Semua area tersebut dikatakan oleh Freud sebagai area pemuas seksual karena saat bagian tersebut diperlakukan dan dipenuhi kebutuhannya dengan layak maka akan menimbulkan kepuasan dan meredakan tegangan atau kecemasan.
Kembali ke istilah jodoh yang bermakna impian seorang akan partner seks, Sigmund Freud menjelaskan bahwa dalam salah satu dari tiga struktur kepribadiannya (id, ego, dan superego), id yang berisi tentang nafsu primitif (makan, minum, dan seks) merupakan sumber energi psikologis bagi dua struktur kepribadian lainnya.
Hal ini membuat kehidupan manusia sebetulnya didasari oleh hasrat primitif tadi namun karena manusia memiliki dua struktur kepribadian lainnya yaitu, ego yang rasional dan superego yang beradab, membuat hasrat primitif tadi dapat diperhalus menjadi suatu perilaku yang rasional dan manusiawi.
Kebutuhan akan partner seks juga mengalami hal yang sama dimana dapat diperhalus menjadi kata "jodoh".Â
Tafsiran jodoh sebagai orang yang akan mendampingi kita hingga ajal menjemput adalah suatu bentuk idealisme yang dibangun agar setiap pasangan dapat setia.
 Walaupun dalam kenyataannya akan kita dapati banyak hal buruk yang dilanggar dari idealisme jodoh ini.
Pada kenyataannya, konsep jodoh menurut psikoanalisis ini akan secara tidak langsung menghina dan menjatuhkan doktrin agama dan moral masyarakat.
 Doktrin agama yang menyebutkan setiap orang dilahirkan secara berpasangan akan ditolak karena tidak mampu menjelaskan mengapa ada yang berpoligami, lalu kawin-cerai, dan juga perselingkuhan.
Konsep tentang jodoh dari psikoanalisis ini selain juga akan bertentangan dengan doktrin agama dan moral masyarakat, juga berbenturan dengan aliran psikologi yang lainnya seperti aliran behaviorisme yang menyebutkan bahwa pasangan pastinya tidak hanya dibutuhkan demi kebutuhan seks semata namun juga sebagai bentuk pemenuhan akan kehangatan dan keamanan.
 walaupun kebutuhan seks tidak menggeser motivasi primer dari pencarian pasangan itu.
 Kesimpulan