*Judul Buku   : Masa Depan Sebuah Ilusi
*Penerbit   : Circa
*Penulis   : Sigmund Freud
*Penerjemah   : Cep Subhan KM
*ISBN Â Â : 978-602-52645-4-2
*Jumlah Halaman: xii+95
*Harga   : Rp. 40.900
Jika kita sering mendapati karya Sigmund Freud ada diseputaran psikologi maka buku berjudul Masa Depan Sebuah Ilusi ini adalah karya Freud yang merupakan penjelasannya terkait agama dan filsafat.Â
Sigmund Freud memang terkenal akan teori psikoanalisis dan telah menulis banyak buku terkait teorinya itu seperti Psikopatologi Dalam Kehidupan Sehari-Hari, The Interpretation of Dream,dan Three Contribution to The Theory of Sex.
Buku ini menjelaskan tekait ateisme menurut Sigmund Freud yang dibawakan melalui pandangan psikoanalisis menurutnya. Freud dalam buku ini menjelaskan bagaimana agama akan tergantikan kedepannya dan dia berpendapat bahwa agama adalah sebuah ilusi. Memang buku ini sedikit menggoyahkan iman memang.
Dalam sepuluh bab buku ini saya akan meringkasnya menjadi tiga bagian yang merupakan tiga poin penting dalam buku ini. Kita akan dijelaskan bagaimana peradaban memusuhi manusia dan lalu melahirkan agama untuk mengikat manusia, lalu bagaiamana agama dianggap ilusi infantil, dan terakhir dijelaskan masa depan agama menurut Sigmund Freud.
Peradaban Sebagai Musuh Manusia
Freud dalam buku ini menjelaskan bahwa peradaban lahir untuk mengekang insting-insting naluriah umat manusia. Pengekanangan itu mewujudkan suatu harmoni yang membentuk suatu nilai-nilai moral yang sejatinya adalah alat-alat untuk mengekang berbagai insting-insting manusia.
Dikarenakan peradaban senantiasa mengekang insting manusia dan membuatnya bekerja agar selaras dengan peradaban, manusia dan peradaban sejatinya saling memusuhi.Â
Namun dengan faktor kekayaan atau kemewahan maka peradaban bisa didamaikan  dengan konfliknya bersama manusia dan bersama imbalan jasa atas pengorbanan insting mereka dengan aset-aset mental peradaban.
Peradaban yang mengekang kepuasan insting memang bukannlah hal buruk karena dengan tidak adanya peradaban akan terjadi kekacauan karena kepuasan-kepuasan manusia yang saling bertabrakan.Â
Dan walaupun peradaban sudah meringankan manusia akan ketidaktahuannya pada alam. alam yang belum dijinakan itu masih tidak diketahui dan menjadi suatu ketakutan dalam diri manusia.
Alam yang belum dijinakan inilah yang banyak oleh manusia beragama disebut takdir.
Agama Sebagai Ilusi dari Masalah Infantil
Karena ketidaktahuan akan alam yang belum dijinakan ini maka peradaban memasukan gagasan-gagasan religius untuk mengikat manusia.Â
Dengan gagasan-gagasan religius juga peradaban hendak menutupi kekurangan-kekurangannya. Namun gagasan-gagasan religius ini ditemukan dalam kondisi siap pakai demi menggurangi rasa tidak tahu mereka pada alam.
Oleh karena itu, Freud mengatakan bahwa motif dibentuknya agama berasal dari ketidak berdayaan manusia terhadap alam dan juga tekanan akan peradaban yang mengikat manusia.
 Ketidakberdayaan yang melahirkan agama ini dapat ditelaah dari ketidakberdayaan anak-anak yang membutuhkan orang dewasa untuk hidup.
Freud dengan berani menyebutkan bahwa agama datang dari masalah infantil atau kanak-kanak yang membutuhkan figur ayah demi melindungi dirinya dari kejahatan alam yang tidak dia ketahui.
Dan karena itu maka agama memberikan ilusi bagi umat manusia sebagai suatu perlindungan atas ketidaktahuannya pada superioritas alam.
 Tidak seperti ilmu pengetahuan yang memaparkan fakta, agama memaparkan ilusi dimana kita tidak bisa menanyakan otentifikasinya karena leluhur atau orang terdahulu kita sudah lama mempercayainya.
Masa Depan Agama Sebagai Ilusi
Freud sangat optimis bahwa kekurangan-kekurangan kebutuhan mental yang oleh masyarakat disebut sebagai kebutuhan rohani dapat dijelaskan mengenai pandangan psikoanalisis-nya.Â
Agama hanyalah ilusi dari masalah kekanak-kanakan atau infantil yang harus ditinggalkan jika kita ingin beranjak pada masyarakat yang dewasa.
Memang agama tidak bisa langsung dihilangkan begitu saja karena hal itu akan menyebabkan suatu kekacauan orang-orang yang mencari ilusi bagaikan seorang pecandu narkoba yang kehilangan obatnya. Masa depan dengan tidak adanya ilusi dari agama inilah yang menurut Freud dapat membuka mata manusia seutuhnya dari kebenaran.
Dengan ini maka Freud menyatakan akan menuhankan Logos atau akal yang menurutnya walaupun bukan Tuhan yang mahakuasa tapi merupakan suatu yang pasti dan dapat memberikan kita suatu pandangan akan dunia.
 Sains bukanlah ilusi tapi jika kita mencari suatu yang tidak bisa diberikan sains di tempat lain seperti agama maka itu adalah ilusi.
Setelah membaca buku ini dengan was-was iman goyah, saya mempunyai kesimpulan bahwa Freud memandang agama sebagai ilusi yang di masa depan harus segera digantikan dengan kebenaran akal. Agama adalah bentuk dari masalah infantil yang terbawa hingga menjadi pandangan hidup.
Saya masih kurang sependapat dengan Freud dan tetap setuju dengan Carl G. Jung mengenai agama sebagai ekspresi alam bawah sadar dan itu tidak bisa digantikan karena alam bawah sadar punya kapasitas lebih besar juga dalam menentukan kondisi psikologis.Â
Memberikan segala beban penjelasan kepada akal atau ego kesadaran sangat amat berisiko karena kapasitasnya yang terbatas.
Buku ini memang berisi kental dengan ateisme yang dibawakan melalui pandangan psikoanalisisnya Freud. Cocok untuk kita yang ingin tahu bagaimana pandangan Freud tentang agama.
 Tapi peringatannya ya kita harus siap sedikit terombang-ambing jika belum punya iman yang kuat dan belum berkenalan dengan teori psikologi yang pro agama seperti dari Jung atau Maslow.
 Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI