Percayakah kita bahwa setiap sesuatu memiliki rasa? Bukan hanya manisnya permen atau asam getirnya jeruk tetapi beberapa rasa tidak hanya dirasakan oleh lidah namun juga oleh hati dan pikiran.Â
Ada sebuah rasa yang berbeda dan kerap kali kita abaikan saat belajar maupun menempuh pendidikan, yaitu sebuah rasa akan ilmu pengetahuan.
Terdengar agak puitis dan sangat sastrawi memang, seolah-olah kumpulan rumus atau teori-teori di buku tebal kita dapat kita kecap dengan lidah dan memberikan rasa seperti "ah rumus pythagoras ini manis tapi agak kecut" atau "teori darwin ini terlalu asin tapi ada gurihnya". Tapi mari kita bahas dengan sedikit ilmiah mengenai "rasa" ini.
Sebuah Ektase Pengalaman Puncak
Abraham Maslow dalam bukunya berjudul Psikologi Tentang Pengalaman Religius memasukkan rasa akan tahu sebagai salah satu ciri dari pengalaman puncak religius.Â
Rasa dimana seseorang mengerti dan paham lalu terjadi suatu kebahagiaan yang sulit dijelaskan. Rasa bahagia karena mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang ada di kepalanya.
Rasa ini walaupun termasuk ciri dalam pengalaman puncak religius namun bukan berarti sangat jarang terjadi pada setiap orang, setiap orang bahkan pasti mengalaminya namun tidak sadar atau bahkan mengabaikannya.Â
Higher-meaning adalah nama istilah yang cocok bagi mereka yang telah mengerti akan suatu kebijaksanaan dari ilmu pengetahuan ini.
Rasa yang merupakan sebuah ekstase ini mirip dengan reaksi atas pemakaian obat-obatan terlarang atau orgasme dalam hubungan seksual namun hanya stimulus ini disebabkan oleh rasa karena tahu akan suatu hal dan bukan dari obat-obatan maupun kegiatan seks.Â
Karena diambil dari kegiatan yang sulit dimana kita harus belajar dan mencari jawaban tertentu, maka hal ini lebih sehat dan membangun dari dua hal yang belakangan disebut tadi.