyak studi juga menggunakan istilah performative masculinity. Seperti studi subjek perawat laki-laki yang menjalani maskulinitas dengan cara lembut dalam profesi yang dianggap feminin.
Performative male kini muncul dengan laki-laki yang menunjukkan ketertarikan pada isu feminis. Mereka tampil lebih emosional dan tidak menunjukkan dominansi.
Penampilan mereka bisa membuat perempuan terkesan, tetapi sering kali itu hanya gimmick sosial.
Ciri Khas Para Performative Male
Dari segi penampilan, banyak performative male berpakaian seperti soft boy. Mereka mengenakan kemeja atau sweater, celana baggy jeans, dan membawa totebag.Â