Mohon tunggu...
Rahma Roshadi
Rahma Roshadi Mohon Tunggu... Penulis - Freelancer Bahagia

Penikmat tulisan dan wangi buku

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kahyuna

21 Maret 2019   15:30 Diperbarui: 21 Maret 2019   15:40 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Apa kira-kira, wahai Patih?"

"Tuanku, Hamba tidak mengetahuinya secara pasti tragedi apakah yang dikabarkan oleh perilaku Maung akhir-akhir ini. Hamba hanya melihat, bahwasanya Si Maung sudah mulai mendekati ajalnya, Tuan. Dia sedang kesakitan."

"Apa katamu?!!" Raja berdiri dari singgasananya mendengar jawaban Patih Pandya. "Maung demikian sehat dan terjaga kebugarannya. Dia satu-satunya binatang di negeri ini yang terlihat demikian gagah karena makanan yang melimpah yang selalu disediakan. Berani betul kau mengatakan kalau Maung akan mati!" Raja benar-benar meradang, "Pergi kau, Patih!!"

"Ampun Tuanku. Maafkan kelancangan Hamb. Hamba pamit." Patih Pandya dengan penuh perasaan bersalah karena telah menyinggung perasaan Raja Suman, kembali ke padepokannya dengan bermuram durja. Hatinya benar-benar gundah. Perasaan berkecamuk antara tragedi buruk yang akan terjadi, ditambah lagi dengan amarah raja karena ia berani menyampaikan ramalan tentang negeri ini. Semalaman ia hanya berdiam diri dan banyak memanjatkan doa kepada Sang Kuasa,memohon agar rakyat di negeri ini diberikan kekuatan untuk menghadapi tragedi yang akan terjadi. Dan semoga Sang Kuasa masih menyisakan hal kebaikan di negeri ini, sesedikit apapun adanya.

Esok paginya. Sang Surya bersinar demikian cerah. Namun tidak dengan raja. Wajahnya merah padam. Hatinya benar-benar tertutup awan amarah yang telah menyapu akal sehatnya. Sepagi raja terbangun, ia menemukan Maung tergeletak tak bernyawa di sisi tempat tidurnya. Emosinya tertahan, dan benar-benar ingin ia tumpahkan pada seorang, yang dalam akalnya, telah membunuh Maung.

"Panggil Patih Pandya!!" Teriakan sang Raja Suman menghentakkan seluruh isi kerajaan.

Patih Pandya dengan tergopoh-gopoh menghadap Raja. Sekujur badannya sudah terhujani dengan peluh karena lelah berlari bercampur perasaan yang kalut. Patih berlutut di hadapan Raja Suman. Badannya membungkuk. Sorot matanya sayu, tak mampu menandingi tajamnya sinar mata Sang Raja yang tengah dirundung duka karena kematian Maung yang benar-benar membuatnya tersulut amarah.

"Patih, kau tak perlu memberikan alasan apapun padaku."

"Ampun Yang Mulia. Hamba tidak mengerti apa maksud Yang Mulia."

"Kemarin, kau bilang sikap Maung adalah pertanda buruk bagi kerajaan. Sekarang, aku baru menyadari, bahwa sebenarnya kau lah yang membawa keburukan bagi kerajaan!!"

"Ampun Tuanku...hamba,...hamba mohon penjelasan Yang Mulia Raja."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun