Mohon tunggu...
Bare minimum writer
Bare minimum writer Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

The past is just a story we tell ourselves -Samantha-

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Panic Buying Air Minum di Malaysia: Negara Apa yang Mempunyai Panic Buying Terparah?

22 Mei 2023   13:55 Diperbarui: 22 Mei 2023   14:16 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selain itu, perilaku panic buying juga dipengaruhi oleh herd mentality atau kecenderungan untuk mengikuti kerumunan. Ketika orang melihat panic buying terjadi di sekitar mereka, mereka cenderung ikut serta karena terdorong oleh rasa urgensi dan kelangkaan yang diperkuat oleh media sosial dan berita. Secara keseluruhan, panic buying merupakan respons psikologis terhadap ketakutan dan ketidakpastian yang dihadapi individu. Hal ini dipicu oleh keinginan untuk merasa memiliki kendali atas situasi, takut kehilangan, serta pengaruh dari perilaku kolektif.


Contoh panic buying yang pernah terjadi


Sejarah telah mencatat banyak contoh panic buying dalam skala besar. Berikut ini adalah beberapa contoh dari abad yang lalu:

1. Pada tahun 1918-1919, epidemi flu Spanyol menyebabkan konsumen membeli obat-obatan tanpa resep dalam jumlah besar. Beberapa produk kesehatan mengalami peningkatan penjualan lebih dari tiga kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya.

2. Pada tahun 1920-an, hiperinflasi di Jerman dan Austria mendorong panic buying hampir semua jenis barang. Konsumen berbondong-bondong membeli produk sebelum kenaikan harga akibat hiperinflasi, yang membuat barang-barang tersebut menjadi lebih mahal.

3. Selama Krisis Rudal Kuba pada tahun 1962, banyak warga Amerika yang takut akan perang nuklir melakukan panic buying makanan kalengan.

4. Serangan teroris 9/11 di World Trade Center di Amerika Serikat memicu panic buying emas dan minyak di pasar keuangan global, yang akhirnya mendorong harga-harga keduanya mencapai level tertinggi sepanjang sejarah.

Negara dengan panic buying paling "parah"


Penelitian baru yang menganalisis pencarian Google mengungkap bahwa penduduk Australia memimpin dalam panic buying pada bulan-bulan awal pandemi coronavirus. Menurut peneliti dari University of New South Wales, tingkat panic buying di Australia empat hingga lima kali lebih tinggi daripada negara-negara seperti Inggris dan Italia yang lebih parah terkena Covid-19. Mereka bahkan harus membuat skala baru untuk grafik yang menunjukkan tingkat panic buying di Australia.

Dr. Tim Neal, salah satu peneliti, mencatat bahwa lonjakan panic buying di Australia tidak terkait dengan pengumuman pemerintah atau peningkatan kasus Covid-19, yang berbeda dengan negara-negara lain. Hal ini menunjukkan bahwa liputan media Australia tentang penimbunan barang-barang mungkin berkontribusi pada tingkat panic yang sangat tinggi di negara ini. Untuk mengukur panic buying, Neal dan Prof. Mike Keane dari UNSW School of Business mengembangkan indeks yang mencakup 54 negara selama pandemi COVID-19. Mereka menganalisis data pencarian Google dengan menggunakan kata kunci terkait seperti "tisu toilet", "panic buying", "penimbunan", "supermarket", "resesi", dan "pengangguran" dalam berbagai bahasa.

Berdasarkan laporan penelitian mereka, Australia menunjukkan tingkat panic buying yang luar biasa pada awal Maret. Pengeluaran di supermarket meningkat hingga 24,1% selama bulan tersebut. Pada puncaknya, tingkat panic di Australia mencapai 0,79 pada indeks penelitian, sedangkan negara-negara lain seperti Inggris mencapai sekitar 0,175, Italia 0,15, dan Prancis 0,09.

Menurut Neal, "Australia secara signifikan lebih panik daripada negara-negara lain pada bulan Maret dan April." Penelitian ini menemukan bahwa lonjakan panic buying di Australia tidak hanya terkait dengan tingkat infeksi dan tindakan lockdown pemerintah. Meskipun Jepang mengalami lonjakan besar dalam panic buying, situasinya cepat mereda.

Penelitian ini juga mengindikasikan bahwa media Australia mungkin memainkan peran dalam meningkatnya tingkat panic buying. Video-video orang berebut tisu toilet yang mendapat perhatian di media Australia dianggap sebagai faktor penting. Peneliti berusaha memahami mengapa panic buying meningkat pada waktu tertentu dan menyimpulkan bahwa penularan virus dan pengumuman pemerintah adalah dua faktor yang mempengaruhi panic buying di negara-negara lain, namun model ini tidak berlaku dengan baik untuk Australia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun